3 What Happened?

Yovano menarik Saleta menjauh melalui lorong kampus dan membawa Saleta ke balkon kampus yang jarang di kunjungi oleh mahasiswa dan mahasiswi lainnya.

"Duduklah disini". Ujar Yovano kepada Saleta berhenti di kursi kayu yang ada di balkon kampus.

Saleta pun duduk di sana bersama Yovano.

"Kau bisa sakit jika seperti ini". Ucap Yovano melepaskan kardigan yang ia kenakan dan memakaikan kardigan nya kepada bahu Saleta.

Saleta terkejut dan menatap Yovano dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.

"Me-mengapa?". Tanya Saleta.

"Hmmm?".

"Mengapa kau menolongku?".

"Entahlah".

"Apa kau tidak mengerti? Xiaozi tidak akan melepaskan ku setelah ini, aku tak tau apa yang akan ia lakukan kepadaku esok dan seterusnya". Ujar Saleta menangis.

"Tenanglah, jika dia melakukan sesuatu padamu. beritahu aku".

"Itu tidak semudah yang kau pikirkan! Aku hanya ingin belajar dengan tenang!". Ujar Saleta.

Saleta pun semakin menangis menundukkan kepala merasa sangat takut.

"Setiap Xiaozi memperlakukan mu dengan buruk, aku akan berusaha ada di sana menghalanginya".

"Ku mohon, mulai detik ini jangan lagi menolongku dan biarkan aku sendiri!". Ujar Saleta dan langsung pergi meninggalkan Yovano di balkon kampus.

Saleta melangkah menuruni anak tangga balkon kampus untuk pergi ke kelasnya mengambil tasnya dan langsung meninggalkan kampus tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Saleta keluar dari gerbang kampus mengayuh sepedanya. Di sepanjang jalan Saleta merasa dirinya sangat menyedihkan hari ini karena di permalukan oleh Xiaozi dan di jadikan bahan lelucon oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi kampus. Saleta mengayuh sepedanya dengan sangat cepat agar ia segera tiba dirumahnya.

***

Saleta tiba di rumah dan segera masuk ke dalam rumahnya, saat ia hendak menutup pintu ia tersadar bahwa ia masih mengenakan kardigan yang di berikan oleh Yovano.

Saleta melepaskan kardigan nya dan meletakan di atas sofa. Kemudian, Saleta langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang telah basah kuyup karena di siram oleh Xiaozi.

"Mengapa aku sangat menyedihkan? Mengapa hidupku seperti ini? Aku tidak tahan lagi!". Ujar Saleta yang berdiri di depan cermin wastafel yang ada di dalam kamar mandinya.

Saleta menjerit dan menangis.

Setelah puas menangis, menjerit dan meratapi dirinya. Saleta menghapus air matanya dengan menggunakan telapak tangannya, saat ia mengusap kedua pipinya, kembali ia melihat telapak tangan kanannya yang ada bekas luka seperti di gambar bagaikan simbol.

Saleta terus melihat dan memperhatikan telapak tangannya, bentuk gambarnya cukup aneh dan membuat ia bingung. Saleta pun tersadar jika ia harus membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya.

...

Setelah itu ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menguntal di kepalanya, menggunakan kaos putih dan celana pendek.

Ia berjalan ke arah sofa dan duduk di sofa.

Saleta menyandarkan punggungnya pada sofa, ia memalingkan pandangannya ke arah bingkai foto dan mengambil bingkai foto mendiang Ayah dan Ibunya sambil memandanginya dengan punggung bersandar pada sofa dan kepala sedikit mendongak kearah langit-langit rumah.

Saleta menangis tanpa berbicara saat memandangi foto mendiang Ayah dan Ibunya. Kemudian ia memeluk foto itu dan memejamkan mata dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Sungguh ia merasa sedih pada kehidupannya, ia sangat merindukan Ayah dan Ibunya yang sampai saat ini jazadnya tidak bisa di temukan. Setiap kali ia merasa rindu, ia hanya mampu memandangi album foto dan berbicara dalam hati membayangkan Ayah dan Ibunya ada di sampingnya.

