4 Empat

Setelah pertemuan mendadak dengan Syabilla di pusat perbelanjaan Hati Ayya tak karuan, di menyembunyikan hubungannya dengan pak Adam yang hanyar terjalin dua satu bulan itupun dia tidak serta merta menerima begitu saja jika saja pak Adam tidak mengarah dalam keseriusan

Bolak balik Ayya memandang pintu masuk kamar kadang dia juga membuka jendela kamar agar jika Syabilla datang dia mengetahui. Tapi ini sudah pukul empat sore dan Syabilla belum juga datang bahkan menghubunginya pun tidak karena bertemu secara mendadak tadi.

Gelisah luar biasa yang di alamai Ayya karena Syabilla tak kunjung datang. Tak lama setelah kegelisahan itu pintu kamar asrama terbuka dan Syabilla berdiri di ambang pintu sambil memandang Ayya yang terlihat gugup dan gelisah. Syabilla melangkahkan kakinya dan masuk serta menutup pintu kamar itu, meletakkan tasnya di atas kasur dan tak ada suara apapun dari mulut Ayya untuk menjelaskan tentang semua ini.

"ada yang ingin kamu jelaskan? " tanya Syabilla sambil mengambil handauk untuk mandi, saat ini kepala sungguh sangat pusing Niken membawanya jalan-jalan untuk menghilangkan penat, dan lelah setelah bekerja full dari senin sampai jum'at. Ayya diam dan gugup ketika ingin mengatakan sesuatu.

"bill... maaf!" justru kata yang membingungkan di utarakan oleh temannya itu

"tentang? " tanya Syabilla lagi yang masih menunggu kata apa lagi yang akan temannya ini bilang.

"soal Pak Adam... aku dan dia akan menikah satu bulan lagi... setelah menunggu ayahnya kembali dari Turki" terang Ayya. Demi menjaga hati dan perasaan sahabtanya dan rahasia hati yang tak pernah di ketauhi oleh Ayya dengan berat hati Syabilla menarik sudut bibirnya untuk tersenyum agar temannya itu ada ketenangan.

"tidak ada yang salah dalam hal ini, kamu bebas untuk tidak menceritakan itu semua karena setiap orang memiliki hal pribadi yang tidak harus selalu di bagi dengan orang lain, emang aku agak kecewa... tapi itu sedikit... karena aku tidak tau apapun tentang kamu"

"jadi kamu memaafkanku? " tanya Ayya yang sudah mulai menampilkan guratan bahagia.

"pastinya" sahut Syabilla semangat.

"terimakasih " tutur Ayya sambil menubruk tubuh Syabilla memeluk perempuan itu dengab erat yang Syabilla lakukan hanya membalas pelukan itu, setidaknya jika shabatnya ini bahagia dia akan ikut bahagia juga. Mulai sekarang dia harus rela dengan semua ini dan mengiklaskan untuk Ayya dia lebih berhak.

"sudah... sudah... aku harus mandi! tadi Niken mengajakku keliling seperti aku sudah sangat bau " Syabilla melepaskan pelukan itu dengan pelan dan dia berlalu untuk masuk kedalam kamar mandi. Didalam kamar mandi Syabilla menangis sambil menutup mulutnya, menumpahkan rasa kecewanya apakah dia sudah terlalu dalam menyukai sesuatu yang tidak ada haknya di dalamnya. Syabilla sesekali memegangi dadanya yang seakan terasa sesak dulu dia pernah merasakan sakit ini ketika di tinggalkan tapi dengan lari dan meninggalkan desa dia sudah mampu menutupi luka itu lagi tapi sekarang luka itu seakan menganga lagi dan berdarah.

"Sudahlah Syabilla... kuatkan dirimu! kamu hanya menjalani takdir yang sudah di tuliskan" berkali kali Syabilla mengusap pipinya agar lelehan air mata itu tidak semakin deras. Rela adalah salah satu cara untuk bertahan sekarang dan dia berjanji akan menghindari apapun yang berhubungan dengan Pak Adam karena itu tidak baik untuknya..

***

Gadis mungil itu diam menatap langit sore yang mulai menjingga, di atas kursi rodanya yang menjadi tumpuan kakinya yang lumpuh ada semyum sumringah di wajahnya ketika matahari mulai tenggelam.

