5 Know Myself

Keesokan harinya saat pagi telah tiba..

Saleta membuka kedua matanya, ia terkejut karena telah berada di ranjang kamarnya dengan keadaan yang normal walaupun ada luka beberapa di bagian tubuh dan wajahnya. Jelas Saleta sangat mengingat kejadian semalam, hanya saja ia melupakan beberapa kejadian yang terjadi.

Terakhir kali ia mengingat bahwa seseorang telah menyelamatkan dirinya. Ia merasa sangat beruntung dan juga sangat penasaran.

Saleta bangun dari ranjangnya dan berdiri di depan cermin wastafel di kamar mandinya, menatap wajah dan dirinya yang penuh memar. Sesaat dia terkejut bahwa pakaiannya telah berganti dari yang sebelumnya ia kenakan.

(Si-siapa yang menggantikan pakaianku?). Tanyanya pada diri sendiri.

"Ti-tidaaaak!". Ujarnya teriak di depan cermin.

Dalam pikirannya, pria itulah yang telah menggantikan pakaiannya. Sontak ia memeriksa seluruh tubuh dan pakaian yang saat ini ia kenakan dengan meraba perlahan ke seluruh bagian tubuh.

"A-ah". Ujarnya merasa sakit saat menyentuh punggungnya.

Saleta segera memeriksa punggungnya didepan cermin.

"Ta-tanda apa ini?". Ujarnya heran saat melihat keadaan punggung nya yang terdapat seperti bekas cengkraman berwarna hitam.

Saleta berusaha mengingat dengan sangat keras apa saja yang telah terjadi padanya saat kejadian malam itu.

~~

Hari ini Saleta merasa sangat tidak enak badan dan tidak ingin pergi ke kampus ataupun bekerja, ia tetap tinggal di rumah dan mencoba menenangkan pikirannya dari kejadian semalam. Ia berusaha melakukan hal-hal yang bisa membuat dirinya lupa dari kejadian buruk itu.

Saleta pun keluar dari pintu rumah memandang bunga-bunga di pekarangan rumahnya.

Saleta melihat salah satu bunganya layu, lalu ia menyentuh bunga yang telah layu itu, kemudian ia berjalan perlahan melihat bunga-bunga yang lain. Lalu, ia kembali melangkah ke dalam rumahnya.

Ia merasa tak bisa kendalikan dirinya dari kejadian semalam walaupun telah menghibur dirinya, Saleta pun berdiam diri di kamarnya hingga larut malam.

Saleta tidak keluar rumah semenjak kejadian itu..

Saleta selalu terbayang-bayang akan kejadian yang telah menimpanya pada saat itu. Tak keluar rumah, ke kampus ataupun bekerja. Ia memberi kabar kepada Dosen Jace untuk meminta izin beberapa hari dengan alasan mempunyai urusan penting dan Saleta pun juga meminta izin kepada Pak Mizuki dengan alasan yang sama. Saleta hanya berdiam diri di kamar merenung sendirian dan menangis.

(A-apa yang telah terjadi dalam kehidupanku? mengapa harus terjadi padaku?

kenapa harus aku? MENGAPA HARUS AKU?!). Ujarnya menangis duduk di lantai memeluk kedua kakinya yang tertekuk, bagian paha menempel pada dada dan perut, dagunya bersandar pada kedua lututnya.

Saleta mengangkat dagunya melihat ke seluruh tubuhnya, ia menangis tak terkendali kemudian memukul seluruh tubuhnya dengan air mata yang mengalir.

(Aaaaaaaaa! Aku membenci diriku! aku membenci diriku!). Ujarnya sambil memukul seluruh tubuhnya.

Dalam bayangannya, pria yang telah menyelamatkannya telah berbuat sesuatu padanya. Karena saat ia terbangun seluruh pakaiannya telah terganti dari pakaian yang sebelumnya ia kenakan saat kejadian itu.

***

Satu minggu kemudian..

Saleta kembali bangkit dari keterpurukannya.

Ia kembali beraktivitas, kembali kuliah dan kembali bekerja.