Saleta membuka matanya, menghapus air matanya dan meletakkan bingkai foto itu pada tempatnya. Ia tersadar dan melihat bahwa kardigan milik Yovano ada di sofa dan terletak tepat di sampingnya, jari-jari tangan Saleta menggapai kardigan itu dan memegang lembut kardigan itu sambil memandangi dan membayangkan Yovano yang telah dua kali menyelamatkannya.

...

***

...

Keesokan harinya..

Saleta berada di kampus dan duduk di kursi kelasnya, hari ini Saleta merasa tidak ada ancaman dari Xiaozi dan bisa belajar dengan tenang hingga mata pelajaran terakhir selesai..

~~~

Sebelum meninggalkan kelas, Saleta menghampiri meja Dosen Jace yang berada di depan kelasnya.

"Pak Jace, apakah ada kabar mengenai Amrita?".

"Belum Saleta, apakah Amrita tidak memberi kabar untukmu?".

"Tidak pak, hanya sekali saat dua hari lalu. Setelah itu saya mencoba menghubunginya. Namun, ponselnya tidak aktiv".

"Tenanglah Saleta, Amrita pasti baik-baik saja".

"Ba-baik pak, terima kasih banyak". Ujar Saleta dan berjalan lemas keluar dari kelasnya meninggalkan Dosennya.

Saleta berjalan perlahan memegangi tali tasnya melintasi lorong kampus dengan pikiran yang melamun mencemaskan Amrita.

Ia menuruni anak tangga pintu masuk utama kampus dan tak sengaja melihat Yovano yang sedang duduk di taman yang ada di depan kampusnya, Saleta pun berjalan menghampiri Yovano.

Langkah kakinya hampir sampai tepat di belakang Yovano yang sedang duduk, ia membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Hey, aku ingin mengembalikan kardigan mu ini". Ujar Saleta dari balik badan Yovano mengulurkan tangannya yang berisikan kardigan milik Yovano.

"Maaf jika kardigan mu sempat terbawa olehku kemarin". Ucap Saleta.

"Maaf juga karena aku berbicara kasar padamu kemarin, padahal kau sangat baik menolongku". Ujar Saleta. Saleta merasa sangat bingung karena Yovano tidak menjawab ujarannya sejak pertama Saleta berbicara,

"Apakah kau mendengarkan ku?". Ujar Saleta menepuk pundak Yovano, sontak Yovano terkejut dan membalikan badannya.

Ternyata Yovano sedang menggunakan headset sehingga tidak dapat mendengar apa yang di katakan oleh Saleta, Yovano pun melepaskan headset dari kedua telinganya dan berdiri dari duduknya menghadap Saleta.

"A-ada apa?". Tanya Yovano terkejut.

"Kau tidak mendengar ku karena menggunakan headset. Ini kardigan milikmu, aku hanya ingin mengembalikannya". Ujar Saleta mengambil tangan Yovano dan meletakan kardigan nya di atas telapak tangan Yovano, Yovano terdiam melihatnya.

"Terima kasih banyak dan maaf kalau kemarin aku sempat membentak dan berkata kasar". Ujar Saleta.

"Ya, tidak apa". Ujar Yovano dengan sikap dingin. Yovano pun meninggalkan Saleta tanpa banyak bicara dengan sikap yang sangat dingin.

Saleta terdiam melihat sikap Yovano.

"Aneh sekali, kemarin ia begitu sangat baik dan peduli. Sekarang ia menjadi sangat angkuh".

"Huh, entahlah". Ucap Saleta melihat perubahan sikap Yovano yang menjadi sangat dingin dan angkuh.

Ia pun membalikan badan dan berjalan ke arah parkiran dimana tempat sepedanya terparkir.

Dari balkon lantai dua kampus rupanya Xiaozi melihat Saleta yang menghampiri Yovano, tatapan Xiaozi sangat tajam dan tangannya mengepal sangat marah, seperti binatang liar melihat mangsanya.

...

