15 Menculik Polisi

Setelah kejadian makan siang tempo hari, Haya menjalani hari-harinya dengan kesal. Dia masih jengkel dengan ancaman seniornya yang bernama Vivian. Gadis itu sepertinya tertarik dengan Ethan dan tidak suka dengan kehadiran dirinya ditengah-tengah mereka.

Haya heran kenapa para gadis sangat posesif dengan pria yang disukainya? Haya saja tidak pernah cemburu jika ada polisi perempuan yang menyukai Ethan.

"Aku harap kamu memegang kata-katamu."

Setiap mengingat kata-kata yang membuat Haya semakin kesal. Rasanya ia ingin menjambak rambut Vivian.

Bisa-bisanya gadis itu mengancamnya. Dia dan Ethan tidak pacaran! Kenapa harus posesif sih?

Selesai bekerja, Haya berjalan ke parkiran motor untuk mengambil motornya. Sejak bekerja di Divisi Inteligen dia memutuskan untuk naik motor. Haya tidak berani diantar supir. Ia takut supirnya tahu Haya bekerja di Divisi Inteligen dan melaporkannya kepada ayah. Pria tua itu bisa kena serangan jantung kalau tahu putri bungsunya bekerja di divisi yang paling berbahaya.

"Kamu mau pulang?" tanya Ethan yang berdiri tak jauh dari Haya. Pria itu juga naik motor ke kantor.

Haya mengangguk. "Pekerjaanku udah selesai soalnya."

"Baguslah. Kamu mulai bisa menyesuaikan diri," puji Ethan tulus.

"Aku harap akan segera mendapat kasus baru. Aku juga ingin menjadi polisi yang memecahkan sebuah kasus," kata Haya.

Ethan tersenyum. Menurut Haya, itu adalah senyuman paling manis yang pernah ia lihat.

"Kamu pasti bisa," kata Ethan.

"Aku harap juga begitu," kata Haya tulus. Dia ingin sekali menjadi polisi hebat seperti Kapten Ji.

Kapten Ji bukanlah polisi biasa. Dari luar pria tua itu nampak ramah dan jenaka. Padahal saat menangani kasus, Kapten Ji sangat cermat dan berwibawa.

Lalu Ethan pamit pulang terlebih dahulu.

Berbicara dengan Ethan membuat Haya mendapatkan energy positif. Tiba-tiba moodnya menjadi cerah dan rasa kesalnya pada Vivian sirna.

Perjalanan dari kantor polisi menuju rumah Haya memerlukan waktu 1 jam. Tidak terlalu jauh. Tapi kemacetan Jakarta mengubah semuanya. Kini perjalanannya berubah menjadi 2 jam.

Saat hendak sampai di daerah kompleks perumahan pejabat polisi, ada sebuah mobil van hitam yang mengikuti motor Haya. Dengan cepat Haya menghindar. Sayangnya mobil itu berhasil memepet hingga Haya terpaksa menghentikan laju motornya.

Sial, maki Haya dalam hati.

Ia turun dari mobil dan menghampiri mobil van itu. Haya ingin menegur si pengemudi. Memepet motor seseorang sangat berbahaya.

Sebelum sempat menegur, beberapa pria keluar dari van itu. Mereka menyergap dan memegangi kedua tangan Haya.

"Heh, apa yang kalian lakukan?" Haya mulai panik.

Mereka tidak menjawab dan berusaha memasukan Haya ke dalam mobil. Haya berontak.

"Apa kalian ingin mati? Kalian mau menculik seorang polisi?!!" Haya marah dan terus berusaha melepaskan diri.

Karena terus memberontak, salah satu pria itu membekap mulut Haya dengan obat bius. Perlahan tapi pasti Haya mulai tertidur.

….

Dalam tidurnya Haya bermimpi. Ia berada di suatu tempat yang mirip kawah gunuh berapi. Tempat itu dipenuhi api dan lahar panas.

Haya ketakutan. Dirinya berdiri di sebuah batu di tengah-tengah lautan lahar panas. Perlahan lahar mulai naik membuat batu yang dipijak Haya semakin tertelan lahar panas. Apa aku akan mati?

Tiba-tiba sebuah perahu muncul. Perahu itu tua dan ada seorang pria berjubah yang mendayung pria itu.

"Tolooongg," Haya memanggil si pendayung perahu.

Tanpa menjawab, pendayung perahu itu mengulurkan tangan pada Haya. Haya menerima uluran tangan itu dan naik ke atas perahu.