Apa yang telah terjadi tak bisa di ulang kembali. Namun, ia percaya bahwa masih ada kesempatan untuk di perbaiki.

"Pak, apakah Amrita belum kembali ke kampus?". Tanya Saleta kepada Dosen Jace.

"Belum, ia juga belum memberikan kabar pada pihak University". Ujar Dosen Jace.

"Apa yang telah terjadi pada Amrita sehingga ia pergi tanpa meninggalkan jejak seperti ini". Gumam Saleta merasa heran.

"Kalau kau, urusan apa yang kau miliki hingga meminta izin untuk cuti satu minggu lebih?". Ujar Dosen Jace.

"Huh?.. Hmm a-aku?". Ujar Saleta gugup, ia tidak mau menceritakan apa yang telah menimpanya pada siapapun.

"Iya, kau..".

"Maaf pak sepertinya saya harus segera pulang". Ujar Saleta memberikan alasan untuk menghindari pertanyaan Dosen Jace yang mungkin akan semakin jauh.

Saleta pun melangkah menjauh dari Dosen Jace dengan raut wajah yang berpikir tentang Amrita

Saleta merasa sangat bingung mengapa Amrita belum juga memberikan kabar dan kembali beraktivitas.

(Apa yang sebenarnya terjadi pada Amrita?).

Pertanyaan yang selalu hadir pada benak Saleta tentang Amrita.

***

Saleta tiba di rumahnya, ia merasa bingung apa yang harus ia lakukan. Tiba-tiba telapak tangan kanannya yang terdapat gambar seperti simbol mengeluarkan cahaya merah pudar dan memberikan reaksi panas seperti terbakar. Kemudian, dari gambar simbol itu mengeluarkan darah. ia mulai tak terkendali akibat rasa panas yang ia rasakan hingga menyenggol beberapa benda di rumahnya hingga terjatuh ke lantai.

Saleta semakin kacau tak dapat mengendalikan, ia berjalan perlahan dengan tubuh tak terkendali menuju kamar mandinya.

Tanpa berfikir panjang, Saleta memasukan tangannya yang bercucuran darah dan reaksi panas ke dalam bak mandinya.

"Aaaah". Teriak Saleta dan menangis.

Beberapa menit setelah ia memasukan tangannya ke dalam air, perlahan reaksi terbakar pada tangannya berkurang sedikit demi sedikit dan Saleta pun mulai terkendali.

10 menit kemudian, ia mengangkat tangannya dari dalam air, merasa jika tangannya sudah membaik.

"Darahnya sudah tidak keluar, cahaya pudar itu hilang. Tapi, bekas luka itu melebar". Gumamnya saat melihat telapak tangan kanannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada luka ini? cahaya apa yang terpancar tadi? mengapa rasanya seperti terbakar sangat hebat?".

Saleta merasa amat sangat bingung dan tidak mengerti mengapa lukanya memberikan efek samping sesakit ini, hanya karena terkena pecahan piring mampu meninggalkan bekas luka hingga menjalar lebar.

~~~

Saleta merasa lebih baik di jam-jam berikutnya, ia pun berniat memaksakan dirinya agar kembali bekerja. Mengingat ia telah meminta izin selama 10 hari tidak masuk kerja untuk menenangkan pikiran dari kejadian sebelumnya.

***

"Hey, sepertinya Ratu kita telah kembali". Celoteh Rina pada seluruh pegawai wanita saat berada di ruang ganti.

"Meminta izin berhari-hari dengan seenaknya. Lalu, kembali bekerja dengan seenaknya". Ucap Rose.

"Kalau saja kita yang melakukan seperti yang ia lakukan, pasti Pak Mizuki langsung memecat kita". Ujar Rina.

"Entah bagaimana cara ia menggoda dan merayu Bos kita hingga di berikan perlakuan sangat istimewa seperti ini". Ujar Rose menatap tajam pada Saleta dengan satu alis yang menaik.

Rina dan Rose keluar meninggalkan ruangan itu.

"Sudahlah, Saleta jangan dengarkan ocehan mereka berdua". Ujar Lilia.

"Benar, mereka hanya merasa iri padamu". Ujar Maria merangkul bahu Saleta.

Mereka bertiga segera bergegas pada posisi pekerjaannya.

Hari ini Saleta melakukan pekerjaan seperti saat sebelumnya, tidak ada kesalahan yang ia lakukan pada pekerjaannya, semua berjalan dengan sangat baik. Namun, pada sore hari Saleta tidak melihat Pak Mizuki ada di Restoran ataupun ruangannya, Lilia dan Maria berkata bahwa Pak Mizuki sudah 3 hari tidak datang ke Restoran karena ada urusan mendadak di luar kota. Sebab itulah Rina dan Rose sering kali bertindak semau mereka.