"mataharinya mulai hilang tante" kata gadis kecil itu.

"iya... besok dia akan datang lagi menyambut kita semua" sahut tantenya yang duduk di kursi dekat gadis kecil itu.

"ada kabar dari papa? " tanya gadis kecil itu lagi. Tantenya menggeleng pelan menandakan bahwa dia juga tidak tau pasti apakah ayah dari gadis ini akan pulang karena sampai sekarang tidak ada info apapun.

"Ronna rindu papa tante" gadis kecil itu terlihat murung ketika dia menyebutkan kata rindu untuk ayahnya yang telah lama tidak dia lihat.

"kamu rindu.. tante juga rindu" kata perempuan itu sambil mengelus sayang rambut gadis mungil itu. Dia telah lumpuh sekitar dua tahun akibat kecelakaan saat berangkat kesekolah dengan ibunya. Gadis kecil berusia 7 tahun itu sekarang harus sabar menanti ayahnya pulang sedangkan ibunya telah meninggal saat kecelaan mengantarnya menggunakan motor.

"tante Silla.. ayo pulang kita pasti sudah di tunggu papa di rumah! "

"ayo" Perempuan yang di panggil Silla itu menarik kursi roda itu dengan pelan dan membawanya meninggalkan taman bunga itu.

***

Adam gelisah menunggu Ronna dan Silla pulang karena dari tadi dia menelpon Silla dan tidak di angkat oleh perempuan itu. Diantara kegelisahannya akhirnya dua orang yang di tunggunya itu terlihat memasuki pintu rumah, tanpa banyak tanya dia melangkahkan kakinya cepat menemui dua orang itu.

"kalian dari mana saja? " tanya Adam

"dari jalan-jalan papa, iyakan tante Silla" Ronna mencari pembelaan di mata tantenya.

"kami dari taman Dam... lagian Ronna akan stres kalau di rumah terus" Silla berujar dengan lembut agar Adam tidak menanggapinya dengan emosi.

"setidaknya angkat telponku jika kalian pergi agar aku tau"

"siap papa" kata Ronna menyahut. Adam mengambil alih pengangan kursi roda itu dari tangan Silla dengan sangat sopan Silla menyingkir. Dia tidak ingin ada perdebatan apapun dengan Adam karena hidupnya sekarang bergantung pada Adam meskipun lelaki itu tidak menyukainya karena dia adalah anak dari selingkuhan ayahnya. Silla sangat sadar dengan ketidak sukaan Adam kepadanya. Lima tahun yang lalu dia datang kerumah ini berbekal surat yang di berikan almarhum ibunya. Dia di terima baik oleh ayahnya tapi anak laki-lakinya tidak demikian, Adam yang notabennya tidak mau ikut campur tapi dia juga tidak ingin orang lain mengusik ketenangan keluarganya.

Setelah Ronna tertidur di antar oleh Adam, Silla yang dari tadi menunggu Adam selesai urusannya Dengan Ronna memberanikan diri untuk mendekati Adam yang saat itu akan masuk ke ruang kerjanya.

"Dam... apakah Ronna sudah tidur? " tanyanya ketika sudah dekat dengan Adam.

Adam membalikkan badannya dan membatalkan untuk membuka pintu.

"sudah ku bilang jangan terlalu jauh ikut campur dalam hidup orang lain"

"tapi aku juga bagian dari kalian, bagian dari Ronna.. Mas imran bisa menerima aku sebagai adiknya tapi mengapa kamu tidak"

"aku bukan Imran yang bisa dengan mudah menerima kehadiran orang lain di rumah ini. Kamu hiduplah seperti yang kamu inginkan tapi jangan pernah kamu mengusik hidupku dan Ronna "

"tapi... Dam.. Ronna selalu menanyakan Ayahnya, setidaknya dengan adanya aku dia bisa mengobati rindunya dengan ibunya"

"ada aku untuknya" jawab Adam cepat

"tapi kamu bukan ayahnya, kamu hanya menjalankan amanah dari ibunya"

"terserah apa maumu, sebentar lagi ada Ayya di rumah ini jadi saranku menjauhlah dari hidup Ronna! "Dengan kejamnya Adam mengatakan hal yang menyakitkan bagi Silla, Ronna adalah hidupnya dia melihat dirinya pada diri Ronna dia juga jauh dari kasih sayang ayahnya dan ibunya meninggal dengan sakit hati yang bekepanjangan.