Setelah mengambil sepedanya Saleta pun bergegas meninggalkan kampus karena hari ini adalah hari kembalinya ia bekerja.

***

Saat di tempat ia bekerja, ia mendapat kabar jika Kepala Restoran Mizuki tidak ada di Restoran itu karena sedang ada pekerjaan di luar kota. Saleta melihat keadaan Restoran jika tak ada pak Mizuki, Rina dan Rose sangat bersantai-santai dan tidak terlalu memperdulikan pekerjaannya. Sering kali menyuruh Saleta yang menjaga kasir menggantikan posisi mereka berdua, sedangkan Rina dan Rose asik bersantai di Ruang ganti seragam pegawai.

"Saleta, tidak seharusnya kau mau mengerjakan pekerjaan mereka". Ujar Lilia.

"Lilia benar, kau bukan budak mereka". Ujar Maira.

"Tak apa Lilia, Maira. sudah 3 hari ini aku di liburkan, jadi hari ini aku harus bekerja keras". Ujar Saleta.

Saat mereka berbincang-bincang, ada empat orang pelanggan masuk ke dalam Restoran. Maira pun meninggalkan Saleta dan Lilia untuk melayani pelanggan yang baru saja masuk.

"Saleta, bagaimana luka di telapak tanganmu?". Tanya Lilia mencemaskan Saleta.

"Aku merasa sudah sangat baik sekarang".

"Baguslah kalau begitu".

"Ya begitulah, tapi aku merasa heran".

"Apa yang membuatmu heran?".

"Lihatlah Lilia, luka itu meninggalkan bekas seperti baru saja di buat gambar tatto di telapak tanganku". Ujar Saleta menunjukan telapak tangannya pada Lilia.

"A-apa?! M-mana ku lihat". Ujar Lilia sangat terkejut dan segera melihat yang di tunjukan oleh Saleta. Lilia terdiam menyentuh bekas luka di telapak tangan Saleta.

"Bagaimana Lilia? Bukankah itu aneh?".

"Y-ya, kau benar. Ta-tapi mungkin saja itu bisa terjadi".

"Mungkinkah? Hmm..".

"Apa kau merasa sakit karena bekas luka ini?".

"Tidak, hanya saja pada saat itu aku merasa seperti terbakar. Setelahnya aku tidak merasakan apa-apa lagi".

"Baiklah, jika masih terasa sakit beritahu aku ya".

"Hey tenanglah, aku baik-baik saja". Ujar Saleta tersenyum meyakinkan Lilia bahwa dirinya baik-baik saja.

Melihat Lilia yang sangat mencemaskan dirinya, Saleta terlintas memikirkan Amrita dan seketika Saleta terdiam.

(Amrita, melihat rekan kerjaku mencemaskan ku, mengingatkanku pada dirimu yang sangat mencemaskan ku. Jangankan melihatku terluka, jika kau tau aku terlalu lelah pasti kau sudah memarahiku berjam-jam lamanya. Amrita dimanakah dirimu saat ini? aku sangat mencemaskan mu, apa yang sedang kau lakukan dan mengapa aku tidak boleh mengetahuinya? Mengapa kau juga menghilang?). Ucap Saleta dalam hati, Saleta pun meneteskan air mata.

Lilia melihat Saleta yang melamun dan meneteskan air mata.

"Saleta, ada apa? Mengapa kau menangis?".

"Umm..".

"Apa lukamu terasa sakit lagi?".

"T-tidak Lilia, aku hanya sedang mengingat sahabat baikku saat ku melihat kau begitu mencemaskan ku, dan ekspresi wajahmu sangat mirip dengannya di saat ia sedang mengkhawatirkan ku". Ujar Saleta menghapus air matanya dan tersenyum.

"Lalu dimanakah sahabat baikmu itu?". Tanya Lilia penasaran mendengar cerita Saleta.

"Entahlah, dia memberitahu ku jika dia baik-baik saja, tapi dia tidak memberitahu ku dimana ia sekarang".

"Apa kau sudah coba menghubungi nya?".

"Setiap hari aku selalu berusaha menghubunginya, namun ponselnya tidak aktiv, dia hanya memberiku kabar sekali saja lalu ia menghilang". Ujar Saleta memberikan ekspresi sangat murung.

