3 Pertemuan Pertama

Jadi, kau harus memanggilku Oppa sekarang, Haura-ya," hardik Hyun Jae seraya menukik senyum ke arah Haura penuh kemenangan, mendapati selisih umur mereka ternyata hampir lima tahun.

Haura melipat dahinya samar mendapati titah Hyun Jae agar ia memanggilnya Oppa. Sebelumnya memang ia tidak pernah memanggil sosok oriental di depannya itu dengan sebutan apa pun, hanya sebatas aku dan kau.

"Kalau begitu, kau juga tidak boleh memanggilku seenaknya dengan Cantik Kaleng-kaleng!" dengkus Haura, ia menimpal tatapan Hyun Jae tajam seraya memeluk kedua tangannya di dada.

Hyun Jae malah tertawa ringan. "Jangan menatapku seperti itu. Aku hanya bercanda dengan memanggilmu Cantik Kaleng-kaleng, Haura-ya," timpalnya. Tidak merasa bersalah sedikitpun.

Haura mendengkus lagi. "Dengan memanggilku Cantik Kaleng-kaleng, kau sama saja tengah mencaci ciptaan Tuhan. Mungkin aku memang tidak secantik wanita pribumi di sini, namun itu jelaslah sangat tidak senonoh!" tampiknya.

Dengan tersenyum, Hyun Jae manggut-manggut. "Hmm, Tuhan?" sahutnya. Menukik dahinya.

Haura mengangguk pelan. "Wae gaurae?" tanyanya mendapati raut muka Hyun Jae yang mendadak masam.

Hyun Jae menggeleng pelan, lalu mengidik. "Bukan apa-apa," lanjutnya.

Haura cemberut seraya sepasang matanya menyipit curiga. Pasalnya, mendadak ia menangkap rasa masygul Hyun Jae saat ia menyinggung Tuhan dalam percakapannya. Namun, sudahlah, itu bukan urusannya.

"Kupikir kau seorang introvert, Haura-ya." Hyun Jae mengalihkan topik.

"Wae?" Haura menukik alisnya.

"Masalahnya melihat story dan feed-mu di instagram, kau tak pernah menyertakan foto satu kalipun. Sampai-sampai foto profilmu saja sunflower. Padalah di era millenial ini, era digital yang semakin maju saja, kebanyakan mereka menjadi sibuk menonjolkan diri mereka lewat medial sosial dengan potret-potret sebagus mungkin untuk meningkatkan follower, meraih popularitas."

Dan kupikir, kau adalah salah satu manusia introvert yang takut berfoto untuk mempostingnya di media sosial karena ... hmm ... jelek," papar Hyun Jae, sedikit ragu saat mengatakan "jelek" dengan mengambangkannya dahulu sesaat.

Haura tersenyum tipis mendapati ucapan Hyun Jae. "Itulah mengapa kau menyebutku Cantik Kaleng-kaleng?" selidiknya.

Hyun Jae mengangguk pelan. Haura menghembuskan napas panjang mendapati itu.

"Sayangnya, tidak semua orang berpikir dangkal seperti itu, Oppa," jawab Haura seraya menyebut "Oppa" untuk kali pertamanya.

"Hmm, mianhae," sambung Hyun Jae.

Haura mengidik, lalu berucap, "Jangan sungkan."

"Hmm, gomawo." Hyun Jae menggigit bibir bawahnya.

Seperti sebelumnya, Haura tersenyum tipis, lalu berpaling ke arah Sungai Hangang.

"Haura-ya ...."

"Hmm ...." Masih menatap Sungai Hangang.

"Daripada termenung menatap begitu, mengutari sekitaran taman dengan bersepada saja, yuk? Kau mau, 'kan?" tawar Hyun Jae.

Haura berpaling menatap Hyun Jae, lalu menimpal, "Mwo?"

***

Selama mengayuh sepeda bersama memutari taman Yeouido Hangang Park, Hyun Jae banyak menceritakan sejarah bagaimana asal muasal Sungai Hangang itu. Hyun Jae berkisah, jika Sungai Hangang terbentuk dari pertemuan Sungai Namhan--Sungai Han Selatan--yang bermata air di Gunung Daedeok dengan Sungai Bukhan--Sungai Han Utara--yang berhulu dari lembah Gunung Geumgang di Korea Utara. Dan bergabung lagi dengan Sungai Imjin sebelum bermuara ke Laut Kuning.

