2 Prolog

Jakarta, 20 Februari 2018.

"Apa?! Bunuh diri?!" Pekik gadis berhijab itu di tengah keramaian kantin, sehingga semua mata melihatnya.

"Ck, kebiasaan deh, kalo ngomong itu pelan-pelan bisa nggak sih?"

Temannya yang berambut pendek menegur.

"Hehe, kok bisa sih? Gimana ceritanya? Semua orang udah tau belum? Ini bukan kabar burung kan? Ini beneran Kirana, cewek pintar itu yang bunuh diri? Gila!"

Pug! Pug!

"Hana, sakit tau! Kalo ngomong itu satu-satu, dan nggak usah pake pukulan segala."

Gadis berhijab alias Hana itu terkekeh pelan, kemudian matanya menatap Agatha --- temannya serius.

"Gue tanya serius, lo tau darimana?"

Agatha tidak langsung menjawab. Dia menegak es jeruk yang sedari tadi dikacangin.

"Dari pembicaraan Hexa sama temennya yang botak itu," jawabnya.

"HAH?! Botak? Tuyul dong."

Pug!

"Bukan waktunya bercanda, Han. Gue serius ini. Kemarin waktu pulang sekolah, kan gue mampir ke toilet dulu, terus gue liat Hexa sama si botak lagi bisik-bisik. Yaudah gue nguping, dan mereka lagi bicarain tentang Kirana-Kirana itu."

Hana mengangguk, pertanda dia paham. "Gue jadi ngerti, Tha. Berarti sepulang sekolah kita harus sandra Hexa dan si botak. Eh, tunggu ... emang si botak siapa sih?"

Agatha menghela napas, kemudian memijit pelipis kepalanya. Dahlah, nyerah dia kalo ngomong sama Hana.

"Robin itu loh, Han. Robin."

"Iya, gue tahu, cuman ngetes otak lo doang kok."

"Wtf?!"

"Hexaaaaaaaaaaaa, tunggu!"

Bruk... bruk... bruk... bruk.

Suara sepatu Hana bersahut-sahutan.

Hexa berhenti tanpa menoleh.

"Apa?" Tanyanya ketika tahu jika Hana sudah berada di belakangnya.

"Angkat tangan!"

Tanpa banyak protes, Hexa pun mengangkat tangannya ke atas, layaknya seorang maling yang baru saja ketahuan mencuri.

"Anda kami curigai karena telah menyembunyikan hal paling menghebohkan di sekolah ini. Balik badan, dan ikuti saya tanpa penolakan!"

Lagi-lagi Hexa menuruti perintah Hana tanpa banyak tanya. Mungkin terlalu malas untuk menegur tingkah Hana yang kekanak-kanakan.

"Emang gue abis bunuh orang? Kok dicurigain segala, sih?" Tanya Hexa dengan wajah datar.

"Huft, jadi gini Xa, gue itu cuman kepo aja sama masalah Kirana yang bunuh diri."

"Lo tau darimana?"

"Kemarin Agatha abis nguping pembicaraan lo sama si Robinhood."

"Dasar cewek!"

"Iya? Lo manggil gue?"

"Nggak!"

Huaaaaaaaaaaaaaaa!

Teriakan melengking itu membuat Hana dan Hexa berhenti. Mereka saling pandang.

"Xa, kok gue jadi merinding ya?"

"Han, kok gue kebelet boker ya?"

Bugh!

Satu bogeman mentah dari Hana berhasil mengenai perut Hexa.

"Ya Allah, mantap juga pukulan lo. Kayaknya mantap kalo misal lo ikutan tinju."

Krik... krik... krik.

Hana menatap Hexa datar, kemudian pergi ke arah teriakan itu, namun perkataan Hexa menghentikannya.

"Jangan ke sana atau lo akan dipaksa mengungkap semua kejadian ini."

Deg!

"Maksud lo?"

"Gue cuman memperingatkan aja, kalo lo masih ngeyel yaudah ... selamat menikmati permainan pelaku. Dan lagi, kalo lo emang kekeuh pengen ngungkap kasus ini, maka lo harus siap menerima kenyataan pahit nantinya."

"Aneh," gumam Hana pelan, namun Hexa masih bisa mendengarnya. Dia hanya tersenyum tipis. Entah senyum seperti apa yang ia maksud.

Tunggu, berarti kalo Hexa bilang gitu, kasus Kirana bukan lagi bunuh diri, tapi PEMBUNUHAN.

Lantas, mengapa sekolah menutupinya?

Tbc...:)

avataravatar