7 6. Pertemuan Bima & Arum

rumah sakit

" Sus tolong temen saya!! " Bagus langsung membaringkan Deli di IGD

" Mas tunggu di luar dulu aja " Suster mulai menutup tirai

Baguspun keluar dan mematung di depan pintu beberapa saat, sampai akhirnya dia teringat pada Dias, dan siswa siswi lain yang masih berada di sekolah.

Bagus berniat kembali ke sekolah dan melihat keadaan, namun saat baru sampai di gerbang dia melihat Dias berjalan dengan gontai ke arahnya

" Dias ya ampun lo ngapain ke si- eh eh" Dias susah tidak mampu menopang tubuhnya, untung Bagus sudah memeganginya

" Deli, Deli mana? " -Dias

" Ya ampun ini punggung lo kenapa? " saat melihat seragam belakang Dias sudah berlumuran darah.

" Deli dimana? "

Bagus langsung mengangkat badan Dias dan membawanya ke IGD, tepat di samping blangkar Deli.

" Deli di sebelah, lo gausah mikirin dulu Deli. Pikirin dulu diri lo " Bagus terlihat sangat cemas.

Tak lama Dokter yang terasa familiar di mata Baguspun datang untuk memeriksa keadaan Deli dan Dias.

15 menit kemudian IGD mulai kedatangan beberapa siswa siswi yang bernasib sama Dengan Deli dan Dias.

Disisi lain Deli sudah sadar dan sedang di periksa oleh seorang dokter yang belum lama ini iya temui. Ya, dia Ardi. Tapi buka itu yang menjadi fokus Deli saat ini.

" Dok kalo boleh tau, tadi yang nganter saya kesini siapa? " Deli masih sangat lemas

" Saya kurang tahu, tapi di blangkar samping ada siswi yang memakai seragam yang sama dengan kamu " Jelas Ardi

Deli mencoba mendudukan dirinya, namun nihil dia masih lemah

" Dek jangan dulu bangun, saya belum selesai memeriksa " -Ardi

" Tapi saya pengen lihat dulu dok " perasaan Deli sangat tidak karuan, yang ada di otaknya saat ini hanya Dias.

Terdengar helaan nafas dari doker.

"Baik saya akan buka, tapi kamu tetap berbaring"

Delira hanya mengangguk lemah

Srekk

Tirai terbuka dan menampakan Dias yang sedang terbaring lemah.

" Dias " Deli menutup matanya rapat rapat dan memegangi kepalanya saat pusing kembali menyerangnya. Rasa pusing itu menyerang Deli kembali saat dia melihat baju Dias yang sudah dilumuri Darah.

Beberapa suster sedang membantu membuka seragamnya, hal tersebut juga pasti di lihat oleh Ardi. Dan dengan gerakan cepat Ardi menutupnya kembali.

" Sus dia mengidap hemofobia, tolong ambilkan obatnya " lalu Ardi beralih menatap Deli

" Dek, dengar! Jangan berfikir yang macam macam, temanmu akan segera saya tangani. Tarik nafas dan buang secara perlahan, mengerti? " -Ardi kembali memberi intruksi

Namun itu tak diidahkan oleh Deli yang tetap menutup wajahnya dengan tangan dan makin menangis, karena merasa sangat bersalah.

Suster datang membawa beberapa cairan di dalam suntikanya.

" Dok sebaiknya beri obat penenang dulu " saran seorang suter

"Gak usah sus, saya tahu cara menenangkannya"

" Oh baik kalo begitu "

Ardi berpindah ke blangkar sebelah yang terdapat Dias, Dias sedang di tangani oleh beberapa suster.

" Sus apa lukanya sangat parah? "

" Tidak terlalu dok, hanya goresan yang cukup panjang. Tapi nanti akan saya lakukan rongsen "

" Baik kalo gitu saya tinggal dulu, hanya 5 menit "

Para suster hanya mengangguk.

Ardi keluar dari ruang IGD

" Permisi ada keluarga Deli? "

Tidak ada yang merespon.

Ardi langsung mengeluarkan hp nya dan menghubungi Arum.

" Hallo Arum "

" Hallo ka?"

