10 Bab 9 Kecewa berulang

Suara kokok ayam mulai terdengar, jam seperti ini biasanya dyah sudah terbangun untuk melakukan tugas dan kewajibannya dalam rumah orang tuanya untuk mengurus rumah sebelum berangkat menuju sekolah, kini dyah masih tertidur sangat pulas.

Sang ibu membuka pintu perlahan lalu melihat anaknya tertidur. Setelah puas melihat anaknya, lalu sang ibu menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk keluarga. Sudah terdengar bunyi keributan dari dalam dapur, tapi dyah masih terlelap dalam tidurnya. Terlalu lelah untuk bangun, terlalu lelah untuk menghadapi dunia yang dia tak tau bagaimana kedepannya. Hingga akhirnya dia memilih untuk tidur sampai tubuhnya tak mampu lagi untuk tertidur.

Pukul 11 siang.

Bunyi riuh saudara saudara dyah pecah hingga membuat telinga dyah mulai berespon dengan kebisingan. Namun dyah memaksa untuk tertidur kembali agar tak terlihat oleh orang seisi rumah kalo dia sudah bangun. Dia takut untuk terbangun, dia takut dengan kenyataan kenyataan yang terjadi, diapun takut dengan ratusan pertanyaan yang akan menjejali telinganya dan dia pastinya tak akan mampu untuk menjawabnya. Dia tetap merasa sendiri ditengah keriuhan dan kehangatan keluarga yang kadang orang diluar sana menginginkan itu, tapi tidak dengan dia. Karena yang merasakan kehangatan itu bukan dia,, melainkan hanya saudara saudaranya saja..

Dyah bangun, membuka jendela kamarnya, terduduk menatap keluar jendela. Antara ingin keluar dari kamar atau hanya termenung seperti ini saja didalam kamar, menyendiri.

Pintu kamar mulai terbuka,, entah siapa yang membukanya tapi dyah tak ingin tahu. Sibungsu datang, masuk mencoba masuk untuk menyapa kakaknya yang hanya diam terduduk menatap keluar jendela. Namun dilarang oleh seseorang, dan diajak untuk keluar kembali dari dalam kamar tersebut.

"ibu,, ibu. Mbak dyah sudah bangun", ujar bungsu pada sang ibu yang dyah dengar samar samar.

Tak berselang lama setelah teriakan sibungsu memberitahukan ibunya, sang ibupun masuk kedalam kamar.

"oh, sudah bangun kamu". ucap sang ibu ketus

"bangun sana sarapan, sebentar kamu sakit. ibu lagi yang repot", sambung si ibu tak ada rasa prihatin.

"mm,, iya", dyah hanya menjawab seadanya saja

Dyah berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya lalu kembali menuju kamar. Benar benar asing. Rumah yang banyak orang katakan adalah tempat kembali terbaik setelah seharian beraktifitas, tapi tak nampak sedikitpun sebagai tempat ternyaman buat dyah. Dyah berpikir, setelah kepergiannya sebagai bentuk protes terhadap kedua orang tuanya, bisa membuat mereka sadar dan tak terlalu keras mendidiknya. Namun, sepertinya tidak ada yang berubah. Keadaan tetap berjalan seperti dulu bahkan terlihat lebih parah setelah kejadian tersebut. Orang tua dyah tidak dapat mengambil hikmah dari kejadian yang telah mereka alami. Bahkan semakin mempersulit hidup anak gadisnya.

Hari pertama dilalui tanpa perbincangan dari pihak manapun padanya. Dia hanya berdiam diri dikamar, merasa seperti dihukum dalam diam oleh orang orang yang berada di dalam rumahnya. Komunikasipun tidak bisa terjalin keluar rumah, karena dia tak diperbolehkan untuk keluar rumah, kecuali untuk bersekolah.

"besok hari senin,, siapkan pakaian sekolahmu. besok kamu akan kembali kesekolah", ujar sang ibu dari balik pintu.

Dia belum tahu apa yang terjadi sebenarnya, dan masih semangat untuk sekolah, karena dia mengira akan kesekolah untuk mengurus kepindahannya sesuai yang bu tia janjikan. Dengan semangatnya, dia mulai menyusun buku buku kedalam tasnya dan mulai menyetrika pakaian sekolahnya.

"yess, alhamdulillah. akhirnya bisa sekolah lagi. Besok pasti sangat menyenangkan, karena surat suratku akan orang tuaku urus untuk pindah ke tempat bu tia", pikir dyah kegirangan.

"tidur ah, supaya besok cepat bangun biar cepat kesekolahnya", ucap dyah penuh harap sambil tersenyum berusaha menyenangkan hatinya sendiri

Tak seperti biasanya, untuk pertama kalinya dia kesekolah tanpa ritual pagi yang merepotkan. Bangun pagi, mandi, pakaian lalu kesekolah. "Ternyata enak juga yah kesekolah tanpa repot kerja dulu", ujarnya sambil berjalan melenggangkan kaki tanpa beban yang dia rasa, membuat dia merasakan suasana berbeda. Dia terlihat lebih bersemangat, santai dan bahagia.

