"Aileen gimana kondisi Angga sama Lily?"
Tanya Aksa yang baru masuk kedalam ruangan itu sambil menghampiri keduanya. Aileen tidak berhenti melakukan pekerjaannya dan membalas pertanyaan Aksa dengan wajah datar seperti biasanya.
"Aku belum bisa mastiin keadaan Lily karena gak ada mesin ronsen di sini, tapi luka di kaki Angga gak terlalu dalem. Kayaknya jebakan berbentuk duri yang gak sengaja di injek Angga gak di lumurin sama racun tapi obat bius. Kayaknya gak terlalu banyak yang masuk ke dalem tubuhnya karena lukanya juga gak terlalu dalem tapi dia harus di periksa lagi lebih lanjut buat mastiin keselamatannya. Aku gak mau ngelakuin kesalahan diagnosis dan ngambil resiko buat keselamatannya."
"Aku kayaknya juga harus bikin sepatu yang lebih kuat lagi dari yang sekarang. Duri itu tajem banget sampai bisa nembus lapisan sepatu khusus yang aku buat, ini gak boleh terjadi lagi. Angga beruntung jebakan yang dia injek gak di lumuri racun yang mematikan, setelah istirahat ku selesai aku bakal nyari bahan lain biar hal yang sama gak bakalan terulang lagi."
"Lily harus kembali di bawa ke rumah sakit begitu juga Angga tapi itu gak mungkin karena mereka bakal bertanya-tanya nantinya lagian kita gak bisa ngambil resiko kalau Lily mungkin bakalan di apa-apain lagi. Keadaan Aileen juga gak memungkinkan buat ngerawat mereka sekarang, jadi mending mereka di rawat di markas utama."
"Tapi mas Aksa-"
"Aileen kamu terluka dan Rei masih sakit belum lagi kamu harus ngejaga Riku. Kalau terjadi sesuatu sama mereka aku bakal langsung hubungin kamu paham?"
Aileen menghela nafas dan hanya mengangguk, ia tidak bisa melawan perkataan Aksa saat dia sudah serius ini.
"Tapi ngomong ngomong target kita gimana?"
Tanya Aileen, mereka masih bisa mendengar suara teriakan pria itu di luar sampai sekarang dan Aileen malas untuk memeriksa apa yang telah terjadi kepadanya di luar.
"Seingin-inginnya aku ngeliat dia membusuk di sana kita masih butuh dia. Aku udah panggil beberapa robot dari markas buat bawa tubuhnya ke markas jangan khawatir."
Ujarnya sambil tersenyum membuat Aileen agak kaget. Ia tidak tahu kalau Aksa memiliki sisi sadis seperti ini sementara Rei tampak hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataannya. Aksa menelpon markas pusat untuk meminta bantuan, dua puluh menit kemudian bantuan datang lewat helikopter, Angga dan Lily di bawa ke markas pusat untuk pemeriksaan lanjutan. Tubuh Harry yang terluka parah juga di amankan setelah mobil 'ambulans' datang dan membawanya ke markas setelah memberikan pertolongan pertama kepadanya. Sementara itu Aksa kembali ke apartemen untuk membuat laporan dan memastikan Adnan menjaga apartemen dengan baik. Aileen di antar kembali ke rumahnya oleh Rei karena dia juga sudah berjanji pada Riku tentu setelah ia kembali memakai pakaian biasa yang tadi ia pakai.
Sesampainya mereka di depan rumah dimana anak-anak Aileen tinggal Aileen keluar dari dalam mobil van dan berniat masuk ke dalam rumahnya sebelum kemudian dia berbalik dan menatap Rei yang tampak memastikan keamanannya dari dalam mobil hingga ia benar-benar masuk ke dalam rumah.
"Rei kenapa kamu gak masuk aja? Ini udah malem. Kamu juga lagi sakit kan?"
Rei mau, tapi entah kenapa ia merasa kalau ini bukan saatnya. Apalagi entah kenapa ia merasa kalau ia tidak akan bisa di terima oleh anak Aileen dengan mudah setelah ia pergi meninggalkan Aileen. Entah kenapa ia merasa kalau Kinan melihat wajahnya dia akan sangat marah padanya dan mengomelinya panjang lebar. Ia ingin menghindari hal itu untuk saat ini.