Sungai Hangang terbentang luas sepanjang kisaran 154 km. Dulunya menjadi jalur perdagangan antar Korea dan China. Dari masa pemerintahan 3 kerajaan di Korea. Yaitu, Goguryeo, Baekje, dan Silla.

"Maka tak heran jika di sepanjang aliran sungai ini terbentang jembatan-jembatan yang menjadi penghubung antara wilayah yang berada di bagian utara dan selatan Seoul," papar Hyun Jae seraya masih terus mengayuh sepedanya.

Sedangakan Haura, ia hanya tersenyum seraya terus mengayuh sepedanya pula yang bersampingan dengan sepeda Hyun Jae. Sesekali ber-oh lirih kendati sesungguhnya ia tidak begitu maksud dengan apa yang dibicarakan Hyun Jae. Sungai Han Utara dan Sungai Han Selatan, hmm, ia sedang tidak mau berpikir berat. Ingat, ia baru pertama kali ke Korea.

Haura lebih fokus ke setiap samping penampakan yang ada. Aish, bukan bagaimana menikmati sosok Hyun Jae yang bersepeda di sampingnya. Sosok Hyun Jae yang memang ternyata terlihat lebih tampan dari foto-fotonya yang di feed ataupun story instagram. Sosok Hyun Jae dengan garis wajah tirus yang tegas, rambutnya kecokelatan belah dua layaknya member boyband saja, hidung mancung, bibir tipis, serta sepasang mata jernih yang tertutup kaca mata yang tengah dikenakannya. Hmm, menawan.

Menurut Haura, sekalipun ia memang bukan seorang face reader, tapi jika ia dipilih untuk berargumen bagaimana ketamapanan sosok Hyun Jae, ia akan menyuarakan jika Hyun Jae memiliki wajah dengan rasio sempurna antara kening, mata, hidung, mulut, dan dagunya. Entah, semuanya serasa begitu serasi dari semua satu-kesatuan itu. Menjejak kesan indah dan jelaslah estetik.

Sesaat kemudian, Haura berdecak sebal dalam hatinya karena malah menjadi terfokus dengan Hyun Jae. Aish, untung saja Hyun Jae tidak mengetahui bagaimana sikapnya saat ini yang baru saja melamun menatapinya. Jika terpergok, mampuslah.

Baiklah, menurut Haura sebelum melamun, ia ingin menjelaskan jika bersepeda yang disarankan Hyun Jae untuk mengutari Yeouidong Hangang Park adalah memang salah satu cara terbaik untuk menikmati keindahan Sungai Hangang dengan banyak jembatan agung di atasnya. Pula banyak bunga musiman yang indah di sepanjang jalur bersepeda. Dapat pula menyimak penduduk setempat bersantai dengan teman, keluarga, bahkan orang-orang yang tengah bercinta dengan senyum bahagia.

Tidak perlu khawatir jika lelah, ingin beristirahat, dan singgah menyegarkan kerongkongan, di situ terdapat toko serba ada dengan fasilitas tempat duduk outdoor untuk makan atau istirahat. Terdapat juga Pusat Informasi di sebelah stasiun kereta bawah tanah Yeouinaru.

Sembari terus mengayuh sepedanya, Haura menghela napasnya. Dan lagi, tanpa sadar ia memperhatikan Hyun Jae, menatapnya, mengulasnya lagi.

Menurut Haura, Hyun Jae memang mempunyai rasio wajah yang sempurna. Wajahnya sungguh astetik. Ia jadi teringat dulu masa SMA pernah ada kuis untuk menunjuk salah satu teman lelaki yang dianggapnya tampan layaknya Dewa Eros, Dewa Cinta dalam mitologi Yunani. Dulu, ia tidak dapat menjawabnya karena memang menurutnya tidak ada yang pantas jika dalam hal estetik wajah, kebanyakan teman lelakinya memiliki estetik kegombalan yang membuatnya mual mendengarnya.

Haura tersenyum tipis mengingat masa itu. Mungkin sekarang, jika ia disuruh siapa yang layak menjadi Dewa Eros, ia akan memilih Hyun Jae. Hmm, Park Hyun Jae.

Haura terus menukik senyum menatap Hyun Jae, menjadi lengah dengan arah kemudinya, sampai mendadak ia kaget karena Hyun Jae berpaling menatapnya dari balik kaca mata yang tengah dikenakannya.

