6 5. Dia Ardi

Di mobil

Mobil oren yang baru saja keluar dari gerbang SMK Gema nusa awalnya sangat hening, namun itu tak berlangsung lama saat Arum mulai bercerita.

" Ka tau ga sih, ka Deli itu anaknya pinter, baik, wangi, ah pokoknya dulu tuh aku pengen banget punya kaka kaya ka Deli "

" Terus maksudnya ga mau punya kaka kaya ka Ardi gitu? " ya, ternyata dia adalah Ardi

" Ya, ya bukan gitu, habisnya kaka tuh dari dulu orangnya gitu gitu mulu. Terus waktu lagi kuliah di New York juga jarang ngabarin "

Ardi tahu bahwa berdebat dengan Arum itu tidak akan ada habisnya. Jadi dia lebih memilih diam

" Ka sore nanti main yu ke rumahnya, pengen ketemu Bima juga " Arum mulai merengek

" Kaka masih ada praktek " tetap fokus pada jalanan

" Ish kakamah, sebentar doang. anterin doang deh gapapa "

" Kamu lupa ya kemarin janji apa sama bunda?bilangnya kalo mau ikut kaka ga akan nyusahin!"

Arum diam. Mungkin sedikit marah pada kaka tampannya itu, pasalnya dia sangat hafal dengan sifat kakanya yang sangat sulit untuk di bujuk.

Arum itu sebenarnya tinggal di Jakarta bersama kedua orang tuanya. Namun dia memaksa ingin ikut kakanya ke Purwakarta untuk beberapa hari. Alasannya dia bosan, padahal ini bukan saatnya untuk berlibur.

Yaaa, begitulah perbedaan antara Arum dan Ardi.

Setibanya di rumah sakit Arum masih diam tidak seperti biasanya, Ardi tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui bahwa adik kecilnya sedang marah.

" Ayo turun "

Arum menggeleng

Desah Nafas keluar dari mulut ranum Ardi

" Kaka prakteknya sampe malem Rum, ga kaya seminar tadi yang cuma satu jam "

" Gapapa nanti kalo butuh apa apa Arum ke ruangan kaka ko " Nada bicara Arum sedikit bergetar seperti menahan tangis

Karena ta tega Ardipun menarik Arum ke dalam pelukannya

" Yaudah iya nanti kita ke rumah ka- ka siapa tadi? "

" Ka Deli "

" Iya, ka Del- Deli " entah kenapa tapi sedikit susah bagi Ardi untuk menyebutkan namanya

" Serius? "

" Iya tapi besok ga sekarang "

" Yaudah gapapa " Arum menampakan deretan giginya

" I Love you kaka " Arum sedikit mengecup pipi sang kaka

Dan hanya di balas deheman oleh Ardi.

Arum tidak masalah bila tidak mendapat jawaban, karena Arum tau mungkin itu kata tersakral bagi Ardi.

Dan entah gadis beruntung mana yang akan mendengarnya pertama kali keluar daru mulut kakanya itu, atau mungkin sudah? Entahlah yang pasti Arum sangat senang.

■■■

Di lain tempat

Di halaman belakang kediaman Ibu Dewi atau amih. Bima, Ogi, dan puput sedang bermain bersama. Ah mungkin lebih tepatnya puput yang sedang main sendiri.

Karena kedua bocah lelakinya hanya diam di kursi bambu.

" Gi masih inget sama Arum ga? "

" Arum yang pernah di kejar anjingnya pa Usep bukan? "

Bima mengangguk

" Kenapa emangnya? "

" Enggak papa, tiba tiba aja inget " Bima tersenyum

" Ahhh suka yaaa? " Goda Ogi

" Dih apa sih "

" Suka? Suka apaan? " Puput tiba tiba nyamperin

" Mmm itu si Ogi suka balet katanya" -Bima

" Dih apaan? ko ja-" ucapan Ogi dipotong oleh Bima

" Ah udah ayo kerjain dulu PR yu dikamar. Ayo Put beresin dulu ini bunga bunganya "

Bima mulai memunguti bunga bunga yang sudah Puput petik.