" tapi Ronna tidak menyukai kehadiran Ayya, aku melihatnya... Ronna tidak menyukai Ayya"

" sepertinya berbicara denganmu tidak membawa hasil apapun, jika ingin tetap tinggal di rumah ini maka kamu harus hidup tidak terlihat di sini"

Adam meninggalkan Silla begitu saja, dia tidak perduli dengan adik perempuannya yang berbeda ibu, dia mungkin sudah sangat kecewa dengan pernikahan diam-diam yang dilakukan ayahnya hal itu telah menyakiti hati ibunya. Setelah bertahun-tahun dalam keterdiaman Ayahnya tak pernah membuka suara tentang pernikahannya dengan ibunya Silla hingga saat Silla datang dengan surat yang di bawa bersamanya itu sudah membuat Adam ikut sakit hati melihat ibunya di hianati tak berujung hingga ibunya menghembuskan nafas terakhir tak ada kalimat penolakan yang di lakukan ibunya dia tetap menerima kehadiran Silla, bahkan ayah dan saudara lelakinya juga menerima kehadiran gadis itu.

Adam mengusap wajahnya frustasi dia sangat tau Ronna tidak menyukai Ayya tapi dia begitu mencintai gadis sederhana itu.

Ronna gadis kecil itu adalah putri Imran dan Kamila. Kamila meninggal karena kecelakaan 2 tahun lalu saat Ronna berusia 5 tahun dan kecelakaan itu juga yang merenggut kaki mungil Ronna, sementara Imran tak ada kabar apapu dari lelaki itu setelah pergi tugas ada kabar mengatakan bahwa pesawat milik Imran telah di tembak musuh dan kehilangan kontak. Sebagai seorang tentara Imran siap mati dalam tugasnya. Hingga putri kecilnya hidup dengan ketipampangan tampa tau ayahnya di mana dan ibunya meninggal di depan matanya.

Adam meminta Ronna untuk memanggilnya papa agar gadis itu masih memiliki rasa memiliki seseorang ayah meski pada kenyataannya dia hanyalah saudara dari ayahnya. Pernikahannya dengan Ayya hanya tinggal menunggu kepulangan Ayahnya dari Turki dan babak baru dalam hidupnya akan di mulai.

***

Syabilla membuka beberapa materi yang akan di ajarkan besok, benar kata pepatah guru itu pintar satu hari dari pada muridnya karena guru belajar lebih dulu baru dia mengajarkan untuk siswanya.

Kesibukan juga terlihat dari sisi Ayya, perempuan itu dengan tekut mempelajari materinya.

"Bill.. " panggil Ayya

"hemm"

"Bagaimana kabar Niken? "

"seperti yang kamu lihat siang tadi, dia baik-baik saja" Ayya kenal Niken dari Syabilla karena perempuan itu cukup dekat dengan Syabilla.

"Bill... " Ada desahan gelisah Ayya yang terdengar di telinga Syabilla.

"ada apa? " tanyanya sambil memandangi perempuan itu.

"apa jadinya ya... Bill kalau satu sekolah tau aku dan pak Adam akan menikah?"

Sejenak Syabilla diam, kemudian dia berjalan mendekati Ayya dan duduk di dekata Ayya.

"kamu takut? "

"tidak... hanya saja pasti ada segelintir orang yang tidak menyukainya"

"sudahlah... itu hanya perasaanmu saja, ngomong -ngomong kamu laper tidak? " tanya Syabilla mengalihkan pembicaraan tentang pak Adam karena hal itu akan membuatnya sakit lagi.

"laper"

"kita makan keluar ya! aku ada sedikit rezeki" ajak Syabilla dengan senyumannya.

"boleh"

Syabilla dan Ayya pergi keluar untuk mencari makan karena ini masih tidak terlalu malam.

***

avataravatar
Next chapter