"Kita ada dimana?" tanya Haya pada si pendayung perahu saat dirinya sudah berada di atas perahu.

Tidak ada jawaban.

Haya semakin bingung. Ia tidak menyangka dirinya bisa terbedak di situasi aneh dan menakutkan seperti ini.

Perahu berjalan membelah lautan lahar menuju sebuah pintu gua besar. Sangat besar sampai Haya tidak bisa melihat ujungnya setinggi apa.

Di depan pintu gua tertulis tulisan Yunani. Haya tahu tulisan itu karena sering membaca novel mitologi Yunani yang mengajarinya beberapa huruf Yunani.

Κόλαση (kólasi)

Otak Haya berusaha memproses tulisan di depan matanya ini. Tulisan itu sepertinya pernah ia baca.

"Ne-neraka?" Haya mengerjap.

Sekarang ia ingat. Tulisan itu berarti neraka.

Dengan panik Haya menghampiri si pendayung perahu. "Bisakah kamu menghentikan perahu ini? Aku gak mau ke neraka."

Tidak ada jawaban.

Perahu itu masuk ke dalam gua tanpa mempedulikan jeritan ketakutan Haya.

….

Riko masuk ke dalam sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya-cahaya lilin. Di dalam ruangan itu ada bosnya yang sedang duduk menatap jendela sambil menyesap kopi.

"Bos," Riko membungkukan badan.

"Bagaimana? Apa kalian sudah menemukannya?" tanya bos Riko.

Riko mengangguk. "Dia sedang dalam perjalanan menuju tempat ini, Bos."

Setelah dua tahun berusaha menemukan gadis yang dimaksud bosnya, Riko berhasil membawa gadis itu. Akhirnya semua ketakutan akan kemarahan bosnya menghilang. Setiap hari selama 2 tahun, Riko selalu berada dalam baying-bayang 'belum menemukan gadis yang dicari bosnya.'

Riko tahu bosnya bukanlah malaikat pemaaf yang akan mengampuni semua kesalahan anak buahnya. Bos Riko berbeda. Pria itu kuat, tegas dan membuat siapapun takut.

Selama melayani bosnya Riko berusaha sebaik mungkin untuk tidak membuat bosnya ada di kondisi marah ataupun kesal.

Dalam kegelapan, bos Riko tersenyum. Ia senang.

"Jangan sampai dia terluka. Ingat itu," kata bos.

Riko mengangguk lega. "Baik, Bos."

….

Haya terbangun. Kepalanya masih pusing efek obat bius. Meski tubuhnya lemah, ia tahu dirinya sedang digendong masuk ke sebuah rumah mewah super megah.

Menurut Haya ini bukan rumah mewah biasa. Ini mirip sebuah kastil. Rumah itu dikelilingi pepohonan rimbun. Persis seperti rumah yang ada di tengah hutan.

Saat masuk ke dalam rumah, Haya semakin tercengang. Dinding rumah itu didominasi warna coklat, oren batu bata dan putih. Ada ukiran emas di setiap sudut dinding.

Perabotan di sana juga bergaya klasik. Mirip perabotan yang ada di dalam film kerajaan eropa.

Apa aku sedang bermimpi, batin Haya bertanya-tanya.

Pria yang menggendongnya membawanya masuk ke sebuah ruangan. Haya tidak bisa melihat secara jelas isi ruangan itu. Ruangan itu hanya diterangi sedikit lampu.

Haya diikat di sebuah kursi.

"Apa yang kalian lakukan?!" jerit Haya begitu kesadaran pulih dan rasa pusingnya perlahan menghilang.

"Diamlah!" bentak salah satu pria yang mengikatnya.

"KENAPA KALIAN MENCULIKKU?!!!" Haya semakin meninggikan suaranya. Ia terus memberontak berharap ikatan di tangannya mengendur. Sayangnya itu sia-sia belaka.

Pria-pria itu meninggalkan Haya yang berteriak.

Haya frustasi. Usahanya untuk lepas dari ikatan sia-sia. Tangannya mulai lecet dan tenggorokannya sakit karena terlalu banyak berteriak.

Tak beberapa lama, seorang pria tinggi masuk. Pria itu memakai setelan kemeja hitam lengkap dengan jas hitam. Ia tersenyum ke arah Haya.

Melihat itu jantung Haya berdebar-debar kencang.

Apakah dia malaikat kematianku, batin Haya.

avataravatar
Next chapter