"Tenanglah, mungkin ia sedang melakukan pekerjaan yang sangat sibuk". Ujar Lilia mengusap pundak Saleta.

Maira datang dan memberikan catatan pesanan dari pelanggan, Lilia dan Maira segera pergi ke dapur untuk memberitahu kepala koki terkait pesanan yang harus di siapkan.

Saleta tetap berada di meja kasir menjaga meja kasir karena Rina dan Rose tak juga kembali dari ruang ganti seragam pegawai.

***

Hari itu Saleta dan pegawai yang lain sangat sibuk karena pelanggan tidak berhenti terus berdatangan secara bergiliran hingga menit-menit jam kerja akan segera berakhir.

Pelanggan terakhir pun membayar di meja kasir dan pergi meninggalkan Restoran. Jam kerja pun telah berakhir seluruh pegawai membersihkan Restoran sebelum meninggalkan Restoran.

Setelah semua selesai. Saleta, Lilia dan Maira menuju ruang ganti seragam perempuan. Saat masuk kedalam ruang ganti, mereka melihat Rina dan Rose tertidur pada sofa yang ada di dalam ruang ganti.

Maira merasa kesal pada Rina dan Rose karena asik tidur tidak mengerjakan pekerjaannya pada hari ini, Maira pun sontak memukul bahu mereka bermaksud untuk membangunkan. Tapi tidak ada respon dari mereka karena mereka tertidur cukup pulas.

Akhirnya Maira dan Lilia memiliki rencana untuk tidak membangunkan mereka dan meninggalkan mereka berdua di ruang ganti seragam sampai esok hari. Saleta yang mengetahui rencana Maira dan Lilia hanya tertawa melihat kejahilan Maira dan Lilia, tak ada yg bisa Saleta lakukan selain melancarkan rencana Maira dan Lilia.

Mereka bertiga dan semua pegawai yang lain pun pergi meninggalkan Restoran juga meninggalkan Rina dan Rose yang masih tertidur di ruang ganti. Seluruh pintu Restoran telah di kunci oleh Maira dan kuncinya di bawa oleh Maira. Saleta, Lilia dan Maira pun melangkah meninggalkan Restoran.

"Aku tidak sabar melihat mereka berdua terkejut terkunci didalam Restoran semalaman penuh". Ujar Lilia.

"Hahaha.. Itu akan sangat menyenangkan saat kita mengetahuinya besok". Ujar Maira.

"Ta-tapi, apakah tidak keterlaluan meninggalkan mereka berdua?". Tanya Saleta yang sedikit merasa cemas pada Rina dan Rose.

"Saleta tenanglah, sesekali memberi mereka pelajaran agar mereka tidak mengulangi. Benarkan Lilia?".

"Ku rasa Maira benar, tenanglah Saleta".

"Hmmm..".

"Aku merasa kagum padamu Saleta, mereka berdua begitu sangat jahat kepadamu, tapi kau sangat baik mencemaskan mereka berdua". Ujar Lilia.

"Entahlah, oh ya aku duluan ya? Aku membawa sepeda dan aku parkir di sana, aku takut sepedaku menghalangi jalan di pintu belakang Restoran". Ujar Saleta.

"Baiklah Saleta, sampai jumpa besok". Ujar Lilia dan Maira.

Saleta Pun mengambil sepedanya yang terparkir tidak jauh dari Restoran. Lalu, ia segera mengayuh sepedanya untuk kembali pulang ke rumah. Disepanjang jalan Saleta mengingat cerita lucu yang terjadi hari ini, tentang tenangnya hari ini di kampus dan kejahilan Lilia bersama Maira terhadap Rina dan Rose.

Terpapar senyuman dibibir Saleta, seakan beban dan kesedihannya sedikit terhapus kan.

Tapi di dalam senyumannya itu, tak lepas dari rasa cemasnya terhadap Amrita yang sampai saat ini belum memberikan kabar.

Saleta pun mengayuh sepedanya dengan sangat cepat menuju ke rumahnya.

