1 Prolog

Hola friends 👋

Makasi udah ngeluangin waktu kalian yang berharga ini buat mampir sebentar ke cerita aku. Jujur masih banyak ngerasa kurang pas nulis cerita ini. Tapi berbekal nyali besar, aku putusin buat up ceritanya aja walaupun bakal kena hujat nanti đŸ˜±

Karna baru pertama kali nulis, aku butuh banget vote dan komen dari kalian biar aku tambah semangat sama yakin bisa ngelanjutin cerita ini sampek tamat. And satu lagi, berkarya itu adalah hak semua orang, jadi please buat kalian jangan sampek ada yang kepikiran buat copas, dll. Karna menghargai hasil karya orang itu sangat indah guys đŸ„°. Sekian dulu ya.

Happy reading !!!

Mencintai itu memang tidak sulit,

Yang sulit itu melupakanmu yang dicintai.

Langit biru tampak indah berseri ketika dihiasi oleh gumpalan awan putih bak permen kapas sama seperti sekarang. Memandang mereka dengan sepenuh hati sudah menjadi kebiasaan Larissa akhir - akhir ini. Raut wajahnya nampak sendu, seakan menyatu dengan suasana alam yang begitu sunyi. Penglihatannya pun ikut mengabur, sebab bendungan cairan bening yang masih aktif menumpuk pada pelupuk matanya. Cairan itu memang sengaja ia tahan agar tak sampai meluruh lebih awal. Larissa tak ingin kelihatan lemah apalagi jika terus menerus dikalahkan oleh perasaannya sendiri.

Berbagai kenangan masa lalu memang begitu susah untuk dilupa namun sangat instant untuk diingat, begitulah sekiranya isi hati gadis tersebut. Seluruh tenaga, raga bahkan jiwanya sudah dikerahkan untuk menghadapi segalanya, namun hal itu tampaknya belum cukup mampu mengusir untaian cerita di masa lalu yang masih terus menggenangi ingatannya, tak semerta - merta lenyap meski tlah lama dilebur oleh waktu.

Lima tahun belakangan ini menjadi perjalanan hidup terberatnya, yang mana setiap langkah gadis itu serasa penuh cambuk, membuatnya semakin lama semakin terpuruk. Larissa menyadari satu hal dalam hidup yang sampai saat ini masih belum bisa dia lupakan. Mengenal arti cinta menjadi suatu penyesalan terberat baginya, dimana karna satu rasa justru datang membawa jutaan luka. Gadis itu dapat mengingatnya dengan jelas, kala lima tahun yang sangat bersejarah itu, membuatnya terseret pada posisi yang serba salah.

Tak tahu apa - apa, sampai suatu hari dikenalkan dengan cinta. Larissa bingung hendak bercerita dari mana, intinya gadis itu tak pernah menduga, jika kedatangannya waktu itu bukanlah menjadi pilihan yang tepat untuknya.Ternyata begini rasanya patah hati, sangat jauh dari ekspetasi, dan lebih sakit dari yang biasanya diceritakan oleh beberapa kisah novel kesukaannya.

Semenjak hari itulah, Larissa dengan berani memutuskan untuk pergi, pergi sejauh mungkin. Tak ada alasan baginya untuk tetap tinggal, karna yang ia tahu jika berlama - lama disini, hatinya bisa benar - benar remuk dan hancur. Secara tarif penanganan untuk ganti hati baru di rumah sakit sudah pasti akan sangat mahal biayanya bukan ?.

Tetapi ketika sudah menjauh, apa yang terjadi ? alih - alih bisa hidup bahagia, Larissa justru semakin dibuat terluka. Cinta yang sengaja ditinggalnya jauh, malah ikut bersama, mengikuti kemana langkah gadis itu pergi. Serasa mencekiknya setiap hari hingga membuatnya kerap kali susah bernapas.

Siapa bilang hidup di negeri orang itu indah ? Larissa tak merasa begitu. Selama lima tahun belakangan ini Larissa memang pernah berpikir bahwa dirinya akan hidup sebahagia khayalannya itu, bebas dan lepas. Tapi kenyataannya apa ? hidup di negeri lain tidaklah semudah seperti kebanyakan yang diceritakan orang - orang. Disini Larissa hidup dengan memikul banyak beban dipundaknya, terlebih lagi memang beban masa lalu yang justru lebih mendominasi keadaan.

Larissa menutup kedua kelopak matanya pelan, membiarkan air mata tadi jatuh dan membasahi pipi putih kemerahannya. Gadis itu tlah menjadi pasrah, entah cobaan apalagi yang harus dipikulnya. Selama bayangan masa lalu itu masih ada, sudah dipastikan kedamaian hanya menjadi sebuah mimpi belaka. Gejala - gejala keputusasaan mulai menghantui semangatnya, kepercayaan diri gadis itu juga nampak memudar, seolah memberinya isyarat bahwa dirinya kini harus berhenti, berhenti menapaki setiap perjuangan dan kembali pada asal dimana sebuah skenario itu lahir serta belum memiliki akhir cerita.

Larissa tak bisa membayangkan hal itu, menyerah bukanlah tujuannya selama ini, apalagi pulang tanpa membawa dinding penyangga. Kemungkinan terbesar akan membuatnya mengorek luka lama pasti ada. Pilihan tersebut kembali menggantung di pikirannya. Lagi - lagi dirinya lemah, selalu seperti ini jika sudah diberikan pilihan menetap atau pulang. Kedua duanya sama - sama menyiksa.

Isakan tangis tak dapat terbendung lagi dari bibirnya yang seolah ikut mencurahkan setiap kegalauan hatinya tersebut. Larissa benar - benar sangat frustasi kali ini, kepada siapa lagi dirinya harus mengadu ? Jika takdir pun tak ikut memihaknya. Larissa membenamkan wajahnya kemudian pada kedua lutut kaki yang tertekuk. Gadis itu merasa bingung sebingung bingungnya dan merasa lemah - selemah lemahnya.

avataravatar
Next chapter