1 Pertemuan Pertama

"Reyhan ... bangun! Kamu, kan, sudah janji mau jemput Tante Cecil di Stasiun," suara Mama yang nyaring merusak mimpi indahku.

Dengan malas kubuka mata perlahan, mengusap muka kasar. Berusaha bangun dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi yang kebetulan letaknya ada di dalam kamar tidurku. Sebenarnya masih sangat malas untuk mandi, akhirnya kuputuskan cuci muka serta sikat gigi saja. Toh, ketampananku sudah alami. Haha

Selesai bersiap, mengenakan celana jeans belel sobek bagian lutut, kemeja casual warna putih dengan dua kancing terbuka bagian atas, tak lupa parfum andalan. Benar-benar tampan diriku ini saat kulihat pantulan wajah di cermin. Segera aku menuju meja makan, sarapan, lalu bergegas menjemput Tante Cecil, teman mama sewaktu di Panti Asuhan.

Ya, mamaku memang tumbuh dan besar di Panti Asuhan setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil. Saat itu usia mama baru lima tahun. Sedangkan saudara beliau tak ada yang mau mengadopsi. Harta peninggalan orang tua mama? Jangan ditanya karena mama juga tak tahu.

〰️〰️〰️〰️

Setengah jam perjalanan naik motor dari rumah menuju Stasiun. Baru berjalan beberapa langkah dari tempat aku memarkirkan motor, tiba-tiba ada perempuan yang memanggilku. Dia berjalan mendekat lalu tersenyum begitu manis. Tingginya kira-kira seratus enam puluh lima sentimeter, berat badan enam puluh kilogram. Badannya padat berisi dengan kulit putih mulus dan potongan rambut sebahu mode asimetris. Cantik natural dengan make up tipis dan setelan celana jeans ketat selutut dipadu kaos putih ketat lengan pendek.

"Reyhan, ya?" tanyanya memastikan.

"Iya."

Dengan muka selidik aku amati dari ujung kepala sampai kaki, "Tante Cecil?" tanyaku balik.

"Kamu lebih ganteng dari foto yang mamamu kirim ke Tante." Senyumnya sedikit menggoda.

Astaga! Jadi ini yang namanya Tante Cecil? Aku pikir beliau seumuran mama, ternyata dia lebih muda, usianya jauh dibawah usia mama. Mana cakep pula. Buseeeet ....

Tahu begini, mah, aku nggak bakal malas-malasan buat jemput. Rejeki nomplok ini. Jiwa buaya daratku bergejolak seketika.

"Tante, nggak bawa barang apa-apa?"

"Enggak ... Barang-barang tante sudah dipaketin sebelum berangkat ke sini. Paling hari ini sampai di rumah kamu. Sengaja biar nggak kerepotan bawa di kereta."

"Oh ... Oke. Ini kita langsung ke rumah aja, kan?" tanyaku basa-basi.

"Langsung saja ke rumah, Rey. Oleh-oleh juga sudah tante paketin sekalian."

Motor sport kesayanganku melaju perlahan meninggalkan Stasiun. Saat sampai di jalan raya, kupacu motor kencang. Tangan Tante Cecil melingkar di pinggangku. Tanpa sungkan, tubuh padatnya pun ikut menempel pula di punggungku. Ada debar yang entah di dalam dada. Duh, tanteeee ....

avataravatar
Next chapter