2 Prolog

•-----•

"... InsyaAllah, aku siap Yah, Mah. Tapi..."

•-----•

"Assalamu'alaikum, bundaaa... Khuma udah pulang nih," teriak seorang wanita dengan hijab segitiganya sambil menyeret sebuah koper warna hitam.

Siti Khumayroh Bilqis; wanita berusia 23 tahun yang baru saja tiba di kediamannya. Kediaman yang begitu Khuma rindukan selama kurang lebih tiga bulan belakangan ini.

Ya, Khuma telah meyakinkan ayah dan bunda untuk menjadi anak rantau tiga bulan lalu. Kota Edinburgh-Jerman; adalah yang dipilih oleh Khuma dari sekian banyaknya kota seni.

Di sana --Edinburgh, Khuma melakukan riset atau biasa dia sebut dengan mencari pengalaman untuk kegemarannya dalam dunia fotografi setelah lulus S1 --Psikilog di kota kelahirannya; Jakarta.

Ada satu dari banyak hal yang menjadikan alasan untuk Khuma melakukan riset tersebut di kota nan bersahabat itu --Edinburgh. Yaitu; karena Khuma ingin mengikuti jejak sang kakak yang menjadi businessman dibidang automotive.

Bukan, Khuma tidak ingin terjun dalam bidang tersebut. Hanya saja, Khuma ingin mengembangkan bakatnya yaitu sebagai photographer. Namun, terlepas dari itu... Khuma sudah memikirkan karir sesungguhnya setelah mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya tentang dunia fotografi.

Siti Khumayroh akan melanjutkan karirnya kedalam dunia psikologi, sesuai dengan jurusan yang dia ambil saat kuliah. Dan kemungkinan besar, Khuma akan melanjutkan S2 untuk jenjang yang lebih tinggi --spesialis.

"Wa'alaikumsalam... ya Allah Ayaaah... Khuma sudah kembali," sahut sang bunda saat mendengar teriakan putri yang dia rindukan.

Tanpa perlu basa - basi, Khuma langsung berhambur ke dalam pelukan bunda Fatmah. Sang bunda pun memeluknya erat, lalu menciumi pipi kanan - kiri serta kening Khuma dengan penuh kerinduan.

Hingga Khuma merasa sesak. "Astaghfirullah bunda cukup... Khuma nggak bisa napas ini," protesnya.

Bunda Fatmah pun meregangkan pelukannya. "Maaf sayang, habisnya Bunda kangen banget sama kamu.."

"Sama, Khuma juga kangen sama bunda dan ayah. Eh iya, ayah ke mana bun?" tanya Khuma saat tak mendapatkan sosok sang ayah di sekitarnya.

Bunda melepaskan pelukan sepenuhnya. "Padahal tadi bunda sudah teriak manggil ayah, mungkin masih di kamar mandi."

Wajar saja, karena ini sudah masuk waktu sore hari. Ayah Adnan baru saja tiba di rumah sepulang bekerja. Kira - kira setengah jam yang lalu.

"Ya udah bun nggak apa - apa. Aku laper nih bun..." rengek Khuma, namun setelah itu dia mencium telapak tangan sang bunda.

Bunda Fatmah mengusap pucuk hijab warna peach yang dipakai Khuma. "Tenang aja sayang, bunda sudah masak makanan kesukaanmu dan kakakmu. Ah iya, di mana Fathan? Kamu nggak mungkin sendirian 'kan pulangnya?"

Khuma menyengir lebar. "Khuma sendiri bun. Kak Fathan tadi katanya mau mampir dulu ke rumah temennya. Jadi, Khuma dari bandara langsung pulang ke rumah."

"MasyaAllah... Fathan kebiasaan. Gimana bisa ngebiarin adiknya pulang sendirian. Awas aja ya, pulang nanti Bunda jewer kupingnya," kata bunda Fatmah sambil bercanda.

Khuma hanya terkekeh pelan. Dia tahu, bunda tak akan melakukan itu pada anak - anaknya. Itu hanya sebagai ancaman candaan yang biasa diutarakan oleh bunda dan ayah.

"Bun, Khuma bukan anak kecil lagi. Lagian 'kan kak Fathan selalu jagain Khuma selama di Jerman. Jadi, jangan marahin kak Fathan ya bun..." sahut Khuma.

Bunda Fathmah tersenyum lembut. "Iya sayang, ayo ke ruang makan. Biarin aja kopernya taruh di sana. Dibereskan nanti setelah makan dan berbincang. Bunda penasaran gimana rasanya kamu tinggal di negara asing dan jauh dari ayah, bunda..."

"Siap bun. Nanti Khuma ceritain. Pokoknya seru deh bun.. walaupun cuma tiga bulan, tapi banyak cerita di sana. Khuma juga ketemu sama temen - temen yang berhijab kayak Khuma. Terus, juga ada cerita tentang laki - laki yang bikin Khuma gemes sama tingkahnya," jelas Khuma sambil mengikuti langkah sang bunda menuju meja makan.

Bunda Fatmah menyentil hidung Khuma dengan lembut. "Anak bunda udah kenal laki - laki ya... bunda memberikan kepercayaan sama Khuma, tolong diamanatkan ya sayang. Khuma paham 'kan maksud bunda?" sahutnya.

"Iya bunda, Khuma paham.. lagi pula, dia nggak pernah macem - macem sama Khuma. Jadi, bunda nggak usah khawatir..." sahut Khuma sambil memeluk erat lengan sang bunda.

"Siapa nama laki - laki itu?" tanya bunda penasaran.

Khuma tersenyum malu. "Putra Arnan Ramadhan, bun..."