~~~

Sesampainya di rumah, Saleta langsung membersihkan seluruh badannya dari keringat lelahnya hari ini, lalu Saleta duduk di sofa sambil memakan kue buatannya yang cukup banyak pada beberapa hari kemarin yang semestinya ia berikan kepada Amrita namun tidak bisa ia berikan.

Saleta membuka ponselnya dan mencoba menghubungi Amrita. Pada saat itu sudah larut malam, tapi Saleta belum juga tertidur karena merasa sangat khawatir pada Amrita.

Beberapa kali ia berusaha menghubungi Amrita, tapi tetap saja ponsel Amrita tidak aktiv.

Saleta merasa sangat cemas pada hatinya, merasa takut sesuatu yang buruk terjadi pada Amrita.

Saleta menghentikan mulutnya yang mengunyah kue lalu berjalan perlahan masuk ke dalam kamarnya sambil melihat ke layar ponselnya. Ia duduk ditepi ranjangnya, mengangkat kedua kakinya ke atas ranjang dan menyandarkan punggungnya pada bantal yang ia tumpuk menjadi seperti sandaran sofa.

Saleta pun mencoba menghubungi Amrita sekali lagi sebelum ia tertidur.

(Tuuutt.. Tuuuttt.. )

Saleta mengangkat badannya dari sandarannya saat mengetahui bahwa teleponnya terhubung..

"Amrita, ku mohon angkatlah telepon ku. Aku sangat mencemaskan mu". Ujar Saleta.

Sayangnya Amrita tidak menjawab telepon darinya, membuat ia merasa sangat bingung.

Saleta pun berfikir jika Amrita mungkin sedang beristirahat dan ia memutuskan untuk menghubungi Amrita besok. Saleta pun merebahkan badannya dan menutupi badannya menggunakan selimut. Lalu, ia pun tertidur.

***

Hari telah berganti, malam di ganti dengan pagi. Hari ini Saleta libur kuliah, merasa memiliki kesempatan baginya untuk bisa bangun pada siang hari.

Saleta tak menghiraukan sinar mentari pagi yang menebus masuk melalui jendelanya menyorot wajahnya, ia memindahkan posisi wajahnya ke arah yang tidak bisa di sorot sinar matahari dan melanjutkan tidur nyenyak nya.

~

Waktu telah berlalu, pagi pun telah terlewatkan.

jam menunjukkan pukul 11:15AM.

Saleta pun terbangun dari tidurnya, tangan-tangan nya bergerak perlahan mengulet dari tidurnya.

"Waah, selamat pagi. Hari ini tidurku cukup nyenyak. Seminggu sekali aku hanya bisa merasakan bangun siang begini". Ujarnya sambil merentangkan kedua tangannya di atas ranjang.

Saleta bangun dari tidurnya dan duduk ditepi ranjangnya, saat melihat seluruh kamarnya, ia sangat terkejut.

"A-apa yang terjadi?". Ujarnya terkejut melihat sekeliling kamarnya yang sangatlah berantakan.

Saleta berdiri di samping ranjangnya

"Apakah aku melakukan sesuatu? Apakah aku mengigau? Apakah tadi aku sempat terbangun?". Tanyanya memukul-mukul kepalanya dengan telapak tangannya berusaha mengingat apa yang terjadi.

Saleta melihat sekeliling kamarnya, sangat berantakan. Baju-baju di dalam lemarinya keluar dari lemari dan berantakan di lantai, bahkan ada beberapa yang tersangkut pada pembatas tirai jendelanya, bantal-bantalnya berserakan di lantai dan peralatan make-up di meja riasnya berjatuhan ke lantai. Saleta merasa sangat terkejut karena seperti ada angin tornado yang mengobrak-abrik kamarnya.