" Assalamualaikum teteh pulang "

" Nah teh Deli udah pulang. Mau ke teh Deli ah " Ogi masuk ke dalam dan menemui Delira

" Eh bantuin dulu ini "

" Gak mau!! "

" Yu Bim ke teh Deli, ini udah beres ko " Puput menarik tangan Bima

□□□

Seminggu telah berlalu sejak bertemunya Deli dengan Arum. Sebenarnya Deli sedikit kecewa, pasalnya dia pikir Arum akan benar benar datang dalam waktu dekat.

Tapi Deli tetap menjalani rutinitas seperti biasanya. Seperti hari ini

09.30

Triiiingggg

Bel istirahat berbunyi dan membuat suasana kantin seketika riuhh

" Dias beli batagor yuu " Deli dan Dias sedang berusaha mencari meja kosong.

" Bosen ah " Dias dan Deli masih mematung di kantin, masalahnya mereka masih bingung memilih jajan, dan juga belum menemukan meja.

" Terus mau beli apa? "

" Hmmm kalo batako enak ga yahh? " kalimat yang membuat Deli menyentil jidat Dias dan berakhirlah Dias yang mengelus elus jidatnya.

" Kaya mang Ferdi aja ih "

" Eh iya pengen ketemu langsung sama mang Ferdi deh, ganteng gak sih? " -Dias

" Ck, udah ah cepet ini mau jajan apa!? "

" Yaudah batagor aja, eh mau Dias yang pesen atau Deli? "

" Kamu aja deh, Deli yang cari meja oke?"

Dias hanya mengacungkan jempol dan menghampiri emang batagor.

Deli mulai mencari tempat yang kosong, tak apalah bila harus bergabung dengan beberapa siswa, yang terpenting dirinya dan Dias bisa duduk saat makan.

" Del duduk disini aja " ternyata itu Bagus yang sedang duduk sendiri dan menyisakan 3 bangku.

Ya Deli memang tidak keberatan untuk duduk dengan beberapa siswa, tapi mungkin tidak dengan siswa yang satu ini.

" Kamu sama Diaskan? Gapapa aku janji gak akan ganggu ko. Lagian ga ada tempat kosong lagi. " tutur Bagus

Memang tidak ada tempat kosong lagi, tapi Deli sangat tidak nyaman jika harus duduk bersama Bagus. Ya meskipun tidak berduaan

" Ga usah makasih "

Tapi Bagus lebih dulu menahan tangannya.

" Delira aku mohon sekali ini aja " Deli rasa ada yang beda dari Bagus hari ini. Ntah apa tapi Deli mencoba tidak perduli dan duduk di kursi yang berada di hadapan Bagus.

Terlihat sebuah senyum dari Bagus saat Delira duduk di hadapannya.

" Makasih " - Bagus

" Hmm "

" Del aku mau ngomong " Bagus menghentikan kegiatan makannya

Deli bahkan tidak menatap Bagus. Dia tetap fokus pada hp nya. " Kalo makan ya makan aja gak usah sambil ngobrol " terdengar begitu cuek.

Bagus hanya tersenyum miris.

" Aku tau ko Del, pasti kamu nganggep aku cowo paling brengsek karena kejadian waktu aku mabuk " Bagus menggangtung kalimatnya

Ya, memang benar dulu Delira tak secuek itu pada Bagus. Tapi ntah kenapa setelah kejadian itu bahkan Delira merasa sedikit takut saat berada di dekat Bagus.

" Tapi kamu pernah denger gak sih Del. Katanya orang mabuk itu adalah orang yang paling jujur. "

Deli mendengarkannya namun tetap tidak ingin menoleh.

" Aku jujur waktu aku bilang aku sayang sama kamu, aku jujur kalo aku pengen jaga kamu. Dan aku juga jujur, kalo aku pengen bang-"

" Eh Del ko duduk di sini sih? " Dias datang dengan dua piring batagornya.

" Udah ga usah ribut, duduk dulu aja. "

Dias menurut dan duduk di sebelah Deli. Dias mulai melirik Deli dan Bagus bergantian.