Wae geurae?" selidik Hyun Jae.

***

"Mianhamnida, sepertinya Haura-ya kakinya terkilir. Dia terjatuh saat kami bersepeda di sekitaran Sungai Hangang." Hyun Jae sedikit menundukkan tubuh jangkungnya ke arah Paman Zubair, mengutarakan kerikuhannya karena merasa telah membuat perantara atas kecelakaan kecil pada Haura.

"Aku tidak apa-apa, Paman," sela Haura setelah melirik ke arah Hyun Jae dengan tajam, perihal kenapa pula harus mengatakan demikian soal kakinya.

Paman Zubair abai dengan laku Haura. Memilih memperhatikan tamunya.

"Jangan sungkan. Kamsahamnida, Hyun Jae-ssi karena Anda telah berkenan mengantarkan kemenakan saya," timpal Paman Zubair seraya sedikit membungkukkan tubuhnya juga.

Hyun Jae tersenyum tipis. Mengangguk pelan.

"Mari, singgah sebentar ke rumah kecil kami, Hyun Jae-ssi." Paman Zubair menyilakan Hyun Jae untuk masuk ke rumah.

"Hmm, tidak perlu repot, Ahjussi. Lain kali saja. Saya masih ada urusan lain," sanggahnya. Menunduk lagi.

Paman Zubair pun turut menimpal tunduk. Lalu setelah Hyun Jae berlalu dan hilang pandang ke mobilnya dan melaju, Paman Zubair dan Haura segera masuk ke rumah.

"Itu tadi Presdir Hyun Jae?" Ayana langsung melontar pertanyaan saat Haura baru saja berhasil masuk rumah.

"Hmm." Haura malas menanggapi lebih.

"Bagaimana bisa kau kenal dengannya? Apakah pertemuan kalian seperti di sebuah drama. Kalian bertabrakan di sekitaran Sungai Hangang saat bersepeda bersama temanmu?"

Haura abai. Terus berjalan dengan kakinya yang sakit ke kamarnya. Malas menanggapi Ayana yang malah merecokinya dengan pertanyaan kurang berguna.

"Hey, bagaimana kau bisa kenal dengannya?" Ayana masih saja mengekori Haura sampai masuk ke kamar.

Haura melepes sling bag-nya, lalu menaruhnya sembarang di kasur. Beringsut merebahkan tubuhnya pula. Dan Ayana menyinggahkan pantatnya di pinggiran kasur.

"Katakan padaku, kenapa kau bisa kenal dengannya, Dik?" Ayana terus mendesak Haura sembari menggoyang-goyangkan sebelah betis Haura yang lebam.

"Aww, sakit, Kak. Astagfirullah!" seru Haura yang mendadak terasa seperti tersengat di betisnya karena gerakan tangan Ayana yang terlalu menekan.

Ayana menutupi mulutnya yang menguap terkejut atas seruan Haura. Lalu meringis rikuh karena ia lupa jika kaki Haura tengah sakit karena jatuh dari sepeda.

"Maaf, Dik ...," pintanya rikuh.

Haura menghempaskan napasnya. Melepas hijabnya. "Iya, tidak apa-apa," jawabnya.

"Ayo, katakan, kenapa kau bisa kenal dengannya?" Masih belum jengah, Ayana mendesak Haura lagi. Namun, ini dengan sikap lebih lembut, kini ia mencoba memijat betis Haura yang sakit dengan hati-hati.

Bukan langsung menjawab, Haura melirik ke arah betisnya yang tengah dipijat oleh Ayana, lalu tersenyum puas.

"Hmm, Kak Ayana memang paling perhatian." Malas menggoda Ayana. Haura menikmati sekali pijatan itu.

"Kak Ayana memang paling perhatian pada Dik Haura di dunia ini," timpal Ayana seraya sedikit lebih menekan pijatannya.

"Aww, astagfirullah, Kak!" seru Haura lagi. Merasa seperti tersengat di bagian betisnya yang lebam.

"Ayo, katakan, bagaimana kau bisa kenal dengannya?" Ayana menatap tajam. Ia sungguh sudah tidak sabar mengetahui bagaimana Haura bisa kenal dengan Hyun Jae, salah satu tokoh publik yang tengah tenar, padahal baru saja menjejakkan kakinya di Korea.