Tak terasa dia sudah sampai digerbang sekolahnya. Menarik nafas panjang, berusaha terlihat tenang, dan melangkah masuk.

"bismillah, semoga hari ini menyenangkan buatku, aamiin", ujarnya dalam hati.

"hey dyah, baru kelihatan. Dari mana saja sayang?", tanya nurul teman sebangkunya.

"eee, habis sakit nu'. heheehe", jawabnya kaku

"oo kasian, pantas tidak pernah masuk, terus juga kami dikelas tidak dengar kabar kamu kalo sakit makanya kami tidak ada yang menjenguk kamu dirumah sakit", ujar nurul kembali..

"tidak nu', saya cuma dirawat di rumah. bukan di rumah sakit, takut jarum suntik soalnya, hehe", jawabnya terbata

"tapi kamu sudah baikan kan?, kamu sudah sehat benar kan?, jangan paksakan yah kalo kamu masih sakit. kalo kamu merasa tidak enak badan, beritahu yah. jangan paksakan keadaan kamu", ucap nurul terlihat khawatir

"hehehe,, siap nu'. saya sudah baikan kok, jangan khawatir yah", jawabnya menenangkan hati teman sebangkunya.

Jam pelajaran hari ini akan segera berakhir. Bel pulang akan berbunyi, namun dyah tak mendengar sedikitpun namanya dipanggil kekantor oleh wali kelasnya untuk mengurus kepindahannya.

"ah, mungkin ibu atau bapak sembunyi-sembunyi mengurus supaya saya tidak terganggu pelajaran hari ini, apalagi ini hari pertama saya sekolah", pikirnya menenangkan hatinya.

"gak apa apa, hari ini pasti sudah beres. Sekarang waktunya pulang", ucapnya penuh semangat.

Sesampainya dirumah, nampak didepan matanya kardus besar berada diruang tamu rumahnya bertuliskan nama bapaknya. Namun dia tak menghiraukan dan berlalu masuk kedalam kamar untuk ganti baju.

"ganti bajumu, terus makan sana. jangan tahan-tahan penyakit. bikin repot orang saja terus", ujar sang ibu selalu ketus.

"iya bu", jawabnya singkat

"cepat masuk, ibu tidak akan pindah dari sini kalo kamu belum makan. Dan ibu juga ingin bicara sama kamu", ucap sang ibu menambahkan

Dengan berbagai perasaan berkecamuk dihatinya, akhirnya dia masuk kedapur untuk makan siang.

"apa yah yang mau ibu bicarakan?. Pasti tentang berkas kepindahanku yang sudah selesai. yessss, akhirnya pindah juga", pikirnya kegirangan.

15 menit setelah dyah selesai makan, ibunya memanggil keruang tamu. Dyah duduk didepan sang ibu seperti yang telah ibunya instruksikan. Sejenak terdiam dan akhirnya memulai percakapannya. "tolong buka kardus itu", pinta sang ibu. Dyahpun membukanya dan sungguh kaget melihat isi dari dalam kardus tersebut.

"kenapa bisa ada disini bu?", tanya dyah kaget

"yah karena bu tia kirimlah, terus mau ada dimana tas itu?", ujar sang ibu sambil balik bertanya

"tapi katanya bu tia, saya disuruh kembali kesini karena mau urus surat pindah saya ke sekolah yang bu tia ajar", ujarnya polos

"hah?, apaa?, siapa yang bilang begitu?, siapa yang mau kasih pindah kamu kesana?", tanya sang ibu terheran.

"tapi bu tia bilang begitu sama saya", jawab dyah

"bu tia bilang begitu, supaya kamu mau pulang kesini. Mana bisa kamu dipindahkan, sedangkan kamu sudah kelas 3 SMA, dan sebentar lagi akan ujian nasional. Otak kamu dimana?!", jawab sang ibu kasar

Dyah tak mampu lagi berkata kata, seketika tubuhnya lemah tak berdaya, mencoba menahan sakit dan kecewa yang dia rasakan.

"ternyata bu tia juga berbohong padaku,, ternyata bu tia juga mengecewakanku, aku benci bu tia,, aku benci semuanya", ujar dalam hatinya sambil menahan tangis

"sekarang bawa masuk tas kamu, dan rapikan pakaian kamu kedalam lemari lagi", ujar sang ibu

"dan satu hal lagi, jangan pernah mimpi buat pindah sekolah. itu tidak akan terjadi!!", tambah sang ibu

Dyahpun berlalu menuju kamar sambil menggendong tasnya dan menangis sejadi jadinya.

avataravatar
Next chapter