" ekhemm " Bagus berdehem dan bermaksud mencairkan suasana.

" Gapapa lanjutin aja aku pengen denger " Delira angkat bicara dan mulai menatap Bagus.

" Gapapa? "- Bagus

" Kalo ga mau juga gapapa " Ucap Dias sinis

" Dias! " - Deli

" Iya iya ini diem " lalu Dias memasukan batagornya ke dalam mulutnya

" Lanjut " - Deli

" Ya intinya aku cuma mau kamu tau, kalo aku ga ada niatan buat macem macem waktu itu, itu emang aku lagi lepas kontrol. Dan yaaa percuma sih sebenernya jelasin panjang lebar kalo kesan aku dimata kamu udah ancur " jelas Bagus

"Kalo udah tau ngapain cape cape ngomong?" ucapan Deli yang mungkin agak menohok hati Bagus.

" Ya siapa tau kamu percaya kalo aku itu serius sama kamu. Walaupun aku suka bikin onar dan aku ga punya prestasi sama sekali. Tapi buat urusan hati aku ga pernah main main Del. "

DOR!!

Delira pov

Suara tembakan membuat satu ruangan panik. Ada beberapa dari mereka yang sempat lari, namun sebagian besar memilih berjongkok dan bersembunyi di balik meja, termasuk aku, Bagus, dan Dias.

" Denger semuanya!! Jangan ada yang bergerak sebelum gue nemuin Bagus!! " intruksi sosok yang menutupi wajahnya dengan bandana hitam.

Terdengar banyak suara tangisan dari para siswi.

" Diemm!! "

Bagus yang berjongkok di depanku hendak bangun, namun ku tahan. Entah kenapa? Tapi aku melakukannya dengan sadar. Aku hanya tidak ingin Bagus terluka. Bagaimanapun juga dia tetap temanku bukan?

Bagus menoleh saat dirasa ada tangan ku yang menahan seragamnya. Dan saat itu juga aku menggelengkan kepala menandakan agar Bagus tetap diam.

" Gapapa sebentar aja " Bagus sedikit berbisik

" Enggak !! " tukasku

Brakkk

Orang orang dengan bandana hitam itu mulai membanting beberapa meja dan menimbulkan beberapa jeritan para siswa.

" Bagus keluar lo!! "

Aku mulai panik saat melihat beberapa siswa siswi terhantam meja dan mengeluarkan cairah merah kental.

FYI, Deli memiliki hemofobia. Orang yang menderita fobia ini akan merasa pusing, mual, bahkan ketakutan saat melihat darah.

Dias yang menyadari perubahan Delipun mulai panik.

" Bagus kita gak bisa diem aja, Delira ga bisa liat darah " Dias mulai menenangkan Deli

" Del ga papa Del, kamu harus kuat! Liat aku"

" Dias denger! gue bakal ngalihin perhatian. Lo harus bawa Deli keluar saat itu oke? " -Bagus

" Tapi mereka ngincer lo!! Mereka ga akan segan segan bunuh lo sekarang juga"  Dias lepas kontrol dan sedikit meninggikan suaranya

Brakkk

Lagii lagii mereka membanting apapun yang ada di kantik.

" Denger gue yang bakal narik perhatian " Dias belum sempat bangun karena tangannya tertahan oleh pergerakan Deli

" Enggak pliss Dias jangan " Deli mulai menangis karena menahan pening dikepalanya

" Del pliss kamu harus cepet cepet pergi dari sini,  lagian aku ga akan kuat gendong kamu. Oke? "

Belum sempat Deli menjawab Dias sudah bangkit dan membantik beberapa meja ke sembarang arah, hal itu sontak mengundang perhatian beberapa pemberontak.

Delira mulai kehilangan kesadaran saat Bagus membawanya keluar dari kantin namun samar samar dia melihat Dias terjatuh dan bagian punggunya sedikit terbentuk kursi.

Lalu gelappppp....

Ya itulah yang Delira rasakan saat ini.

avataravatar
Next chapter