1 “Tanu dan Ikan Pemalas”

Tanu adalah seorang anak yang lahir dari keluarga sederhana. Keluarga yang hidup dengan kecukupan dan tinggal di sebuah desa. Tanu merupakan anak pertama di keluarganya. Dia berusia 10 tahun, dikenal banyak orang dengan sifatnya yang pemalas.

Suatu saat, Tanu di rumah sendirian karena ayah dan ibunya punya kesibukan diluar rumah. Dia merasa bebas tidak ada siapapun kecuali hanya dirinya. Mulailah dia bersenang-senang dengan benda-benda di rumahnya. Tapi lama-kelamaan karena tidak ada teman, disitu dia mulai merasa bosan. Tanu berbaring sambil memikirkan hal yang menyenangkan, hingga beberapa saat lelahnya membuat ia tertidur melupakan rumah yang berantakan dibuatnya.

Sore hari, ibu Tanu kembali dari kesibukan dengan lelahnya. Terkejut seketika, melihat rumah yang begitu berantakan. "Tanu...!", teriak ibu yang langsung membuat Tanu terbangun. "Dimana kamu. Kesini cepat!", ibu mulai marah sambil mencari Tanu. Terlihat Tanu yang sedang berbaring di lantai kamarnya, "Tanu! Bangun.". Tanu terbangun dan langsung mendapat cubitan keras dari ibu di telinganya, "Kamu malah enak tidur, kamu apakan rumah ini.", marah ibu. Jawab Tanu, "N.. ng.. ngak.". "Sana bereskan dan cuci sepatu kotormu itu!", suruh ibu sambil masuk kamarnya melepas lelah dan marahnya.

Setelah beres rumah dibersihkan, Tanu mengambil sepatu dan peralatan mencuci berangkat menuju sungai. Setibanya di tepi sungai, Ia dengan perasaan malasnya hanya duduk di tepi sungai sambil memeluk kedua lututnya memandang aliran sungai. Beberapa saat, ia melihat sesuatu yang hitam berukuran sedang. Ternyata itu adalah seekor ikan yang terbawa aliran sungai. Tanu mengeluarkan semua peralatan mencucinya dan mengambil wadahnya saja, perlahan ia mengambil aba-aba. Brusss.. ikan berhasil ia tangkap dengan mudahnya, "Wah, lumayan dapat ikan. Emang rejeki ga kemana, hehe..". Perasaan senang membuat malas Tanu hilang dan barulah ia mulai mencuci sepatunya.

Matahari beranjak terbenam, Tanu pulang dengan senang membawa ikan dalam wadah peralatannya. Sesampainya di rumah, ia berpikir menyembunyikan ikannya agar tidak diketahui ibu. Ia menaruh wadah berisi ikan itu kedalam semak dan ditutup kain. Barulah ia masuk rumah lewat pintu dapur.

Keesokan paginya, ibu menyuruh Tanu, "Tanu, belikan garam dan gula ke warung!". Tanu yang masih belum beranjak dari tempat tidurnya, "Nanti aja.." sahutnya sambil menutup diri dengan selimut. "Emang anak tidak tahu diuntung", sahut ibu dalam hatinya sambil keluar menuju ke warung.

Satu jam kemudian, ibu seselai menyiapkan sarapan. Tanu terbangun dan serentak menuju dapur untuk sarapan. Beberapa saat setelah makan, ia baru teringat ikan yang kemarin disembunyikan. Mengendap-endap sambil menuju semak, ternyata ikannya masih ada. Ia berencana memelihara ikannya di kolam ikan milik kakeknya yang tidak jauh dari rumahnya.

Setiap hari Tanu memelihara dan memberi makan ikannya. Hingga seminggu kemudian, ia bosan dengan pekerjaannya. Ia heran semakin hari ikannya hanya diam enggan bergerak, "Ini ikan kerjaannya diem mulu, dikasih makan habis banyak. Kurang apalagi..", ujarnya. Tanu kecewa dan tidak lagi mempedulikan ikannya, berjalan pulang ke rumah. Ia berbaring di kursi tengah rumah sambil terlintas dipikirannya ternyata usaha ia selama ini untuk ikannya hanya terasa sia-sia. "Udah dipelihara, diberi makan, tapi kerjaannya cuma bisa diem. Udah kayak piara patung aja..", dalam hatinya dengan rasa kecewa.

Sejenak Tanu memandang ke arah ibu yang sedang melipat pakaian di kamar. Kata-kata yang terlintas dipikirannya semakin terasa kuat saat memandang ibunya, "Apakah ibu juga merasa seperti yang aku rasakan? Apa ibu juga merasa kecewa? Aku yang hanya malas, tidak nurut, hanya jadi beban saja.", dalam hatinya dengan mulai ada tetesan air mata. "Apakah aku hanya patung bagi ibu?", hatinya berkata kembali dengan air mata yang semakin mengalir. Tidak tahan memendam perasaan sedih, Tanu berlari menuju ibu dan seketika memeluk ibu dengan erat sambil mengatakan perasaannya.

"Usaha ibu untuk Tanu sangatlah berharga meskipun Tanu tidak bisa menjadi anak yang berharga untuk ibu. Bu, maafkan Tanu..". Ibu yang hanya terdiam perlahan mengelus badan Tanu, menangis bahagia, "Nak.., seburuk apapun kamu. Kasih sayang dan doa selalu ibu sertakan untukmu. Ibu tahu meskipun kamu tidak menjadi berharga sekarang, ibu yakin kamu akan jadi sangat membanggakan suatu hari nanti. Ibu selalu mendukungmu..". Sejak itu, Tanu mulai terbuka menjadi lebih baik dan bersyukur masih memiliki ibu yang sangat baik untuknya.

avataravatar