7 Part 6

"Victoria!"

Jerit sylvester menggema kesegala penjuru ruangan. Ia berlari kearah kamar menuju kamar lain sampai dirinya bertemu dengan pelayan yang sedang merapihkan kasur.

"Dimana victoria?"

Pelayan itu berjingkat kaget ketika suara sylvesyer mengejutkanya. Ia berbalik menatap Raja yang terlihat begitu cemas.

"Saya tidak melihat nona victoria dari semalam yang mulia"

Tutur pelayan itu sembari menundukan kepala sebagai mana mestinya. Pelayan itu sedikit mengintip wajah sylvester yang terlewat tampan. Tidak ada yang bisa mengalahkan kewibawaan pria itu, ia terlahir begitu sempurna dan seluruh wanita pun mendambakanya.

"Shit"

Gumam sylvester lirih, ia meremas rambutnya kasar lalu pergi keluar mengumpulkan seluruh pengawal.

kini para pengawal telah berkumpul di ruang tengah. Mereka menunduk taat mengikuti perintah sylvester, tetapi mereka tidak tau apa yang sedang raja itu ributkan pagi ini. Mereka semua terdiam sebelum sylvester mengajukan sebuah pertanyaan.

"Kau pergi tanyakan savarez kemana perginya victoria"

Sylvester menunjuk salah satu pengawalnya yang langsung mengangguk mengerti.

"Dan kalian semua temukan victoria di seluruh kastil sampai-

"Maaf tuan.."

tiba tiba ada seorang pengawal yang mengangkat tangan tinggi-tinggi memotong perkataan sylvester.

"Saya tadi melihat nona victoria sedang terlelap di ruang merah"

-

"Victoria!"

Sylvester menepuk pipi kiri gadis itu perlahan membangunkan jiwa yang sedang terlelap dan seketika aroma alkohol menusuk indra penciumannya saat victoria membuka mulut untuk menguap.

"yaa.. "

Gumamnya lalu ia mulai mengerjap mata  memfokuskan pandangan kearah sylvester yang ada di samping. Segera, victoria merangkul leher pria itu hingga kepalanya sedikit terangkat.

"Siapa yang membawamu kemari?"

Sylvester mengangkat punggung victoria menempatkanya di pinggir kasur untuk bersandar.

"Tentu saja kau vester"

Sylvester mengetatkan rahang lalu mengusap pelipis victoria yang terlihat memar.

"Shh" victoria berdesis dan menggapai tangan sylvester.

"Apa yang dia lakukan padamu?"

Victoria menautkan alis tak mengerti, apa maksud sylvester. Bukankah pria itu yang semalam bersamanya? Menemaninya tidur? Tapi mengapa ia bertanya apa saja yang mereka lakukan?

"Kau menciumku sylvester, dan kita tidur bersama apa kau lupa?"

Sylvester menggeram. Ia menggertakan gigi bergemeletuk, tatapanya mengintimidasi kearah victoria dan mencium dalam aroma gadis itu tetapi tetap tidak menemukan aroma lain selain alkohol.  Sial sebenarnya siapa dia?

"Itu bukan aku, victoria. Percayalah. Kau dalam bahaya"

Victoria mendelik, mulutnya menganga lebar. Ia tak percaya dengan apa yang sylvester katakan. Dan ia tertawa mendengar lelucon sylvester yang begitu lucu.

"Aku tak sedang bergurau vicky"

Victoria mendorong tubuh sylvester menjauh.

"Jika kau ingin menakutiku, kau berhasil vester"

Lalu ia menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

"Aku bersumpah jika aku serius dengan perkataanku victoria. Dengar, dia sangat pintar menyamar. Aku mencium dari aromanya, dia masih termasuk bangsaku"

Sylvester bangkit dan berjalan kearah jendela.

"Aku tidak tau apa yang dia inginkan darimu, tapi jika memang dia bangsaku, mengapa ia nekat mendekatimu. Secara harfiah kau sudah kutandai" lanjutnya lagi tapi kali ini sambil menatap victoria yang masih terdiam.

Mata gadis itu menghitam akibat eyeliner yang luntur, lipstick merahnya berantakan hingga keluar dari garis bibir. Wajahnya begitu kacau dan harus segera dibersihkan.

"Tapi-tapi, sumpah demi tuhan. Itu kau sylvester,Itu kau. Hanya saja malam itu ada yang berbeda dengan warna matamu"

Sylvester menggeram, "sudah kubilang itu bukan aku victoria. Pergilah dari sini, freya akan mengurusmu"

Victoria pun menurut, ia pergi dari ruangan ini tanpa mengucapkan sepatah kata. Tubuhnya masih merinding ketakutan dengan pria yang semalam ada di sampingnya. Demi tuhan, ia melihat jika pria itu adalah sylvester. Ia begitu ramah dan romantis. Dan kecupan itu, sungguh ia tidak bisa melupakanya.

-

Berulang kali victoria mengoleskan gel putih pada pelipisnya untuk mengurangi rasa nyeri dari memar tersebut. Ia tak ingat apa yang dilakukan sampai pelipisnya memar seperti ini.  Mungkin saja, kecerobohannya-lah yang membawa petaka.