~~~

Malam hari pukul 21:00, satu jam sebelum waktu bekerja usai.

"Apa kabar semuanya? Bagaimana keadaan Restoran belakangan ini?". Ujar Pak Mizuki yang tiba-tiba datang ke Restoran.

"Selamat datang Pak Mizuki, keadaan restoran sangatlah baik. Saya telah mengatur semua pegawai". Ujar Rina mencari perhatian dari Pak Mizuki yang baru saja datang.

"Hanya saja, Saleta yang baru bekerja beberapa bulan ini setelah meminta izin baru saja masuk kerja hari ini. Ia sangatlah tidak tekun dalam pekerjaan ini". Ujar Rose dengan tatapan mata yang menghina ke arah Saleta.

"Saleta apakah kau sudah pulih dari sakit mu?". Tanya Pak Mizuki menghampiri Saleta yang berdiri di belakang Rina dan Rose.

"Maafkan saya sebelumnya Pak, karena saya meminta izin yang begitu sangat lama. Keadaan saya saat ini sudah pulih dari sakit yang saya rasakan kemarin". Ucap Saleta menundukkan kepala.

"Baguslah kalau begitu". Ujar Pak Mizuki menepuk bahu Saleta.

"Apakah dinas anda di luar kota telah selesai Pak?". Tanya Lilia kepada Pak Mizuki.

"Saya rasa masih akan ada tugas yang harus saya selesaikan. Tapi, untuk beberapa hari ke depan saya ada di Restoran ini bersama kalian seperti sebelumnya". Ujar Pak Mizuki.

"Baguslah kalau begitu Pak, karena saya sudah tidak tahan lagi melihat dua orang yang berlagak seperti seorang bos dan memperlakukan kami seperti ajudan mereka. Lihatlah sekarang setelah bos asli kami datang, dua orang itu sangat mencari perhatian agar anda merasa bahwa mereka berdua bisa di andalkan". Ujar Maria memberikan sindiran pada Rina dan Rose.

Rina dan Rose memberikan tatapan yang begitu tajam pada Maria, dahi mereka berkerut seakan menyimpan emosi yang tidak dapat di keluarkan. Maria dengan keberanian yang ia miliki dan sifatnya yang sangat tomboy tidak merasa khawatir dan takut dengan apa yang akan di perbuat oleh Rina dan Rose.

Mereka pun saling memberi tatapan yang sangat tajam, seakan berseteru melalui bahasa tubuh.

"Sudahlah, saya akan pergi ke Ruangan saya". Ujar Pak Mizuki yang bolak-balik melihat perseteruan lewat tatapan dari Maria kepada Rina dan Rose begitu juga sebaliknya.

"Baik Pak, anda beristirahatlah dulu". Ujar Rose.

"Terimakasih Rose, oh iya Lilia. Ikutlah dengan saya, ada hal penting yang harus saya bicarakan dan bagi yang lainnya silahkan lanjutkan pekerjaan kalian". Ujar Pak Mizuki memberitahu pada Lilia, Pak Mizuki pun bergegas menuju ruangannya.

"Baik Pak". Tutur Lilia yang mengikuti langkah Pak Mizuki dari belakang menuju ruangannya.

"Ada apa antara Bos dan Lilia?". Tanya Rose kepada Rina.

