2 Part 1

Sinar mentari menerobos masuk melewati celah jendela yang sudah tidak lagi tertutup horden mengedarkan cahaya membuat seorang gadis yang tengah terbaring dengan perban di lehernya terbangun. Perlahan, mata terpejam itu mulai terbuka. Manik violet dengan semua ketenangan disana mengerjap pelan memfokuskan pandangan. Ia sedikit kaget dengan keadaanya sekarang, dimana ia? mungkinkah ini adalah surga?

Cklek

Terdengar suara pintu terbuka, matanya langsung mengarah ke sana. Ternyata seorang wanita yang datang. Tapi tunggu, siapakah dia?

"Ah nona, anda sudah sadar ternyata"

wanita itu berucap sembari mendekat namun ia segera beringsut menjauh, takut terjadi apa apa jika wanita itu adalah penyihir dan akan menyihirnya menjadi bekicot. ia masih bingung juga linglung, ada dimana sebenarnya sekarang? Mengapa pikiranya tidak bisa ia dapat kembali?

"Jikalau boleh saya ingin tau, siapa nama nona?"

wanita itu kembali berucap, ia hanya bergeming dan memperhatikan tanpa mau menjawab. "saya bukanlah wanita jahat seperti yang anda pikirkan nona" lanjut wanita itu dan ia pun mulai memperkenalkan diri.

"Vic-"

Ah sial! Ada apa dengan suaranya? Mengapa begitu sulit untuk berbicara?

"Victoria Croft"

Setelah berhasil mengucapkan sepatah kata lantas ia sedikit ragu, apakah betul yang diucapakan adalah namanya? mengapa ia tiba tiba lupa?

"Mungkin"

Lanjutnya lagi merasa bodoh. Hanya nama, mengapa rasanya begitu sulit untuk mengingat.

"Baiklah nona Victoria, saya harus memberitahukan kepada anda jika tuan Sylvester sedang pergi"

Sylvester? Siapa lagi nama itu? Dan siapa juga yang mencarinya. Entahlah yang pasti ia ingin segera pergi dari sini.

"Aku tak mengenal Sylvester, dan siapalah dia aku tak peduli. Yang aku inginkan adalah kebebasan. Jadi aku ingin pergi"

ujarnya penuh keyakin dan menurutnya keputusannya ini adalah benar, tapi ia harus pergi kemana sekarang? Menjadi gelandang di luar sana? Yang benar saja, victoria tidak tau daerah ini. Bagaimana jika dia di culik dan dijadikan santapan binatang buas? Bukankah itu lebih mengerikan.

"Nona tidak dibolehkan pergi. Saya permisi"

Kemudian wanita itu pergi meninggalkan victoria yang Menyiksakan seribu pertanyaan terngiang di kepalanya. Apa apaan wanita itu? dan dunia macam apa ini?! Mengapa ia harus terjebak disini?

Akh! Otak sialan. Mengapa kau harus rusak saat kubutuhkan!

Cklek

Pintu kembali terbuka, matanya yang tajam langsung mengawasi setiap pergerakan. Ia sempat berpikir, mengapa wanita itu datang lagi? namun ternyata perkiraanya salah bukan wanita itu yang datang. Melainkan seorang pria dengan tubuh besar dan bahu yang lebar. Sial! Apakah dia seorang penyihir?! Apakah dia sylvester?

"Si-siapa kau!"

Belum sampai pria itu mendekat, victoria telah melempar sebuah pertanyaan yang membuat pria itu seketika berhenti tapi tidak untuk waktu lama, pria itu berjalan lagi.

Damn!

Victoria tercengang mata violetnya membulat sempurna. Pria itu membuat dirinya sulit bernapas. Mengapa ada seorang penyihir setampan ini? Bahkan victoria berani bersumpah ia rela kehilangan kedua bola matanya jika ada satu orang yang mengatakan pria itu jelek.

"Victoria"

Sial! Telinganya seakan dipuaskan. Suara maskulin dari pria itu membuat pertahanannya runtuh. Tapi berkali kali otaknya berseru. Ingat vicky, kau tidak mengenalnya jadi anggaplah ia berbahaya.

"Kau banyak berhutang budi padaku"

Apa katanya? Berhutang budi? Dia yang membawaku kemari tapi aku yang berhutang budi? Apa maksudnya ini.

"Kau menculikku, dan aku harus berhutang budi?"

Pria itu menggeram rendah lalu berdecih.

"Aku yang menolongmu bodoh! Untuk apa aku menculik gadis bodoh sepertimu" ia menatap meremehkan kearah victoria yang masih terduduk di pinggir kasur.