"Gak bisa Aileen, aku gak bisa parkir mobil ini sembarangan lagian garasi rumah kamu juga gak cukup besar. Mobil ini gak akan muat."
Aileen menaikkan sebelah alisnya, dia heran dengan kelakuan Rei. Bukankah mobil van itu bisa di buat lebih pendek? Rasanya ia melihat pengaturan di bagian mobil van itu tadi. Kenapa Rei seakan berusaha untuk menghindari sesuatu?.
"Aku gak ngerti kenapa kamu gak mau nginep pake alesan mobil itu gak akan muat masuk garasi rumahku ketika panjang sama pendeknya bisa kamu atur tapi aku gak akan nanya. Jangan sampe ketiduran waktu nyetir."
Mengetahui kalau Aileen menyadari niatnya Rei tertawa paksa dan berkata.
"Iya bu dokter, udah masuk sana. Ada yang nunggu kamu kan di dalem?"
Aileen mengangguk dan berbalik kembali berjalan ke depan pintu rumah itu. Rei melihat Aileen tampak mencoba membuka pintu namun pintu itu sepertinya kunci dari dalam. Iapun mengambil kunci cadangan dari dalam sakunya dan membuka pintu, ia melihat seorang anak laki-laki ber usia sekitar empat belas tahun yang sepertinya adalah Kinan tampak menghampiri Aileen.
"Ibu udah pulang?"
"Iya, kamu kok masih bangun jam segini?"
Kinan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal dan berkata.
"Aku punya firasat ibu gak bakalan lama jadi aku nungguin ibu sambil ngerjain PR. Tadi aku denger suara mobil jadi aku ngerasa kalau ibu mungkin udah pulang. Suara mobil yang di depan itu kan bisa di bilang lebih tenang."
Anak itu beralih menatap Rei yang tidak keluar dari kursi pengemudi dan tersenyum ramah padanya.
"Makasih udah ngejaga ibu saya."
Rei tahu itu bukan sekedar senyuman. Anak laki-laki itu entah kenapa memasang senyuman yang biasa di gunakan Aksa saat dia melakukan kerjasama dengan kolega bisnisnya. Itu bukan senyuman yang harusnya tampak di wajah anak kecil seumurannya!! Aileen bahkan tampak tidak menyadarinya!!
"Gak perlu berterimakasih, Aileen itu anggota yang penting. Kalau dia gak ada kami semua bakalan repot."
Aileen tersenyum miring mendengar Rei yang berusaha untuk membuat kesan baik di depan anaknya persis dengan laki-laki lain yang mencoba mendekatinya dulu tapi ia tahu Rei tidak bermaksud begitu. Diapun tersenyum miring dan berkata.
"Hm... rasanya ada seseorang yang waktu pertama aku dateng langsung pingin ngusir. Siapa ya?..."
Kinan tampak menatap tajam kearahnya namun Rei tampak tak terlalu mempedulikannya dan berkata.
"Bukannya aku gak suka tahu, pekerjaan kita bahaya. Lagian waktu itu mana aku tahu kalau kamu bisa bela diri?"
Melihat Rei yang tampak berusaha keras untuk membela dirinya Aileen tertawa kecil dan berkata.
"Tahu kok. Jangan sampai ketiduran di jalan lho, bahaya. Waktu udah sampai apartemen kamu harus langsung istirahat juga lho."
"Iya-iya aku bakal hati-hati dan nurutin semua perkataan bu dokter. Sampai nanti Aileen."
Aileen dan Kinan menatap mobil itu hingga benar-benar menghilang dari pandangan mereka sebelum kemudian masuk ke dalam rumah. Aileen memeriksa ke setiap kamar dan menemukan keempat anaknya yang lain sudah tidur dengan nyenyak di kamar mereka masing-masing. Iapun menghampiri Kinan yang tampak kembali mengerjakan PRnya di ruang tamu sementara ia mengambil segelas air putih dari dapur dan meminumnya di ruang tamu sambil menemani Kinan.
"Ibu ngomong-ngomong yang tadi itu siapa? Wajahnya kok rasanya gak asing."