Pikiran Saleta semakin kacau, ia curiga bahwa ada pencuri yang masuk ke dalam rumahnya, Saleta pun keluar dari kamarnya dan mengecek seluruh jendela dan juga pintu depan rumahnya. Tapi ternyata seluruh jendela dan pintu rumahnya masih terkunci rapat.

Saleta mulai merasa ketakutan, pikirannya memikirkan hal yang aneh-aneh, ia kembali memukul-mukul kepalanya berusaha mengingat apa yang terjadi sampai membuat rumahnya berantakan, karena berusaha keras memaksa mengingat apa yang terjadi padanya, Saleta pun merasa sangat pusing pada kepalanya hingga pandangannya buram, badannya melemah, lalu ia terjatuh tak sadarkan diri didekat sofa yang terletak dekat dengan bingkai foto mendiang Ayah dan Ibunya.

~~~

Saleta tidak sadarkan diri dalam waktu empat jam.

Tiba-tiba matanya terbuka dan mulai tersadar dari pingsannya.

"Kepalaku sangat pusing". Ujarnya yang bangun perlahan dari pingsannya.

"Mengapa aku tertidur di lantai?". Tanyanya bingung.

Sontak ia mengingat apa yang tejadi sebelum ia tak sadarkan diri.

Tanpa berpikir panjang, Saleta segera merapikan seluruh barang-barang yang berantakan. Ia pun melihat kearah jam yang ternyata sudah menunjukan pukul 05:50PM setelah ia selesai merapikan seluruh barang-barang yang berantakan. Tak ada lagi waktu yang bisa ia kejar untuk pergi bekerja, terlebih lagi ia kelelahan setelah merapikan rumahnya.

Saletapun menghubungi Pak Mizuki Kepala Restoran untuk meminta izin tidak masuk kerja pada hari ini. Beruntungnya Pak Mizuki mengerti keadaan Saleta saat ini walaupun Saleta merasa sangat bersalah.

Setelah semua telah ia selesaikan, ia bersandar di sofa sambil makan, ia baru sampat makan pada sore ini karena ia kehilangan kesadarannya selama empat jam dan langsung merapikan seluruh rumahnya yang berantakan. Tak tau apa yang terjadi, rumahnya seperti di masuki pencuri yang mengobrak-abrik rumahnya. Namun, tak ada tanda-tanda ada seseorang yang masuk ke dalam rumahnya selain dirinya.

Selesai makan, Saleta mencuci piringnya pada wastafel dapur, setelah ia hendak menaruh piring ia merasa heran pada bekas luka di telapak tangannya karena ukuran gambar yang seperti simbol itu sedikit melebar. Saleta pun mengamatinya. Memandangi telapak tangannya depan dan belakang.

Pandangan matanya tak lepas dari bekas luka itu, ia berjalan ke arah sofa dan duduk disofa.

"Memang fakta atau hanya perasaanku saja kalau bekas luka ini melebar?". Ujarnya merasa heran mengamati secara detail dan terus membalikan telapak tangannya.

"Mungkin hanya perasaanku saja". Ujarnya tak ingin semakin pusing.

Hari yang aneh itupun telah berlalu, hari berganti menjadi malam. Cerita baru akan di mulai pada esok hari, entah apalagi yang akan terjadi pada kehidupan Saleta.

Sesungguhnya ia hanya ingin merasakan kehidupan yang sewajarnya seperti orang-orang yang lainnya.

Malam itu Saleta jatuhkan tubuhnya di atas ranjang memandang keluar jendela melihat banyaknya bintang yang bertaburan di langit, matanya berkaca-kaca seakan menahan beban yang tak sanggup ia pikul. Seringkali ia merasa lelah dalam kehidupannya, terkadang ia merasa hidupnya begitu mengasikan, terkadang juga ia merasa hidupnya bagai di neraka.

"Ayah, Ibu.. Aku sangat merindukan kalian". Ujarnya sambil melihat bintang dan memejamkan mata pada tangisan yang mengalir di pipi.

(To be Continue)

avataravatar
Next chapter