24 Part 24

Figo masuk ke dalam ruangan. Di melihat Zalfa sedang memainkan ponselnya, wanita itu tidak langsung melihat ke arahnya padahal Figo sudah berjalan menuju ke tempat Zalfa.

"Kenapa balik lagi? Gak ada emang tukang nasi gorengnya, eh kok seben-" ucapan Lara terpotong, kala dia melihat siapa yang sebenarnya datang ke dalam ruangan, awalnya Zalfa mengira Dewan kbali ke ruangan. Tapi, dia merasakan parfum yang beda. Akhirnya, Zalfa menoleh, dan ternyata benar. Yang datang bukanlah Dewan, melainkan orang lain. Bukan orang lain juga sih, tapi Figo.

"Hai...," Sapanya pada Zalfa. Lelaki itu merasa canggung dan juga bingung. Bagaimana bersikap di hadapan Zalfa. Melihat ekpresi Zalfa yang biasa saja, membuat Figo semakin merasa tidak diharapkan berada di sini.

"Iya," jawab Zalfa. Sebenarnya, dia berpikir Figo mungkin tidak akan datang, lagipula. Ini sudah malam, bukan malam lagi, tapi sudah dini hari, jam berapa Figo pergi dari rumahnya, apakah lelaki itu nekat ahanya untuk menemuinya? Tapi kenapa? Apa karena merasa bersalah? Atau beneran khawatir dengan keadaannya? Pertanyaan-pertanyaan itu ada dipikiran Zalfa, tapi dia tidak ingin menanyakannya pada Figo.

"Gimana? Sudah lebih baik?" tanya Figo, kemudian lelaki itu duduk dekat Zalfa. Zalfa menatap Figo sebentar, kemudian membuka suara.

"Kamu ngerokok ya?" Bukan menjawab pertanyaan Figo, Zalfa justru balik bertanya pada lelaki itu, Indra penciuman Zalfa tetap tajam, dia hafal bahwa aroma parfum Figo tidak seperti ini.

"Iya, soalnya ngantuk tadi," jawab Figo beralasan. Iya memang benar karena mengantuk, tapi mengantuk karena menunggu Zalfa di rumah sakit ini.

"Figo gak habis minum-minum kan? Atau badannya lagi panas? Mau sekalian dicek ke dokter gak?" tanya Zalfa, karena merasa heran dengan nada bicara lelaki itu, dengan gesturnya serta tatapannya yang sangat berbeda dari biasanya.

"Kenapa?" tanya Figo lagi, dengan sura yang masih lembut.

"Figo kenapa malam-malam nemuin Zalfa? Figo khawatir ya? Tenang aja, ada Dewan yang jagain Zalfa, dia baik kok, sekarang juga lagi keluar beliin nasi goreng." Zalfa akan berubah seperti anak kecil polos yang manja, jika berada di dekat Figo.

Figo diam, ini yang Figo benci pada Zalfa, perempuan itu selalu bersikap seolah semua baik-baik saja. Padahal, kenyataan tidak seperti itu.

"Kamu nyaman sama Dewan?" tanya Figo tiba-tiba. Lelaki itupun kaget, dengan apa yang dia tanyakan. Karena niat awal Figo mendatangi Zalfa, hanya ingin memastikan bahwa Zalfa tidak merasa kesakitan. Tapi, melihat kebersamaan Zalfa dan Dewan sedikit membuat hatinya merasa aneh, dia tidak tau kenapa, tapi dia merasa sangat aneh saja.

"Figo, Zalfa lagi sakit. Jangan dikasih pertanyaan yang berat dulu, kepalanya jadi pusing, beneran deh, gak bohong. Pegang aja kepala Zalfa, kalau Figo gak percaya." Masih dengan logat manjanya, Zalfa berbicara pada Figo.

"Yaudah, istirahat!" Figo tidak berani bertanya lagi, dia memang salah, masuk dan langsung bertanya hal seperti itu, mungkin Zalfa memang sedang merasa sakit, dan tidak mau pusing dengan pertanyaan yang dia tanyakan.

"Figo mau ke mana?" tanya Zalfa.

"Pulang." Jawab Figo santai. Lelaki itu sudah berjalan 3 langkah. Bagi Figo, yang penting dia sudah memastikan bahwa Zalfa sudah lebih baik dari sebelumnya, dia tenang. Karena bagaimanapun juga, terbaringnya wanita itu di sini, adalah karenanya.