"Hmm, baiklah," jawab Haura, ia pun beringsut duduk. Dan Ayana menyudahkan pijatannya, membenahi posisi duduknya.

"Bukankah sudah kujelaskan di awal, jika aku izin ke Yeouidong Hangang Park untuk menemui seorang teman DM Instagramku?" Haura membuat clue.

Ayana mengangguk pelan. "He-em. Lalu?" Belum pula ngeh.

"La ... lu?" Haura tidak langsung menjawabnya. Memancing Ayana untuk lebih berpikir dengan menanyakan balik dengan tempo yang lambat pula.

"La ... lu?" ucap Ayana seraya memicing sepasang mata sipitnya seraya berpikir keras.

"Astaghfirulloh, dia teman yang kau maksud, Dik?" seru Ayana sesaat kemidian, baru ngeh.

"Hmm," sahut Haura. Malas menanggapi lebih.

Sesaat kemudian, Ayana pun langsung menghujami pertanyaan Haura seputar bisa kenal dengan Hyun Jae. Mulai dari salah DM Instagram yang dilayaninya saja, alih-alih untuk lebih mematangkan skill bahasa Inggris-nya. Lalu semakin ke sini menggunakan bahasa Korea, alih-alih ia juga tengah kursus bahasa tersebut dan untuk menambah skill-nya. Lumayan sekali mendapat teman chat seperti itu. Sekalipun ia masih banyak menggunakan bahasa Korea seadanya yang jelaslah masih amburadul.

"Seharusnya kau mengatakan dulu kepadaku jika kau hendak bertemu dengan Presdir Hyun Jae. Aku juga, 'kan, ingin kenal dengannya?" desah Ayana.

Haura mengedikkan bahu. Mana tahu ia?

"Ralat, aku bukan ingin mengenalnya, aku hanya ingin menatapnya dari jarak dekat. Hmm, maksudku, dia sangat tampan dan terkenal. Aku hanya ingin memastikan, apakah dia memang setampan itu dari jarak dekat dan bukan di layar telivisi dan gadget? Aish, aku tadi hanya sempat melihatnya sekejap dari balik jendela rumah." Ayana terus merutuk.

Haura hanya bergeming miris menyaksikan rutukan itu. Bagaimapun, semua telah berlalu, 'kan?

"Andai kau tahu, dia itu sangat terkenal ketampanannya, Dik. Bahkan popularitas ketampanannya melebihi para member boyband. Bahkan, pernah dilansir dalam sebuah majalah fashion Korea, jika menurut seorang face reader, Presdir Hyun Jae itu memiliki rasio wajah yang sempurna, mulai dari kening, mata, hidung, mulut, dan dagunya. Dia dinyatakan mempunyai ketampanan layaknya para Raja. Hmm, subhanalloh .... " Ayana tersenyum kagum layaknya seorang fangirl.

Haura tersenyum tipis mendengar perkataan Ayana tentang face reader dan rasio wajah yang sempurna. Aish,bukankah itu argumennya tadi saat bersepeda dengan Hyun Jae dalam lamunannya. Membuatnya gagal fokus dan terkejut saat Hyun Jae mendadak memperhatikan lamunannya dan menanyakan "wae geurae?". Membuatnya jengah dengan arah jalan, mendadak terdapat kucing melintas cepat pula, membuatnya bertambah kaget, olenglah sepedanya, lalu ambruk. Aish!

"Hmm, dia memang tampan, kaya, tapi sayang, dia seorang agnostik," gumam Ayana disusul hembusan napas panjang.

Lamunan Haura buyar, berpaling menatap Ayana. "Maksud Kakak?" Menukik alisnya.

Ayana meneguk ludahnya. Tersenyum tipis. "Dulu dia seorang kristiani, lalu pindah menjadi penganut paham agnostik, dan sekarang ... entah ... mungkin pula dia sudah menjadi seorang atheis," lanjutnya, disusul hempasanan naps lagi.

Mendengar itu, Haura menggigit bibir bawahnya, melipat dahinya samar. "Agnostik ..., atheis ...?" gumamnya.

____________________

Translate:

Ahjussi: Paman

Mianhamnida: maaf (formal)

Kamsahamnida: (terima kasih (formal) Oppa: kakak laki-laki (jika yang memanggil perempuan)

Mwo: apa

Wae: kenapa

Wae geurae: ada apa

avataravatar
Next chapter