"Aku juga tidak tahu, aneh sekali. Pak Mizuki selalu saja berbicara pada Lilia, entah apa yang mereka bicarakan. Namun, tidak ada tanda-tanda yang aneh dari keduanya". Jawab Rina

"Kenapa? Apakah kalian tidak merasa senang karena Bos lebih memilih Lilia untuk berbicara di banding berbicara dengan kalian?". Celoteh Maria kepada Rina dan Rose.

"Kau selalu saja mengacau!". Ujar Rose.

"Lihat saja nanti, apa yang akan kita lakukan terhadapmu!". Ucap Rina.

"Silahkan lakukan apa saja yang ingin kalian lakukan!". Ujar Maria membentak mereka.

"Lihat saja nanti!". Ujar Rose.

"Maria, ke dengarannya Rendy, Jems dan Deril membutuhkan kita. Ayo segera bantu mereka". Ujar Saleta berusaha menghalangi perdebatan mereka.

"Hmmm". Gumam Maria.

"Sudahlah Maria, tidak ada gunanya berdebat. Lebih baik kita selesaikan pekerjaan kita". Ucap Saleta mendorong bahu Maria perlahan untuk meninggalkan Rina dan Rose.

~~~

Sementara itu di Ruangan Pak Mizuki..

"Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa bisa seperti itu?". Ujar Lilia terkejut dengan yang di jelaskan oleh Pak Mizuki beberapa menit yang lalu.

"Aku juga tidak mengerti Lia, keadaan di sana sangat kacau". Ujar Pak Mizuki.

"Apakah tidak dapat di tangani?".

"Keadaannya sangat buruk". Ujar Pak Mizuki menekan dahinya merasa sangat bingung.

"Bagaimana cara kita mengatasinya?".

"Aku juga sangat bingung, aku harus segera menghubungi dan memberitahukan kepada yang lainnya".

"Segeralah, jangan sampai semakin kacau". Ujar Lilia.

Entah situasi genting apa yang sedang di alami oleh pak Mizuki dan Lilia. Pembicaraan mereka sangatlah tegang diruangan itu.

~~~

Malam itupun telah usai, semua pegawai kembali ke rumah mereka masing-masing untuk beristirahat. Begitupun dengan Saleta yang harus segera beristirahat karena esok pagi ia harus pergi kekampus.

***

Keesokan harinya..

Pagi-pagi sekali Saleta telah tiba di kampus, masih ada waktu 45menit sebelum pelajaran pertama di mulai. Saleta duduk di bangku taman kampus yang berada dekat kolam kampus. Ia menikmati roti isi selai cokelat yang telah ia siapkan dari rumah untuk bekalnya.

Cuaca pagi itu mendung dan udaranya sangat sejuk, rambut-rambut Saleta terhempas perlahan oleh angin yang bertiup, Saleta pun mengikat rambutnya agar tidak berantakan karena terpaan angin.

"Ku rasa lebih cocok bila rambut panjangmu terurai". Ujar seseorang dari belakang yang tiba-tiba menarik ikatan rambut Saleta hingga rambutnya terurai kembali.

Saleta melihat ke belakang, ke arah seseorang yang berbicara dan menarik ikat rambutnya.

"Benar kataku, terurainya rambutmu membuatmu terlihat sangat cantik".

"Umm..". Ujar Saleta dengan mulut yang di penuhi oleh roti, ia pun terkejut saat melihat kearah belakang.

Ternyata Yovano yang telah menarik ikat rambutnya.

"Bolehkah aku duduk di sampingmu?".

"Umm.. bo-boleh". Ujar Saleta berusaha menelan roti yang ada pada mulutnya.

Yovano berjalan memutari bangku dan duduk di samping Saleta, ia tersenyum melihat Saleta yang pipinya gendut karena penuh di isi roti.

"Makanlah pelan-pelan, jangan sampai kau tersedak".

"He.. Te-". Ujar Saleta terputus.

(Uhuk.. uhuk). Saleta batuk karena tersedak roti yang di kunyahnya.

Yovano segera memberikan minuman pada Saleta dan Saleta dengan cepat mengambil minuman itu dan meminumnya.

"Sudah ku bilang bukan? Pelanlah sedikit, tak perlu gugup". Ujar Yovano tertawa melihat Saleta.