"Menolongku? Memangnya aku kenapa?"

pria itu memutar bola matanya cepat. Sebenarnya ia terlalu malas berbicara dengan gadis bodoh di depanya ini, tapi mau tidak mau ia harus tetap menjelaskannya karena gadis itu yang akan menjadi takdirnya kelak.

"Kau terjatuh di jurang kematian, dan meminta bantuan kepadaku. apa kau tidak ingat?"

seketika victoria mengalihkan pandangannya kesamping. Ia berusaha keras untuk mengingat hingga suatu kilatan berhasil terekam kembali di otaknya. Ya dia ingat! Dia menghindari diri dari kejaran warga yang menganggapnya penyihir. Padahal penyihir itu adalah pria ini.

Lalu dia kembali ingat jika dirinya terjatuh dan melihat sesosok tubuh besar menghamparinya dan ia tidak ingat lagi. Berarti.. penyihir inilah yang menolongnya.

"Kau penyihir yang menolong ku?"

"Penyihir? Hahahaha"

Suara sylvester menggema di seluruh ruangan. Tawanya seakan menghina seorang gadis yang dianggapnya bodoh ini, tetapi kenyataanya gadis itu memanglah bodoh karena ia masih saja percaya adanya penyihir. Padahal, penyihir hanyalah sebuah karangan cerita.

"Kau mempercayai penyihir dijaman ini? Hahaha. Begitu kampunganya dirimu"

Sylvester kembali tergelak lalu ia berjalan kearah victoria dan duduk di samping gadis itu, victoria yang merasa tak nyaman segera menggeserkan tubuhnya kesamping.

"Kurang ajar sekali kau mengataiku kampungan. Aku tidak kampungan, tapi memang penyihir itu ada sampai sampai akulah yang dituduh sebagai penyihir, dunia begitu kejam dan seakan menjauhiku"

Raut wajah victoria berubah, ia tak mengerti kenapa takdirnya menjadi seperti ini. Ia tak tau lagi harus merajuk kepada siapa? Tuhan pun seakan benci dengan dirinya hingga menimpahkan kesialan yang begitu tragis.

"Tapi sayangnya, aku tidak bertanya"

Sylvester melirik kearah victoria dengan ujung matanya. Ia memperhatikan raut wajah gadis itu yang menggeram. Dia sangat lucu jika menggeram seperti itu, matanya mendelik dan bibirnya yang kemerahan itu mengatup rapat menggemaskan.

"Keparat"

Gumam gadis itu selirih mungkin. Ia sangat jengkel dengan pria yang ada disampingnya, pria menyebalkan yang sialnya begitu tampan. Tapi ketampananya tidak menutupi jika dia adalah pria arrogant. lihat saja tatapanya seakan meremehkan.

"Aku mendengarmu little girl"

Aku tak peduli sylvester.

"Sudahlah, aku ingin pergi"

Ujar victoria yang langsung disambut oleh tatapan tajam Sylvester, ia benci mendengar kata 'pergi' dan ia sangat benci lagi jika gadis itu pergi.

Gadis itu tidak boleh pergi, hanya dia yang bisa membantunya.

"Kau tak boleh pergi!" Sylvester menggertak victoria dengan suaranya yang tegas dan tak terbantahkan. Ia tidak mau kalau gadis ini benar benar pergi dan sepertinya, ia akan mengurung gadis itu di kastilnya sampai waktu yang di tentukan tiba.

"Enak saja, memangnya kau siapa melarangku. Lagi pula tempat apa sih ini? Sangat aneh. Dindingnya aneh dan hem.. apa yang tergantung di atas sana?" Victoria menunjuk lampu cendelier yang tergantung megah di atap kamar. Ia heran, mengapa gantungan besar bisa berada disana? Bagaimana cara mengangkatnya?

"Itu tidak penting! Yang terpenting kau harus tinggal disini! Kau paham little girl?!" Sylvester mengabaikan rasa penasaran victoria. Ia menahan victoria disini seakan ialah pemilik aset dari segela yang gadis itu punya, tapi memang begitulah kenyataanya.

Kemudian ia pergi meninggalkan victoria yang masih mengerutkan kening heran. Ia ingin marah tapi tak pantas marah terhadap orang yang berbaik hati kepadanya. Hanya saja, victoria juga butuh kebebasan! Oh tuhan. Yang benar saja ia akan tetap tinggal disini dengan kemewahan yang tidak ia mengerti?! Tunggu, ia teringat sesuatu mengapa begitu naif untuk percaya dengan kata sylvester jika penyihir itu tidak ada?

Dan. Oh no! Jangan jangan Sylvester menahannya disini untuk menjadikannya sebagai tumbal? sial. Tamatlah riwayatmu victoria. Kau harus segera pergi dari sini.

avataravatar
Next chapter