6 Terbawa Perasaan

•-----•

Jangan mudah baper;

Jika ada seorang laki - laki yang memandangimu...

Bisa jadi ia ingin menyapa temannya yang ada di belakangmu, tapi terhalang olehmu...

•-----•

"Maksud kamu tadi itu apa, Aisyah?" tanya Jeffry yang tak mengerti maksud Aisyah barusan.

Jeffry dan Aisyah tengah duduk di kursi sebuah minimarket dalam gedung apartemen milik Aisyah. Setelah memastikan Arnan pergi dari hadapannya, Aisyah memutuskan untuk menjelaskan perihal yang dia ucapkan tadi.

"Maaf Jeff, aku nggak bermaksud menyeret kamu ke dalam masalah ini. Tapi, cuma ini satu - satunya cara biar Arnan nggak ganggu aku lagi," sahut Aisyah.

Menyerngitkan dahi, Jeffry sedikit tak suka dengan pernyataan bohong dari Aisyah di depan Arnan. Sebab, bagaimana pun ucapan itu adalah doa. Sedangkan Jeffry sudah menetapkan pilihannya pada Khuma, adik sahabatnya --Fathan.

Akhirnya Jeffry hanya bisa menghela napas pelan. "Cukup kali ini aja ya. Saya nggak mau terlibat lagi. Saya nggak suka dengan sandiwara atau pembohongan publik seperti ini."

"Oke Jeff, sekali lagi maaf..."

Sebenarnya Jeffry juga tak enak bila Fathan sampai mendengar berita ini. Pasalnya Jeffry tahu, kalau sahabatnya itu menyukai Aisyah sejak lama.

Saling diam, Jeffry malah memikirkan Khumayroh yang tertidur di dalam mobil Fathan tadi. Berbeda dengan Aisyah, perempuan itu menatap Jeffry diam - diam sambil tersenyum kecil.

•-----•

Di halte bus, Arnan duduk di kursi panjang sambil menundukkan kepalanya. Dia sedang meratapi nasibnya yang tidak berpihak padanya.

Arnan baru saja tiba di Edinburgh, hanya demi Aisyah... tapi apa yang dia dapat? Sebuah fakta yang begitu menyakitkan. Bahwa Aisyah sudah menemukan pengganti dirinya.

Secepat itukah?

Lalu bagaimana dengan perasaannya? Juga harapan terselip dari kekhawatiran yang kini menjadi nyata. Khawatir kalau Aisyah sudah melupakannya dan menemukan seseorang yang lebih baik darinya.

Pikiran - pikiran itulah yang membuat Arnan tak menyadari bila dari tadi bus yang akan dia tumpangi sudah lewat di hadapannya berkali - kali. Bahkan dia tak sadar kalau ada Khuma di sampingnya.

"Arnan?" sapa Khuma sedikit ragu.

Arnan tak menanggapi, atau karena dia sedang melamun jadi tak sadar kalau Khuma berbicara padanya?

"Iya, kamu Arnan! MasyaAllah, dunia sempit banget ya... kita ketemu lagi!"

Khuma menyerngit heran, karena Arnan tak juga merespon ucapannya. Tatapan lurusnya begitu kosong ke arah jalanan. Hingga akhirnya Khuma sekali lagi menyerukan nama pemuda itu.

"Arnan!" seru Khuma sedikit kencang.

Dan ya... Arnan menoleh dengan ekspresi terkejutnya.

"Khuma?"

"Bener 'kan, kamu Arnan..." sahut Khuma sambil tersenyum sangat manis.

Seketika Arnan melupakan kesedihannya walau sebentar. Dia sangat senang bertemu dengan perempuan yang kopernya tertukar dengan miliknya itu.

"Ya ampun Khuma. Kamu emang beneran ada di Edinburgh..."

"Iya nih Nan.." Khuma tersenyum.

"Khuma, kamu udah cek koper belum? Kayaknya koper kita ketuker deh."

"Ya Allah, iya Nan. Aku baru inget. Niatnya besok pagi baru aku akan mengembalikan kopermu."

Arnan tersenyum. "Santai aja Khuma. Awalnya aku akan stay di sini cukup lama. Tapi, nggak jadi karena..."

Cukup lama Arnan diam tak melanjutkan ucapannya. Membuat Khuma penasaran dan mau tak mau bertanya.

"Karena apa Arnan? Apa terjadi sesuatu?" tanya Khuma yang melihat perubahan ekspresi Arnan.

"Ah, nggak kok. Nggak ada apa - apa. Ah, iya.. kamu ngapain di halte bus malam - malam begini?"

Arnan cepat - cepat mengalihkan topik pembicaraan. Dia tak ingin mengingat tentang Aisyah yang melintas dipikirannya beberapa detik tadi.

"Aku habis nyari beberapa pakaian. Karna 'kan koperku ketuker," sahut Khuma, lalu dia diam sejenak.