"Hehehe..". Saleta tertawa merasa sangat malu dan canggung.

"Kau ini sangat lucu dan polos ya". Ujar Yovano menepuk bahu Saleta.

Mendapatkan tepukan di bahu dari Yovano, seakan memori ingatan pada otak Saleta memutar kembali dengan kejadian yang ia alami saat itu.

(Tepukan ini sangat mirip dengan pria yang..). Ujarnya dalam hati sambil melamun.

"Hey, apa yang sedang kau pikirkan?". Ujar Yovano menatap wajah Saleta yang sedang melamun.

"Ti-tidak!". Ujar Saleta yang tersadar dari lamunannya dengan spontan membentak Yovano.

"Apa yang terjadi? Mengapa kau membentakku?".

"Ma-maafkan aku". Ujar Saleta merapikan kotak makannya dan buru-buru meninggalkan Yovano.

"Apakah aku membuat kesalahan?". Teriak Yovano dari belakang Saleta.

Saleta merasakan hal aneh, kembali lagi ia mengingat kejadian yang amat menyakitkan baginya, tentang kehancuran yang terjadi pada hidupnya. Seakan tepukan itu membangkitkan kembali luka yang berusaha ia lupakan.

Saleta berjalan dengan sangat cepat menjauhi taman dan Yovano.

(Mengapa aku merasa tepukan itu sangat mirip? Mungkinkah Yovano? Atau hanya kebetulan saja?). Tanya nya dalam hati.

