23 Menghilang

Haya berjalan gontai menuju kantor polisi. Wajahnya lusuh dan kantung matanya mulai menghitam. Sejak semalam ia tidak bisa tidur memikirkan perjumpaannya dengan Aaron.

Pria itu mengancam Haya dengan sebuah ciuman!

Sebagai polisi, Haya merasa harga dirinya tercoreng. Bagaimana mungkin ia berciuman dengan anggota gangster? Apa kata rekan-rekan sesama polisinya?

Dengan frustasi Haya masuk ke dalam kantor polisi. Di dalam lobby, beberapa polisi sedang sibuk mondar-mandir dengan panik.

"Ada apa ini?" Haya bertanya pada dirinya sendiri.

Ia pun memutuskan untuk naik ke ruangan Divisi Inteligen. Rupanya di dalam ruangan, para polisi sedang sibuk. Biasanya polisi yang datang bekerja pukul 7 pagi hanya 1 sampai 2 orang saja. Semua itu berubah sekarang. Ruang divisi sudah penuh dengan polisi.

"Haya, akhirnya kamu datang," kata Ro dengan wajah panik.

"Ada apa?"

"Ibas hilang," kata Ro.

Haya berusaha mengumpulkan pikirannya. "Ibas? Ibas si bandar narkoba itu?"

Ro mengangguk.

"Semalam dia kabur dari penjara. Aku gak bisa bilang kabur sih, skema kaburnya sangat aneh," cerita Ro. "Kalau mau tahu detailnya, nanti siang kita ada rapat sama Divisi Kriminal. Jangan lupa."

Setelah Ro pergi, Haya hanya bisa duduk termenung di mejanya.

Pertanyaan yang sama berulang-ulang di kepalanya. Bagaimana Ibas kabur dari penjara?

….

Di dalam ruang rapat, semua anggota Diviis Kriminal dan Divisi Inteligen sedang berbisik-bisik. Semuanya berubah tenang saat Kapten Irwan masuk ke dalam ruangan disusul Kapten Rudy.

Divisi Kriminal beranggtakan sekitar 30 polisi. Divisi ini menangani kasus-kasus kriminal skala nasional. Sementara Divisi Inteligen menangani kasus kriminal lintas negara atau kasus nasional berskala besar seperti bandar narkoba kelas kakap, jaringan terorisme, percobaan kudeta dan lain-lain.

"Tanpa perlu basa-basi kita akan mulai rapat hari ini," kata Kapten Rudy. Pria itu adalah kepala Divisi Kriminal. Rumor mengatakan pria itu dulunya mantan anggota preman yang bertobat dan mendaftar masuk kepolisian.

Itulah sebabnya Kapten Rudy memiliki banyak tato dan bekas luka di sekujur tubuhnya. Gara-gara itu pula, polisi junior banyak yang takut untuk sekedar menyapa Kapten Rudy.

"Ibas, bandar narkoba yang ditangkap Divisi Inteligen beberapa bulan lalu berhasil lolos dari penjara tengah malam kemarin.Bersamaan dengan kejadian itu ada 20 narapidana yang lepas bersamaan dengan hilangnya Ibas. Kedua puluh narapidana itu adalah anak buah Ibas," Kapten Rudy menjelaskan.

Lalu Kapten Irwan menyalakan layar projection dan menunjukkan rekaman CCTV penjara.

"Kalau kalian lihat, CCTV di berbagai sudut penjara mati mulai pukul 11 hingga 12 malam. Anehnya, CCTV yang pertama kali mati berasal darlu luar penjara. Lalu 10 menit kemudian seluruh CCTV yang ada di dalam penjara ikut mati."

"Kalau kalian bertanya bagaimana kondisi sipir," Kapten Irwan melanjutkan lalu ia menunjukkan foto sipir penjara yang ditemukan pingsan. "Ada yang terluka parah. Ada juga yang hanya sekedar pingsan tanpa tahu apa yang terjadi."

"Kesimpulannya, Ibas bukan lari atas inisiatifnya sendiri. Dia diculik dari dalam penjara," Kapten Rudy memberi tahu.

Semua polisi yang ada di dalam ruangan sangat terkejut tak terkecuali Haya.

"Kapten, apa ini ada hubungannya dengan musuh Ibas?" Ro angkat tangan.

"Pertanyaan yang bagus. Ibas diculik pasti ada seseorang yang menginginkan Ibas. Bisa jadi Ibas punya musuh," Kapten Irwan menganalisa.

"Kapten, kalau Ibas punya musuh pasti dia orang yang sangat berkuasa. Kalau enggak bagaimana mungkin penjara bisa dibobol seperti itu?" Haya ikut angkat suara.

