22 Dua puluh dua

Assalamualaikum ....

"Waalaikumsalam, sebentar," siapa malam-malam begini bertamu.

"Pak Raja, ada apa ya? mas Adrian sedang ke luar kota." mau apa manusia ini malam-malam begini ke sini.

"Sebenarnya saya kemari bukan untuk bertemu pak Adrian,"

"Lalu?"

"Apa lagi kalau tidak ingin bertemu denganmu Kemarilah, aku ingin memelukmu." dia memelukku sebelum ku iya 'kan.

"Raja sudah, Tya sedang menginap, kalau sampai dia melihat bisa bahaya, kau pulanglah, aku akan menelpon nanti, mas Adrian juga pulang malam ini." aku berbicara se-pelan mungkin, jaga-jaga kalau sampai Tya dengar sambil terus berusaha melepaskan pelukan Raja.

"Sebentar lagi Meera. Oh ya, kapan anniversary mu, aku diundang 'kan?" Apa dia sedang meledekku?.

"Aku tidak mau membahasnya, kau pergilah!"

"Iya, iya aku pergi, aku mencintaimu Meera." dia menciumku lembut.

"Aku juga mencintaimu, kau hati-hati di jalan, kabari aku kalau sudah sampai."

Aku tidak langsung ke kamar begitu Raja pergi, aku menunggu Adrian pulang ini sudah hampir jam 12 malam, seharusnya dia sudah sampai.

01.15 Terdengar suara mobil memasuki halaman, itu pasti Adrian.

*****

Tepat satu tahun usia pernikahan kami, akan aku utarakan semua isi hati ku. Dia harus tau perasaanku, dia harus menjadi istriku seutuhnya.

Taman belakang sudah ku sulap seindah mungkin, ini pernyataan cinta, tidak boleh terlihat biasa. Kenapa Meera lama sekali? ehh dia datang, warna coklat muda memang selalu membuatnya terlihat lebih cantik, sangat pas dengan warna kulitnya yang putih.

Kau cantik sekali Meera." dia tersipu, ahh manisnya.

"Ini indah sekali mas, kau menyiapkannya dengan baik."

"Kau suka?" Dia mengangguk.

Kami makan dengan tenang seperti biasanya. Selesai makan lanjut mengobrol santai, mengingat setiap momen manis yang kami lewati. Tidak ada pertengkaran berarti, hanya perdebatan kecil yang membuat setiap hari terasa indah.

"Kenapa ada cermin disini mas?" Aku tidak menjawab.

"Meera tutup matamu!" dia menutup matanya. Aku mengeluarkan kalung yang ku beli siang tadi, aku memasangkannya di leher indah Meera.

"Sekarang buka matamu."

"Ini sangat indah mas." dia memandangi pantulan wajahnya di cermin, senyumnya terus saja mengembang.

"Sekarang kau tau kan kenapa cermin itu ada di sini." dia mengangguk.

"Terima kasih."

"Tidak perlu berterima kasih Meera, lagi pula kau tidak memiliki perhiasan lain 'kan selain cincin ini," aku mengangkat tangan kanannya, dimana cincin pernikahan kami terpasang.

"Meera, ada yang ingin aku sampaikan, kau dengarkan baik-baik, cukup dengarkan," dia mengangguk "Meera aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku tidak tau sejak kapan perasaan ini mulai tumbuh, yang aku tau aku nyaman denganmu, aku bahagia denganmu, dan aku tidak bisa hidup tanpamu Meera. Aku tau kau tidak mencintaiku, tapi aku akan berusaha, aku akan berusaha membuatmu mencintaiku."

********

Meera aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku tidak tau sejak kapan perasaan ini mulai tumbuh, yang aku tau aku nyaman denganmu, aku bahagia denganmu, dan aku tidak bisa hidup tanpamu Meera. Aku tau kau tidak mencintaiku, tapi aku akan berusaha, aku akan berusaha membuatmu mencintaiku. Kalimat itu terus saya berputar di otak ku.

"Hei kau melamum lagi, apa ada masalah? atau kau sedang kurang sehat? kita ke dokter ya."

"Aku tidak apa-apa." maaf Raja, aku tidak mungkin cerita soal pernyataan cinta Adrian malam itu.

"Benar kau tidak apa-apa?" aku mengangguk meyakinkan.

"Lihat, aku punya kalung baru, mas Adrian memberikannya." shit, kenapa harus memberitahu kalau ini dari mas Adrian.

"Coba lihat," dia membolak-balikkan bandul cantik yang berbentuk hati ini "Ada huruf A."

"Namaku Ameera, A 'kan."

"Adrian juga A."

"Kau cemburu?" aku memainkan alis ku.

"Tentu saja, kekasihku memakai kalung dari orang lain."

"Dia suamiku bukan orang lain." dia lucu kalau sedang cemburu.

"Iya dia suamimu, dan aku hanyalah pria simpanan." ada penekanan pada kata simpanan.

"Pak Raja, Meera." deg, itu suara mas Adrian.

avataravatar
Next chapter