(Tidak mungkin kalau pria itu Yovano, mengapa aku sangat kejam berprasangka buruk kepadanya? Padahal ia telah sering menolongku). Ujarnya dalam hati dengan perasaan menyesal. Saleta menundukan kepala dan berjalan perlahan di lorong kampus.

~~~

Tiba-tiba seseorang menghentikan langkah Saleta dengan berdiri di hadapannya.

"Hey, Saleta. Aku membuat acara party untuk seluruh anak kampus karena besok malam adalah hari ulang tahun ku. Aku ingin kau datang pada hari itu". Ujar Xiaozi menahan langkah kaki Saleta saat berjalan di lorong kampus.

"A-ku?".

"Iya, kau. Aku mengundang mu untuk hadir, jangan sampai terlambat. Hari minggu Pukul 20:00".

"Ba-baiklah".

"Ingatlah jangan sampai tidak datang. Ini alamat tempat ulang tahunku.". Ujar Xiaozi meninggalkan Saleta setelah mengundangnya.

(Aneh sekali, mengapa ia menjadi baik padaku?). Tanya Saleta dalam hati sambil melihat kertas yang di berikan padanya.

Ia merasa sangatlah bingung dengan sikap Xiaozi yang berubah menjadi sangat baik pada dirinya dan mengundangnya datang ke pesta ulang tahunnya. Saleta tak memiliki pikiran buruk, dalam pikirnya mungkin Xiaozi telah berubah dan menyadari kesalahannya.

***

Esok harinya saat pukul 19:00. Beruntung hari ini juga adalah hari libur Saleta bekerja, jadi Saleta memiliki waktu luang untuk hadir pada pesta ulang tahun Xiaozi. Saleta keluar dari kamarnya, terlihat sangat anggun. Ia mengenakan gaun putih dengan panjang selutut dan bagian tangan berenda, ia juga mengenakan high heels berwarna hitam dengan manik-manik mengkilap, rambutnya di sanggul dan di biarkan beberapa helai terurai pada kedua pelipisnya.

Make up yang ia riaskan pada wajahnya terlihat begitu sederhana, matanya yang berwarna biru memancarkan cahaya yang melengkapi kecantikannya, ia mengoleskan lipstik merah muda pada bibirnya, di tambah lagi dengan memakai kalung liontin bentuk bulan sabit dan gelang rantai berbandul bulan sabit peninggalan dari mendiang ibunya.

Setelah ia selesai bersiap, ia mengambil tas pestanya dan tak lupa untuk membawa kado yang telah ia siapkan untuk Xiaozi. Saat ia hendak mengambil kado dari atas meja, ia melihat kearah telapak tangannya terdapat bekas luka yang melebar hingga ke seluruh telapak tangan bagian atas, sejenak ia terpanah melihat tangannya itu.

(Bekas luka ini, aku harus menutupinya). Ujarnya dalam hati.

Ia pun kembali ke kamar untuk membalut bekas luka itu menggunakan sarung tangan berwarna hitam sebelum berangkat.

Saleta keluar dari rumahnya dan mengunci pintu rumahnya, lalu ia meninggalkan rumahnya. Saleta berjalan perlahan melalui gang rumahnya agar bisa sampai di tepi jalan untuk mencari taksi, tak lama kemudian ia berdiri tepat di tepi jalan.

(Tiin.. Tinn..).

Suara klakson mobil yang berhenti tepat di depannya.

Saleta melihat kedalam mobil saat orang yang mengendarai mobil membuka kacanya mobilnya.

"Hey Saleta".

"Hey, Yovano".

"Ayo pergi bersama".

"Apakah tidak apa?".

"Ayo naiklah".

Saletapun naik ke dalam mobil Yovano dan pergi bersama Yovano.

Saleta duduk pada kursi di samping kursi kemudi yang di duduki oleh Yovano, suasana menjadi hening karena kecanggungan.

Di sepanjang jalan tak ada pembicaraan yang terlontarkan dari mulut mereka berdua. Jalan utama yang mereka lalui cukup macet hingga laju mobil berjalan perlahan-lahan.

"Hmm, aku sangat bosan dengan kemacetan seperti ini". Ujar Yovano.

"Aku pikir, mungkin hanya macet sampai depan jalan sana. Jadi bersabarlah". Ucap Saleta memberikan senyuman manis pada Yovano.

"Hey, ngomong-ngomong malam ini kau sangat cantik Saleta". Ujar Yovano memandangi Saleta yang berada di sampingnya.

"Ah, tidak seperti itu". Ujar Saleta tersipu malu.

(Haruskah aku kembali memujinya yang malam ini sangat terlihat tampan menggunakan kemeja putih dan jas hitam? Tidak,tidak,tidak). Ucap Saleta dalam hati.

"Sungguh, kau sangat cantik".

"Kau membuatku malu".

"Hehehe.. Kenyataannya memang seperti itu".

"Oh ya, bagaimana jika nanti Xiaozi lihat kita datang bersama? Aku akan mendapat masalah besar nantinya". Ucap Saleta mengingat bahwa Xiaozi adalah kekasih Yovano.

"Saleta, sesungguhnya aku bukanlah kekasihnya". Ujar Yovano.

"Bagaimana mungkin? Xiaozi bilang jika kau adalah kekasihnya".

"Tidak seperti itu, ia adalah satu-satunya teman dekatku. Xiaozi yang menjagaku saat aku terluka dulu dan saat pertama kali aku di utus ke tempat ini".

"Terluka? Diutus? Apa maksudmu?".

"Iya maksudku adalah saat pertama kali aku pindah ke kota ini, ceritanya begitu panjang. Mungkin, kau tidak akan mengerti". Ujar Yovano sambil menatap Saleta dan kembali menatap ke depan jalan.

"Cobalah ceritakan". Ujar Saleta yang sangat penasaran.

"Baiklah jika kau memaksa. Aku datang ke kota ini memiliki sebuah tujuan tapi itu adalah rahasiaku. Saat pertama kali aku datang keadaanku sudah terluka parah karena berhadapan dengan se kelompok orang yang tidak dapat ku kalahkan karena tubuhku telah melemah, saat aku berjalan pada sebuah gang aku merasa jika aku akan mati di sana dan aku tak bisa melaksanakan tujuanku. Aku terjatuh sekarat. Namun, ketika aku bangun pada esok paginya. Aku berada di rumah sakit dan ternyata Xiaozi lah yang telah membantuku. Aku berhutang budi padanya. Setiap ia berada dalam kesulitan, selama ini aku telah hadir untuknya. Setiap ia berkelakuan kekanak-kanakan aku tak pernah mau ikut campur pada urusannya asal dia merasa bahagia".

"Tapi, mengapa kau menolongku saat ia menjahili aku?".

"Entahlah... Aku hanya merasa kali ini ia sangat keterlaluan".

"Aku merasa sangat takut, mungkin Xiaozi akan membully ku lebih parah dari sebelumnya karena mengetahui hari ini aku datang bersamamu".

"Tenanglah Saleta, kapanpun ia melakukan sesuatu padamu, aku akan ada di sana menyelamatkanmu. Aku rasa juga sudah cukup untuk membalas budi padanya". Ujar Yovano menenangkan Saleta.

Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan perbincangan-bincangan kecil selama perjalanan.