Tanya Kinan yang masih fokus mengerjakan PRnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku di mejanya sementara Aileen yang sedang minum terkejut hingga membuatnya terbatuk-batuk. Mengingat Rei mirip Rendi tentu Kinan merasa wajahnya sangat familiar. Itu tidak aneh karena Aileen sering menceritakan tentang Rendi kepada anak anaknya dan sering kali memanggilnya dengan nama panggilannya yaitu Rei karena sudah menjadi kebiasaan untuknya.
Lama kelamaan Kinan menganggap sosok Rei sebagai 'Ayah' bukan hanya Kinan tapi anak-anaknya yang lain Aleena, Melody dan Melisa juga menganggapnya seperti itu. Bahkan ada setidaknya satu foto Rendi di setiap kamar mereka yang sedang bersama Aileen. Mereka kadang minta Aileen menceritakan tentang Rendi kepada mereka apalagi Riku yang memiliki kemiripan dengan Rendi. Tapi Rei yang ini bukan Rendi dan dia tidak mau membahas tentang Rei yang ini.
"Dia temen kerja Kinan. Ngomong-ngomong gimana sekolah?"
Tanyanya mengalihkan topik pembicaraan mereka, Kinan sepertinya tidak menyadarinya dan menjawab pertanyaan Aileen.
"Gak ada masalah sama sekolahku dan Aleena tapi Melody sama Melisa ada pertemuan orang tua murid beberapa hari lagi. Mereka pingin ayah yang pergi karena ibu sibuk dan luka di leher ibu juga masih belum sembuh tapi Ayah lebih sibuk dari ibu jadi mereka gak tahu harus gimana."
Aileen menghela nafas mendengar perkataan Kinan. Melody dan Melisa memang sangat menempel padanya setelah ia menyelamatkan mereka dari serikat perdagangan manusia karena itu selain Alena Melody dan Melisa sangat memperhatikannya dan paling khawatir kalau terjadi sesuatu padanya.
"Ibu bakal dateng, luka di leher ibu bukan apa-apa. Ibu pernah terluka lebih parah dari pada ini dan bisa ngelakuin hal normal kayak biasanya. Mereka itu terlalu khawatir"
Kinan kadang merasa kesal pada Ayahnya. Dia itu tidak pernah ada saat ibunya membutuhkan dia Ibunya bahkan harus menyeimbangkan urusan pendidikan, keluarga dan pekerjaan karena keberadaannya yang sampai sekarang masih tidak dia ketahui. Kadang ia bingung bagaimana bisa ibunya yang baik bisa mencintai ayah yang seperti itu.
"Ibu, apa ibu gak pernah benci sama ayah?. Dia gak pernah ada di rumah, bahkan waktu ibu bener-bener butuh dia ayah gak ada. Dia bahkan gak nengok ibu waktu ibu beberapa kali masuk rumah sakit."
Pertanyaan Kinan di balas Aileen dengan sebuah senyuman yang entah kenapa terlihat sedih untuk Kinan. Ia paling tidak suka melihat ibunya tersenyum seperti itu. Aileen sendiri tidak memberi tahu apa yang ia maksud dengan kata 'pergi ke tempat yang jauh' yang sering di gunakannya saat Kinan dan anak anaknya yang lain menanyakan Rendi.
"Ibu gak akan pernah benci dia, dia punya alasan sendiri buat pergi. Tapi satu hal yang ibu tahu. Dia bangga sama kalian semua begitu juga ibu."
"Meski kami bukan anak kandung ibu sama ayah gak kayak Riku?"
Aileen tertawa kecil mendengar pertanyaan Kinan.
"Tentu, aku tetap ibu kalian meski aku gak melahirkan kalian. Kalian anak-anak yang manis, berbakat dan punya keunikan masing-masing. Ibu gak pernah minta lebih sama kalian dan kalian memberikan yang terbaik sama ibu. Gimana bisa ibu gak bangga?"
Satu hal yang Kinan tahu pasti saat ia melihat senyuman itu di wajah ibunya. Saat ayahnya kembali dia akan membuat perhitungan padanya. Siapapun yang membuat ibunya sedih akan dia beri pelajaran.