Mereka berdua --Khumayroh dan bunda Fatmah tiba di ruang makan. Hingga menit berikutnya kehadiran sang ayah langsung memecahkan suasana --Khuma berteriak.

"Ayaaaah... Khuma kangeeeen!" pekik Khuma yang begitu merindukan sang ayah.

Ayah Adnan merentangkan kedua tangannya dan siap menangkap gadisnya yang kini sudah beranjak dewasa. Khuma pun langsung berhambur dan melepaskan kerinduan pada sang ayah.

"MasyaAllah putri ayah sudah besar ya... makin berat, ayah nggak bisa ngangkat kamu kayak waktu kamu kecil dulu."

Khuma melepaskan pelukannya. "Iya dong yah, Khuma 'kan bukan anak kecil lagi. Khuma udah dewasa, ayah mana kuat gendong Khuma sekarang..." godanya sambil terkikik bersama bunda.

Ayah Adnan tersenyum lembut. "Gimana kabar kamu sayang? Di mana Fathan?"

Begitulah Khuma ketika dihadapkan oleh sang ayah. Bagaikan dengan teman, Khuma biasa bercerita banyak dengan sang ayah. Walau bunda juga ikut andil, tapi Khuma lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayah Adnan. Karena Bunda Fatmah sibuk dengan pekerjaannya, ya beliau seorang dokter.

Ayah Adnan? Beliau adalah pekerja kantoran, atau bisa dibilang ketua yayasan. Ayah Adnan adalah pendiri sekolah yayasan yang bertaraf standar nasional. Jadi, ayah Adnan memiliki waktu luang lebih banyak daripada bunda Fatmah untuk menemani Khumayroh atau Fathan.

Ting-nong...

"Siapa itu? Biar ayah yang buka. Khuma makan aja duluan sama bunda ya..." ucap ayah Adnan.

Khuma mengangguk patuh. Sedangkan bunda berkata, "udah yah. Bunda aja yang ke depan. Ayah belum makan juga 'kan?"

Akhirnya bunda Fatmah yang membukakan pintu. Ternyata putra satu - satunya; Muhammad Fathan Ibrani.

"Assalamu'alaikum bunda sayang..." ucap Fathan sambil tersenyum lebar, lalu mencium telapak tangan bunda Fatmah.

Tercetak senyum merekah di wajah Bunda Fatmah. "Wa'alaikumsalam, Ya Allah, Fathan... akhirnya kamu sampai juga 'nak."

Bunda Fatmah memeluk sang anak dan mencium pipi kanannya. Namun, detik berikutnya sang bunda menyerngitkan dahi melihat seseorang lainnya di belakang Fathan.

Fathan, mengikuti arah pandang bunda Fatmah. Dan dia baru ingat, kalau dia tak sendirian kembali ke rumah. "Ah, iya bun. Fathan lupa, ini sahabat Fathan namanya Jeffry..."

Jeffry Ibnu Bukhari; laki - laki dengan lesung di pipinya itu tersenyum. Lalu mencium telapak tangan bunda Fatmah. "Assalamu'alaikum, bunda Fathan."

"Wa'alaikumsalam, 'nak Jeffry." Bunda Fatmah melirik Fathan, meminta penjelasan maksud kedatangan temannya itu.

Seperti mengerti lirikan sang bunda. Fathan langsung berbisik. "Bun... ada ayah 'kan? Ada yang mau Jeffry bicarakan sama ayah."

Bunda mengangguk dan langsung memanggil sang suami. "Ayaaah..."

"Ayo Jeff, masuk dulu." Fathan dan Arnan masuk ke dalam rumah dan berhenti di ruang tamu. Sedangkan bunda melangkahkan kakinya menuju ruang makan untuk memanggil ayah Adnan.

"Sila duduk, Jeff. Saya panggil ayah dulu sebentar." Fathan meninggalkan Jeffry sendirian di ruang tamu.

Sedangkan di ruang makan, bunda berbisik pada ayah. "Yah, ada temennya Fathan di ruang tamu. Katanya mau bicara sama ayah, sepertinya penting."

Ayah mengangguk dan langsung beranjak dari tempatnya. Bersamaan dengan itu, Fathan tiba di ruang makan dan mencium telapak tangan sang Ayah.

"Assalamu'alaikum, Yah... di ruang tamu ada temen Fathan."

"Wa'alaikumsalam, iya ini ayah mau nemuin. Ada apa memangnya?" sahut sang ayah.

Fathan membisikkan sesuatu ke telinga sang ayah. "Ini tentang Khuma, Yah..." bisiknya.

Tanpa mendengarkan penjelasan lebih, ayah Adnan langsung menemui Jeffry. Bunda dan Fathan di ruang makan menemani Khuma yang tengah makan dengan nikmat. Bahkan perempuan itu enggan mengetahui siapa yang datang.

Di ruang tamu. Jeffry langsung berdiri dari duduknya saat melihat kedatangan ayah Adnan dari lorong yang terhubung antara ruang tamu dan ruang makan.

"Assalamu'alaikum om." Jeffry mencium telapak tangan ayah Adnan.

Ayah Adnan mengangguk. "Wa'alaikumsalam... iya 'nak Jeffry. Ada apa ya?"

Ayah Adnan duduk dan diikuti oleh Jeffry. Dengan menghembuskan napas pelan, dan tak lupa mengucap basmalah. Jeffry memberanikan diri mengutarakan maksud dari kedatangannya ini.

"Bismillahirrohmanirrohim... maaf sebelumnya jika kedatangan saya ke sini terlalu mendadak. Maksud utama saya adalah, saya ingin meminang putri om... Siti Khumayroh Bilqis..."

•-----•

avataravatar
Next chapter