~~~

Mereka tiba di depan rumah Xiaozi. Yovano memarkirkan mobilnya sebelum akhirnya mereka berdua turun dari mobil itu.

"Xiaozi, lihatlah. Yovanomu telah datang". Ujar Gaby teman Xiaozi.

"Aku yakin malam ini Yovano akan menyatakan cintanya padaku". Ujar Xiaozi dengan rasa percaya diri.

Xiaozi dan Gaby pun menghampiri mobil Yovano dan berdiri tepat di depan pintu kemudi yang di duduki Yovano. Lalu, Yovano membuka pintu mobilnya dan turun dari mobil yang ia kendarai nya. Seakan tak menghiraukan Xiaozi, Yovano berjalan memutari kap depan mobil ke arah pintu penumpang yang di duduki oleh Saleta. Yovano membukakan pintu mobilnya untuk Saleta dan Saleta turun bersamanya.

"Kau?!!!". Ujar Xiaozi terkejut saat melihat Saleta keluar dari pintu penumpang.

"Xiaozi, aku bertemu Saleta saat di perjalanan. Jadi, aku mengajaknya pergi bersama. Aku rasa ia juga tidak tau arah menuju rumahmu, akan lebih baik jika dia bersamaku". Ujar Yovano.

"Ma-maaf kan a-aku". Ucap Saleta terbata-bata kepada Xiaozi.

"Dasar menyebalkan, ayolah segera masuk. Sebentar lagi acara akan di mulai". Ujar Xiaozi yang langsung meninggalkan Yovano, Saleta dan Gaby.

"Hey Xiaozi tunggu aku!". Ujar Gaby yang menyusul Xiaozi.

...

"Sepertinya ia sangat marah padaku". Ujar Saleta.

"Tenanglah, apa kau lihat tadi dia biasa saja menanggapiku?". Ucap Yovano meyakinkan Saleta.

"Ayo kita ke sana". Ucap Yovano.

Saleta dan Yovano pun masuk ke dalam rumah Xiaozi.

Pesta ulang tahun Xiaozi pun akan segera di mulai, di sana terlihat banyak mahasiswa dan mahasiswi Ballencia University, Saleta juga mengenal beberapa orang yang hadir pada pesta itu. Sebelum pemotongan kue semua tamu yang hadir menghampiri Xiaozi satu persatu memberikan kado untuk Xiaozi, begitupun dengan Saleta yang telah menyiapkan kado untuk di berikan pada Xiaozi.

"Selamat ulang tahun untukmu". Ujar Saleta pada Xiaozi dengan memberikan kado yang telah ia siapkan.

"Terimakasih karena bersedia hadir dan terimakasih juga untuk kadonya". Ucap Xiaozi dengan lemah lembut seakan tidak marah dengan Saleta karena datang ke pesta itu bersama Yovano.

"Silahkan Saleta cicipi beberapa makanan yang telah di siapkan untuk para tamu". Ujar Xiaozi menuntun Saleta pada meja hidangan.

Setelah sampai pada meja hidangan, Xiaozi pun kembali pada posisinya untuk menerima tamu yang lain.

"Saleta, tetaplah dekat denganku. Jangan pergi jauh-jauh dari hadapananku ya?". Ujar Yovano yang tiba-tiba datang pada Saleta yang sedang mencicipi hidangan.

"Memangnya kenapa?".

"Tidak, agar aku bisa menjagamu di saat kau membutuhkan ku".

"A-aku bisa menjaga diriku, tenanglah". Ucap Saleta meyakinkan Yovano.