"Astaghfirullah, aku lupa izin sama kak Fathan. Tadi saat aku bangun tidur dan membongkar koperku, kak Fathan nggak ada di apartemen. Aduh gimana nih?" Khuma panik.

Ditambah ponselnya tertinggal. Khuma juga tidak hapal jalan menuju apartemen Fathan. Makanya dia duduk diam di halte bus. Siapa sangka, kalau dia malah bertemu dengan Arnan.

"Aku juga tidak membawa ponsel."

"Ini, pakai ponselku." Arnan menyodorkan benda pipih persegi panjang itu pada Khuma.

Khuma menatap sebentar ke arah ponsel Arnan. "Nggak apa - apa?"

"Iya, pakai aja."

"Makasih ya Nan, aku pinjem sebentar.."

Setelah Arnan mengangguk, Ayra beranjak dari duduknya dan sedikit menjauh. Lalu dia menghubungi sang kakak.

Dering ketiga, sambungan teleponnya diangkat oleh Fathan di seberang sana.

[Assalamu'alaikum, ini dengan siapa?]

[Wa'alaikumsalam kak.]

[Ya Allah. Ini Khuma? Kamu di mana dek? Kakak di apartemen dan kaget kamu nggak ada. Bikin kakak jantungan tau nggak. Mana ponsel kamu nggak dibawa-]

[-kak Fathan... maafin Khuma kak. Khuma mau nyari baju ganti, abisnya koper Khuma ketuker pas di bandara. Jadi, Khuma pergi tanpa izin.]

Khuma memotong ocehan Fathan yang tak akan ada habisnya itu.

Di seberang sana, Fathan menatap sahabatnya yang ada di depannya sambil mengangguk dan mengembuskan napas lega.

[Ya udah, sekarang kamu ada di mana? Biar kakak jemput.]

[Khuma ada di halte bus, nggak jauh dari butik Pheony kak.]

[Tunggu kakak di sana. Jangan ke mana - mana. Kakak jemput sekarang. Assalamu'alaikum.]

[Iya...]

"...wa''alaikumsalam," lanjut Khuma karena sambungan telepon sudah berakhir.

Sedangkan di sisi lain, lebih tepatnya di apartemen Fathan.

"Gimana Fath? Adikmu itu sudah ketemu?" tanya Jeffry yang sedaritadi ada di apartemen Fathan karena sahabatnya itu tiba - tiba menghubunginya saat sedang bersama Aisyah.

"Sebentar Aisyah, Fathan telepon." Jeffry menjauh dari Aisyah yang masih setia duduk di sana.

Setelah Jeffry menjauh, dia menerima panggilan telepon Fathan.

"Wa'alaikumsalam, Fath. Ada apa?"

Jeffry menyerngitkan dahi, lalu ekspresi wajahnya berubah menjadi khawatir.

"Kamu sudah mencarinya di seluruh sudut ruangan?"

"Ya sudah, saya ke sana sekarang."

Ternyata Fathan memberitahu kalau Khuma menghilang dari apartemennya.

Setelah menerima panggilan telepon dari Fathan, Jeffry kembali ke tempat di mana ada Aisyah.

"Ada apa Jeff? Fathan kenapa?" tanya Aisyah yang penasaran.

Jeffry menggeleng pelan. "Tidak ada. Saya harus pergi sekarang. Maaf tidak bisa mengantarmu sampai apartemen, Aisyah."

"Eh? Sudah mau pergi? Apa ada hal penting dengan Fathan?"

"Nggak Aisyah. Lebih baik kamu kembali sekarang. Saya akan pergi setelah melihatmu masuk ke dalam lift."

Tanpa menunggu lama, Aisyah menuruti perkataan Jeffry. Walau dalam pikirannya, Aisyah begitu penasaran kenapa Jeffry seperti mengkhawatirkan sesuatu setelah menerima telepon dari Fathan.

Setelah memastikan Aisyah kembali ke apartemennya, Jeffry langsung bergegas menuju apartemen Fathan. Jujur saja, ia sangat khawatir. Bagaimana pun, Khuma adalah perempuan yang sudah memenuhi pikiran dan hatinya.

Kembali lagi.

"Udah Jeff. Khuma ada di halte bus dekat butik Pheony. Saya akan menjemputnya sekarang."

"Ya udah kalau begitu Fath. Saya juga ikut, sekalian pamit pulang. Saya hanya ingin memastikan kalau Khuma baik - baik aja." Jeffry segera meraih kunci mobil yang ada di atas meja.

Fathan mengangguk. Lalu bergegas untuk menjemput sang adik --Khumayroh.

Di halte bus. Arnan dan Khuma banyak bercerita mengenai masa lalu saat mereka masih sekolah. Bahkan Khuma menanyakan tentang Aisyah pada Arnan.

Ya, Aisyah adalah kakak kelas Khuma saat itu. Teman kecil Fathan. Juga kekasih Arnan, yang Khuma tahu.

"Sayang banget ya Nan, kirain kamu sama kak Aisyah akan sampai pelaminan...