"Ah"

Mengapa nyeri sekali sih, hanya sekedar memar saja?

Rutuknya dalam hati.

Setelah selesai dengan aktivitasnya, ia mulai bangkit dari bangku menuju pintu yang menghubungkan ke luar ruangan. Perlahan ia membuka pintu tersebut, dan ternyata sebuah perpustakaan.

Ia melihat sekeliling perpustakaan yang begitu rapih nan elegant. Seluruh buku tertata tanpa celah yang ada. Tersusun tinggi di dalam rak rak yang menjulang. Sangat mengesankan.

Kakinya membawa langkahan menuju kearah barat tempat dimana buku ensiklopedia berada. Ia mengambil salah satu buku bersampul merah dan tebal yang berada tepat di depan matanya.

Ia membaca judul buku tersebut

"The history of werewolf"

Seakan tertarik, ia segera membuka halamannya. Di halaman pertama terdapat sebuah gambar yang memperlihatkan seorang pria yang diserang beberapa serigala. Lalu ia membuka halaman selanjutnya, dan terdapat beberapa penjelasan mengenai kekuatan dari manusia serigala tersebut. Setiap pada bulan purnama manusia serigala akan berubah menjadi serigala seutuhnya dan insting mereka akan seperti binatang.

"Menarik"

Gumam victoria rendah dan membuka halaman demi halaman sampai tangannya berhenti dan matanya menatap sesuatu.

Sebuah gambar yang memperlihatkan kedua serigala berhubungan badan kemudian tubuh mereka disinari cahaya yang entahlah berwarna apa karena di buku ini hanya ada dua warna, yaitu hitam dan putih. Merasa penasaran, victoria membuka halaman selanjutnya dan membaca seksama penjelasan yang tercantum disana.

"Pada saat bulan purnama, masa perkawinan kedua insan akan berlangsung. Sesuai peraturan yang ada mereka melakukan -"

"Ada yang bisa kubantu, nona?"

Tiba tiba seseorang menyentak dirinya dari belakang yang membuat victoria segera menutup buku tersebut. Ia meletakan kembali buku itu ketempat semula lalu memutar tubuhnya kebelakang.

"Savarez?"

Bukankah pria itu sudah pergi semalam? Mengapa ia masih berada disini?

"Maafkan aku meninggalkanmu, tapi percayalah jika seseorang yang semalam mengawasiku adalah sylvester. Dan aku tidak percaya begitu saja jika sylvester bilang itu bukan dirinya"

Jelas savarez panjang lebar penuh penyesalan. Ia memperhatikan raut wajah victoria yang berubah masam. Seharusnya ia tidak meninggalkan victoria begitu saja, tapi mengingat tatapan mengintimidasi dari seseorang yang di anggap sylvester itu benar benar seperti saudaranya.

"Jadi itu bukan sylvester?"

Savarez menggeleng lemah,

"Aku sangat berharap mengatakan jika itu adalah sylvester tapi kenyataannya sama sekali bukan"

Dan saat itu juga victoria memegang keningnya yang sedikit pusing, pandangan matanya memburam. Ia begitu shok terhadap penjelasan savarez. Seluruh perkataan jika pria yang semalam menemaninya bukanlah sylvester seakan boomerang baginya. Ia tidak ingat apa yang pria itu lakukan.

"Apa kau baik baik saja?"

Victoria mengangguk lalu menyenderkan bahunya pada dinding, ia butuh tempat duduk untuk mengistirahatkan tubuhnya yang bergetar hebat.

Savarez menghampiri victoria dan meraih lengan gadis itu,

"Ayo ikut denganku, kita akan meminum teh dan membicarakan ini disana" kemudian menuntunnya pergi menuju lantai tiga.

-Sylvester-

Savarez menghirup dalam aroma teh yang menguar melalu asap dari dalam cangkirnya untuk merasakan ketenangan yang dihasilkan dari aroma jasmine juga camomile.

"Hirup aromanya, bisa menenangkan pikiranmu"

Victoria menurut ia pun melakukan apa yang pria itu lakukan. Meletakan cangkir dibawah hidung dan menghirupnya.

"Jadi, apa yang pria itu bicarakan?"

Victoria segera menatap savarez lalu meletakan cangkir itu diatas meja. Matanya mengalihkan pandangan dari savarez ke arah lain. Sekelibat memori semalam datang menghampiri.

"Dia mengatakan aku sangat cantik dan aromaku begitu nikmat"

"Ada lagi yang ia katakan?"

"Harta kecil sebuah kebahagian, jadilah penyayang, atau berikan kepadaku... da-dan aku tidak tau apa maksudnya itu" ujarnya sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

Savarez menatap victoria dengan raut wajah yang terlihat berpikir, ia mengetukan jari jari tangannya di atas meja membentuk sebuah irama.

"Aku akan memberitau ini kepada sylvester, habiskan tea mu"

Kurang greget ga si part ini?

avataravatar