Tak lama kemudian Xiaozi memberi pengumuman agar seluruh tamu berada di hadapannya segera. Karena, ia akan segera memotong kuenya dan memulai pestanya. Semua para tamupun mendekat di hadapan Xiaozi termasuk Saleta dan Yovano, setelah itupun mereka mulai berpesta dengan di aluni musik disco. Pesta itu sangat meriah, tak di sangka Xiaozi juga menyiapkan banyak bir untuk para tamu agar memeriahkan pestanya.

"Hey Yovano, ini untukmu bir kesukaanmu. Minumlah!". Ujar Xiaozi memberikan gelas berisi bir kepada Yovano.

Kala itu Saleta sedang duduk di bagian belakang para tamu dan mencicipi hidangan pesta, sedangkan Yovano sedang mengobrol dengan teman sekelasnya dan mengambil minuman di meja bagian depan.

"Terimakasih Xiaozi". Ujar Yovano.

"Nikmatilah". Ujar Xiaozi, ia pun memberikan pandangan mencari-cari sesuatu.

Setelah ia melihat apa yang cari telah ia temukan, ia perlahan mendekatinya dan meninggalkan Yovano.

Ia pun melihat Xiaozi yang celingak-celinguk mencari sesuatu.

Tetapi Yovano tak berkata apapun agar Xiaozi tidak curiga jika Yovano memperhatikan nya. Yovano hanya takut jika Xiaozi melakukan hal buruk pada Saleta.

Yovano melihat Xiaozi menghampiri Saleta, ia tetap memperhatikannya.

"Hey Saleta, minumlah bersamaku". Ujar Xiaozi memberikan segelas bir pada Saleta.

"Ta-tapi..". Ucap Saleta terbata-bata ingin menolak bir yang di berikan Xiaozi, karena Saleta menyadari bahwa ia tidak pernah meminum bir selama ini.

"Cobalah, ini sangat enak. Temani aku minum di hari bahagiaku, ku mohon. Aku juga ingin berdamai denganmu dan meminta maaf padamu". Ujar Xiaozi yang tiba-tiba memaksa Saleta meminumnya dengan meminta maaf.

Saleta pun mempercayai perkataan maaf Xiaozi. Ia juga tak bisa mengelak dan menelan seteguk demi seteguk bir yang telah di sodorkan pada mulutnya oleh Xiaozi.

Mereka berdua pun terus meminum bir itu segelas demi segelas hingga kesadaran mereka mulai terpengaruh oleh alkohol dari bir itu.

"Benarkan kataku? Ini sangat enak untuk teman berpesta". Ujar Xiaozi merangkul Saleta yang keadannya telah sama-sama mabuk.

"Kau benar, aku bisa beradaptasi karena bir ini. Tolong berikan lagi padaku". Ujar Saleta yang keadaannya sudah mabuk dan meminta bir lagi pada Xiaozi.

Tak di sangka Saleta menyukai keadaan ini. Saleta merasa jika beban yang ia pendam selama ini bisa lebih ringan karena ketidak sadaran yang kini ia rasakan. Sejak sekian lama akhirnya ia bisa tertawa kembali dari dunia yang menyedihkan yang bertahun-tahun telah ia rasakan.

"Tapi di meja ini botol birnya sudah habis Saleta". Ujar Xiaozi memberikan pengertian pada Saleta.

"A-apa kau tidak punya lagi? Dimana kau membeli bir itu? Aku harus memilikinya untuk ku minum sekarang dan kubawa pulang nanti". Ucap Saleta dengan bicara yang mulai melantur.

"Tunggulah di sini Saleta, sepertinya aku masih memiliki beberapa botol lagi di dalam". Ujar Xiaozi.

"Benarkah? Cepatlah ambil, aku sangat senang mengetahuinya".

"Baiklah, tunggu disini ya". Ucap Xiaozi yang perlahan meninggalkan Saleta.

"Xiaozi, pestamu ini sangat hebat! Haha". Teriak Saleta pada Xiaozi.

Xiaozi menoleh pada Saleta dan memberikan senyuman.

(To be Continue)

avataravatar
Next chapter