" Arum masih inget sama ka Delikan? "

" Ingetlah, kenapa emangnya? "

" Arum punya nomor keluarganya ga? "

" Ga ada ka, eh sebentar kayanya bunda punya deh. Soalnya kemarin habis cer- "

" Yaudah cepet kasih ke Bunda "

" Iya iya ini lagi mau ke dapur. Nih bun ada telepon dari kaka "

" Hallo Di ada apa? "

" Bun, bunda kenal dengan kekuarganya Deli? "

" Deli? Delira Angkara Rasyid? "

" I- Iya mungkin bun aku ga tahu pasti, pokoknya Deli yang kenal sama Arum "

" Ah iya Delira. Kenapa emangnya? "

" Tolong hubungi orang tuanya ya bun, dia lagi di rumah sakit. Hemofobianya kambuh "

" Astagfirullah, yaudah iya ini mau bunda hubungi "

Tutt

□□□

Dias pov

Sebenarnya aku cuma pingsan sebentar dan sadar saat luka ku selesai di jahit. Lukanya tidak terlalu dalam, namun cukup panjang. Akibatnya aku memiliki 21 jahitan luat dalam.

Bisa di bilang Deli ini sangat berlebihan. Karena seharusnya dia juga beristirahat bukan?. Tapi Deli kekeh bahwa dia sudah sehat dan tidak ingin menggunakan blankar untuk berbaring.

Tadinya pihak rumah sakit menyarankan agar menggunakan blankar tambahan jadi Deli bisa tetap dekat dengan ku. Tapi Delira ya tetap Delira. Sangat keras kepala.

Jadilah saat ini semuanya berkumpul di ruanganku. Ada amih, apih, Bima, dan gadis yang seumuran dengan Bima. Aku tidak terlalu yakin kalau dia itu Arum dan ibunya yang beberapa hari belakangan ini sepat Deli ceritakan.

" Teh kalo teteh ga mau istirahat di sini, mening pulang yu sama apih " bujuk apih seraya mengelus surai hitam Deli yang tetap duduk di samping ku.

" Delira mau nungggu di sini aja "

" Gapapa Del, Dias udah gapapa asli. Lagian nantikan ada Bima sama mang Ferdi yang nungguin di sini. Iya gak Bim?" Aku menoleh pada Bima yang terlihat sangat canggung karena duduk bersebelah dengan gadis yang ku tebak sebagai Arum itu

" Ah iya teh " bahkan Bima sedikit kaget

Deli menggelengkan kepalanya

" Teh jangan bandel atuh. Lagian besok Dias sama teteh mau pake baju apa coba? Kalian pada gak bawa baju gantikan? " amih angkat bicara

" Yaudah iya nanti teteh pulang, tapi nanti nunggu mang Ferdi nyampe dulu "

" Tapi apih masih ad- " ucapan amih terpotong

" Yaudah gapapa, tapi apih sama amih pulang duluan ya. Nanti kalo Ferdi dateng kabarin biar apih jemput " final apih

Deli hanya mengangguk

" Iya gausah khawatir, lagian saya juga masih lama pulangnya. Nungguin dulu Ardi selesai " Bu Asih menghampiri Deli dan mengelus pundaknya dengan sayang.

" Kalo ada apa apa telfon aja ya Sih, takutnya anak anak pada nyusahin " -Amih

" Ah kamu kaya sama siapa aja, lagian anak baik kaya mereka gini mana mungkin ngerepotin " Asih tersenyum ramah

" Dias sekali lagi makasih ya udah mau nolongin Deli, maaf apih gak bisa lama lama jenguknya. Besok pulang kerja apih kesini lagi ko " aku pun hanya menggangguk dan mencium tangan apih dan amih bergantian.

" Benerankan gapapa nanti di temenin sama Ferdi sama Bima doang? " tanya amih sekali lagi untuk memastikan. Karena bagaimanapun juga mereka sudah seperti keluarga sendiri. Terlebih lagi aku seorang piatu. Ayahku bekerja di luar Negri dan di Indonesia aku hanya memiliki seorang nenek dan bibi.Itupun mereka tinggal di kampung.

Jadilah aku memutuskan untuk menyewa sebuah kost dekat rumah Deli. Awalnya apih sudah menyarankan agar tinggal bersama saja, tapi aku rasa itu akan merepotkan bukan?.

" Iya gak papa mih, udah ada yang mau nemenin juga alhamdulillah "

" Yaudah apih sama amih pulang dulu ya, assalamualaikum "

" Waalaikumsalam "

Dias pov end

Setelah terjadi keheningan beberapa menit, akhirnya Bu Asihpun buka suara

" Del kamu beneran udah mendingan, dari tadi Bunda liatin kamu masih lemes " - Bu Asih

" Bener bunda, udah gapapa ko. Cuma masih agak pusing aja. Deli cuma mau nemenin Dias, karena Deli jugakan Dias jadi kaya gini? " Delira mulai berkaca kaca sambil menggembang tangan Dias yang tengah tertidur

Asihpun langsung memeluk Delira " hussh, udah sayang jangan nyalahin diri sendiri terus. Lagian Dias juga bentar lagi sembuh "

" Rum, beliin dulu teh anget gih di depan. "- bu Asih

" Beli berapa bun? " Arum bangkit dan menghampiri Asih yang masih memeluk Deli

" Kamu sama Bima mau gak?"