... ah mungkin Allah punya rencana lain Nan. Sabar aja ya, fokus aja sama diri kamu sendiri sekarang."

"Iya Khuma. Makasih ya..."

Arnan ragu ingin menanyakan hal yang membuatnya penasaran. Pasalnya, setahu dia perempuan dengan hijab di depannya itu tidak punya kakak laki - laki. Lalu siapa Fathan?

"Khuma, siapa 'kak Fathan' itu? Maaf kalau aku menanyakan hal privasi kayak gini."

Khuma tersenyum. "Dia kakakku. Kakak kandungku yang sudah lama tinggal di sini. Makanya aku ikut dengannya ke sini untuk sekedar memenuhi rasa penasaranku tentang seni di kota ini."

"Ah gitu.. aku kira dia suamimu," sahut Arnan sekenanya.

Tertegun, lalu tertawa. Khuma tak habis pikir bagaimana Arnan bisa berpikiran seperti itu.

"Kamu ngaco deh Nan. Kak Fathan itu kakakku. Sahabat pacarmu... ah maaf maksudku kak Aisyah."

"Hah? Kamu serius? Kak Fathan itu temennya Aisyah? Kok bisa?"

Baru saja Khuma ingin menjawab, suara klakson menginterupsinya juga Arnan.

"Ah, itu kakakku." Khuma beranjak dari duduknya.

Saat hendak ingin menghampiri Fathan, laki - laki itu keluar dari mobil dan mengangkat satu tangannya bermaksud untuk meminta Khuma untuk berhenti melangkah. Sebab, di belakangnya ada mobil Jeffry yang ikut menepi hanya untuk memastikan keadaan Khuma.

Benar saja, Fathan menghampiri Khuma. Sedangkan Jeffry hanya memantaunya dari dalam mobil pribadinya dengan air wajah yang terlihat sedikit lega.

"Kak Fathaaan!" seru Khuma lalu memeluk sang kakak di depan Arnan.

"Kamu bikin kakak khawatir, jangan diulangi lagi. Kakak akan marah kalau kamu mengulanginya," sahut Fathan setelah Khuma melepas pelukannya.

"Iya kak, maafin Khuma ya.."

Kini fokus Fathan beralih ke belakang Khuma. Mata Fathan pun menyipit sambil menautkan kedua alis matanya. Lalu, menatap Khuma dengan tatapan menanyakan siapa seseorang itu.

"Ah, dia Arnan kak. Teman sekolahku dulu."

"Pertanyaan kakak, kamu ngapain sama dia berduaan di sini?"

Arnan tiba - tiba tak suka melihat adiknya berduaan dengan laki - laki lain. Jangan berpikir Fathan cemburu, kalian salah. Yang ada dipikiran Fathan sekarang adalah bagaimana perasaan Jeffry bila melihat ini. Semoga saja Jeffry tak salah paham.

Benar saja, Jeffry yang mengamati sedaritadi mulai menaruh curiga pada sosok laki - laki yang ada diantara Fathan dan Khuma.

"Bukankah itu laki - laki yang datang ke apartemen Aisyah? Sedang apa dia dengan Khuma? Ada hubungan apa mereka bedua?" gumamnya di balik setir.

Menepis rasa penasaran, Jeffry mencoba untuk berpikir positif. Tapi dia akan menanyakan hal ini pada Fathan nanti.

Dirasa sudah cukup dia memastikan Khuma baik - baik saja dan ada di tangan sang kakak, Jeffry pun akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana.

"Lebih baik saya pulang. Nggak baik memata - matai orang seperti ini. Tapi, saya hanya ingin menjaganya sampai halal. Nggak salah 'kan?" monolognya, lalu melajukan mobilnya melewati halte bus tersebut.

Fathan pun menyadari mobil Jeffry melewatinya. Dia hanya melirik sekilas lalu kembali menatap Arnan yang hanya diam membisu.

"Kakak, udah. Arnan bukan cowok yang nggak bener kak. Kebetulan tadi dia duluan yang ada di halte bus, dan Khuma dateng belakangan. Dia nemenin Khuma sambil nunggu kakak," jelas Khuma takut sang kakak memarahi Arnan.

Arnan hanya diam. Dia bingung harus menjawab apa. Memperkenalkan diri sekarang pun bukan waktu yang tepat. Jadi, dia hanya mendengarkan penjelasan Khuma.

Mengangguk. Fathan mengembuskan napas lega. "Ya udah, ayo kita pulang sekarang...

... makasih udah menjaga Khuma... Arnan?"

"Y-ya kak, saya Arnan. Iya sama - sama." Arnan menjawabnya dengan sedikit kelagapan.

Fathan menggandeng tangan Khuma dan mengajaknya menuju mobil yang dia tepikan. Sedangkan Khuma menoleh ke belakang.

"Makasih ya..." ucapnya tanpa suara.

Arnan yang melihatnya menjawab dengan sebuah anggukan kepala, lalu tersenyum membuat Khuma lega.

•-----•

avataravatar
Next chapter