Kapten Irwan dan Kapten Rudy mengangguk berbarengan.

"Kami juga berpikir seperti itu," kata Kapten Rudy. "Oleh karena itu, rapat kali ini akan ada pembagian tugas menyelidiki keberadaan Ibas dan siapa yang menculiknya. Seluruh anggota Divisi Kriminal akan melakukan investigasi di dalam penjara. Sementara itu Divisi Inteligen bertugas mencari informasi tentang Ibas mulai dari latar belakang hingga siapa saja musuhnya."

"Baik, Kapten," kata seluruh polisi yang ada di ruangan.

….

Haya sedang termenung di balik komputer kerjanya. Dia tidak bisa membayangkan hilangnya Ibas dari penjara benar-benar terjadi dalam satu malam.

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh Divisi Inteligen, Ibas sudah memulai menjalankan bisnis obat-obatan sejak muda.

Sebelum terjun menjadi bandar, pria berumur 40an itu ikut dalam sebuah geng penjualan obat-obatan terlarang lalu memulai bisnisnya sendiri.

Haya dan rekan-rekan Divisi Inteligen berusaha mencari latar belakang keluarga Ibas. Tapi yang mereka temukan hanya informasi Ibas sudah menjadi anak yatim piatu sejak masih kecil. Tidak ada informasi mengenai istri, anak atau apapun.

Kalau begini caranya bagaimana polisi bisa menyelidiki siapa yang menjadi musuh Ibas. Tiba-tiba Haya ingat dengan Aaron. Pria itu pernah bilang kalau Ibas musuhnya. Mungkinkah Aaron yang menculik Ibas?

….

Aaron sedang duduk di dalam mobil. Riko dan Arif duduk di kursi depan. Mereka sedang berniat pergi ke suatu tempat.

"Apa Ibas sudah mengaku?" tanya Aaron pada kedua anak buah kepercayaannya.

"Ibas masih belum mengaku, Bos," kata Riko takut dari balik kemudi. Dia tahu Aaron tidak suka dengan kegagalan. Tapi apa boleh buat? Anak buah Aaron belum berhasil membuat si bandar narkoba itu buka mulut.

"Kami sudah berusaha memukulinya, Bos," Arif gantian menjelaskan.

Aaron mengetuk-ngetuk dagunya. "Kadang kekerasan bukan solusi agar musuh buka mulut."

Arif dan Riko mendengarkan dengan seksama.

"Kalian harus mencari hal yang membuat Ibas gak bisa berkutik. Kalau aku lihat, pria itu tahan dipukuli. Jadi membuatnya babak belur bukan solusi," Aaron memberi tahu. "Dalam kasus Ibas, kelemahan terbesar pria itu adalah bisnisnya sendiri."

"Bayangkan dia sudah memulai bisnis obat-obatan terlarang sejak muda. Berapa banyak kekayaan yang dia miliki? Polisi mungkin bisa menyita harta kekayaan Ibas. Tapi… Ibas tidak bodoh. Kalau dia bodoh harusnya dia sudah ditangkap sejak 20 tahun lalu."

"Menurut Bos, Ibas menyembunyikan kekayaannya?" tanya Riko.

"Tentu saja," jawab Aaron serius. "Setelah ini kalian harus segera mencari kelemahan Ibas."

"Baik, Bos," jawab Arif dan Riko bersamaan.

….

Haya sedang menikmati makan siang. Pikirannya masih penuh dengan Aaron dan hilangnya Ibas dari penjara. Haya masih curiga kalau Aaron ada di balik ini semuanya. Masalahnya hanya satu. Haya tidak tahu apakah Aaron punya kekuasaan yang cukup untuk menculik narapidana narkoba dari tahanan.

Solusi terbaik dari ini semua adalah menemui pria itu dan bertanya langsung. Masalahnya Haya tidak tahu dimana Aaron berada. Aaron mungkin memilki nomor telpon Haya, tapi Haya tidak memiliki nomor telpon pria itu.

Menunggu Aaron menghubunginya adalah hal yang konyol. Bahkan ia tidak tahu kapan pria misterius itu akan menghubungi dirinya. Lagipula mereka juga tidak terlalu dekat. Buat apa Aaron repot-repot menghubunginya kan?

Tiba-tiba Haya ingat sesuai. Mobil Aaron. Ia pernah menelusuri mobil pria itu dan berakhir bertemu Aaron di sebuah kafe.

Ya itu solusinya, batin Haya girang lalu meninggalkan makan siangnya.

avataravatar
Next chapter