" Kalo Arum sih gak mau, kalo Bima-" ucapan Arum terpotong

" Bima mau "

" Yaudah beli 4 aja gih, nanti yang satunya buat teh Dias. " Bu asih memberika sejumlah uang

Delira melepas pelukannya dan beralih menatap Bima " Bim anter gih Arumnya, udah malem kasihan "

Bima mengangguk " Yaudah ayo Rum "

Selepas kepergian Bima dan Arum Delira kembali menggenggam lengan Dias

" Udah ah jangan sedih sedih, nanti cantiknya hilang " kalimat yang berhasil membuat Deli ter kekeh.

" Bunda bisa aja "

" Bunda gitu loh "

" Bun, tapi bunda tahu dari mana kalo Deli sakit. Bukannya bunda udah gak tinggal di Purwakarta ya? "

" Bunda dapet telfon dari Ardi, anak sulung bunda. "

" Dokter yang tadi nanganin Deli? "

Bunda mengangguk

" Dan soal dateng ke sini, sebenernya bunda emang lagi main di rumahnya Ardi. Soalnya Arum emang udah ngerengek terus pengen main ke Bima. Tadinya itu besok bunda mau ke rumah kalian. Eh taunya malah dapet kabar kaya gini. Yaudah bunda langsung ke sini aja. " Jelas Asih

" Makasih banyak ya bun, bunda tau aja Deli udah kangen. Apalagi sayur lodeh nya, mmm Deli kangen banget. "

" Dasar ya kamu " aku dan bunda tertawa

Tringg

Amih

Teh bu Asih msh di situ g?

Msh, knp emang mih?

Amih

Mang Ferdi btrn lg nyampe katanya, nah nanti Dias biar sm Bima sama Bu Asih dulu. Tth plng nya sm mang Ferdi, apih nya ketiduran. Cape kayanya

Kasian mang Ferdinya mih bulak balik

Amih

Gpp, dari pd tth plng sendiri

Naik taxi online ko mih

Amih

Enggak!!

Deli menghembuskan nafas, kalo sudah begini Deli sendiri yang bingungkan?

" Kenapa Del? " - Bu Asih

" Ini bun, katanya Deli suruh pulang nya sm mang Ferdi aja. Jadi nanti mang Ferdi balik lagi ke sini. Kan aku jadi kasian sama mang Ferdi, mana dia baru pulang dari kampus "

" Hmm yaudah kamu pulangnya nanti bareng bunda aja, sama Ardi "

" Ah enggak deh bun, ga enak "

" Apaan sih segala gak enak gak enak gitu, udah pokoknya kamu pulang bareng bunda sama Arum. Ga ada penolakan "

Dan kali ini mungkin lebih membingungkan, membuat Delira menyesali perbuatannya karena telah memberi tahu yang sebenarnya pada bu Asih.

□□□

" Hmm Bim, ngomong ke jangan diem aja. Jadi aneh tau " Arum memecah keheningan saat menunggu teh yang mereka pesan jadi

Bisa menoleh dan terkekeh " Aku kira kamu emang jadi pendiem, makannya dari tadi aku gak ajak ngobrol " Bima menggaruk tengkuk lehernya

" Ish mana ada seorang Arum jadi pendiem " Arum mendorong badan Bima, niat Arum itu hanya bercanda, tapi Bima malah jatuh tersungkur dari kursinya. Entah Arum yang mendorong terlalu kuat, atau Bima yang terlalu lemah. Entahlah

" Eh eh Bim ya ampun sorry banget sorry " Arum mengulurkan tangan pada Bima

" Hmm gapapa, emang tadi lagi ngelamun jadi agak kaget "

" Aduh sekali lagi maaf banget ya Bim "

Bukannya marah Bima malah tertawa

" Ih ko ketawa si Bim, kamu gak gila gara gara tadi jatohkan Bim? " Arum mengibas ngibaskan tangannya di depan wajah Bima

"Berarti bener, kalo kamu masih Arum yang dulu"

" Ya iyalah, dipikir aku bakal berubah kaya power ranger gitu hah? "

Seperti Bunda dan Deli, Arum dan Bima pun tertawa bersama.

avataravatar
Next chapter