"Jangan. Jam segini jalanan sepi, rawan. Mending tidur aja di sini, sofa bed-nya juga pasti muat kok untuk berdua." Dalam keadaan sakit, Zalfa masih memikirkan keselamatan Figo. Memang cinta luar biasa. Luar biasa bodoh.

"Enggak. Besok harus kerja." Figo menolak, dia mungkin akan tetap di rumah sakit ini, tapi tidak mau satu tempat bersama Dewan.

"Figo!" Teriak Zalfa, tidak suka mendengar bantahan Figo, dan Zalfa panik, kala lelaki itu hendak keluar selangkah lagi benar-benar keluar dari ruangan.

"Hmm." Figo seperti terhipnotis oleh bentakan Zalfa. Dia berbalik arah, dan langsung tiduran di atas sofa bed yang tersedia, memang cukup nyaman dan luas. Zalfa tersenyum, melihat Figo menurut dengan ucapannya, dia senang. Meskipun, mungkin setelah ini, dia akan melihat kecanggungan antara Dewan dan Figo. Setelah Dewan kembali dari membeli nasi goreng pesanannya.

Sementara itu, Dewan sedang kebingungan, mencari pedagang nasi goreng gerobak. Dia sudah mengelilingi sekitaran rumah sakit, yang biasanya didatangi oleh pedagang nasi goreng, tapi tidak ada.

"Barusan aja pulangnya Mas, penjual nasi gorengnya. Saya tanya sih, masih ada katanya tadi, sisa dikit. Makanya dia baru berani pulang," ujar security, saat Dewan bertanya apakah security tersebut melihat penjual nasi goreng.

"Ke arah mana?" tanya Dewan. Dia berharap masih bisa menemukan penjual nasi goreng tersebut.

"Ke kanan kalau dari sini, Mas nyebrang aja. Mungkin sih bakalan kelihatan dari sini kalau emang Masnya berniat untuk mengejar tukang nasi gorengnya."

"Ok, makasih Pak," ujar Dewan. Lalu segeraenuruti ucapan security tersebut, untuk menyebrang jalan, dan ambil arah kanan, benar saja. Dari kejauhan Dewan melihat sebuah lampu yang biasa di pasang di pedagang nasi goreng atau pedagang apapun yang jualan di malam hari, pada zaman dulu biasanya mereka pakai lampu yang ada sumbunya dan pakai minyak tanah, seiring berjalannya waktu sekarang sudah pakai alat yang lebih canggih, ada yang memakai senter, ada juga lampu khusus yang biasanya dicharger.

Dewan berlari, dia seperti orang yang sedang olahraga maraton. Karena ini, adalah kesempatan terakhir untuk menemukan penjual nasi goreng grobak, sisanya mungkin orang sudah pada pulang.

Sementara itu, awalnya pedagang nasi goreng itu berjalan biasa saja, tapi begitu dia melihat seseorang berlari ke arahnya, pedagang nasi goreng itu tiba-tiba panik, dia berpikir negatif, karena orang tersebut memakai sweater hitam dan celana pendek, dulu dia pernah di palak preman yang sedang mebuk, jadinya pedagang nasi goreng itu berpikir yang bukan-bukan. Dia semakin mempercepat langkahnya, agar mendorong grobak nasi goreng itu lebih cepat lagi.

Mereka sekarang sama-sama berjalan cepat sekarang, Dewan juga heran, kenapa juga penjual nasi goreng itu berjalan dengan cepat.

"Bang! Beli!" Teriak Dewan tidak tahu malu, lagian ini dini hari, tidak banyak orang lewat, malah sepi. Jadi, tidak akan ada yang mendengarnya, kecuali burung dan mungkin makhluk halus yang sedang bergelantungan di pohon, Dewan juga tidak tau, hanya asal berpikir saja.

Mendengar kata beli, barulah pedagang itu, memelankan jalannya, agar orang yang mengatakan beli itu, bisa mengejarnya. Benar saja, tidak membutuhkan waktu yang lama, dengan keringat yang bercucuran, jantung yang berdetak kencang, nafas tersengal-sengal, Dewan berhasil mengejar tukang nasi goreng. Dia sampai tidak merasa, bahwa dirinya sudah pergi terlalu jauh dari RS, hanya terlihat nama RSnya saja dari tempatnya berdiri sekarang.

"Mas mau beli nasi goreng?" tanya pedangan itu tanpa merasa bersalah, sudah membuat Dewan berlari mengejarnya.

"Nasi liwet!"

avataravatar
Next chapter