webnovel

Bab 5

Cecil melirik ibunya yang tengah berbaring. Mata ibunya terpejam, tapi Cecil tahu bahwa sang ibu tidak dalam keadaan tidur. Dengan pelan Cecil mendekat, memijit lembut tangan sang ibu yang sudah keriput. Beginilah orang sakit yang tidak bisa bergerak banyak, tubuhnya cepat berubah. Kulitnya cepat kendur. Apalagi karena berat badan yang turun drastis. Tulang hanya dibalut kulit, tidak ada daging apalagi lemak ditubuh ringkih ibunya. Benar-benar memprihatinkan.

"Kak... Kamu udah baikan sama Bara?"

Cecil menghela napas dan mengangguk saat sang ibu membuka mata dan menatapnya.

"Jangan berantem lagi ya. Ibu nggak mau kalian jadi musuhan."

"Enggak musuhan kok, Bu. Cuma kemarin emang Mas Bara sibuk kerja. Jadi nggak sempat main ke sini. Buktinya aku sama Tante Kinan baik-baik aja, kan?"

Ibu Cecil tersenyum. "Gimanapun kamu nyembunyiin masalah dari Ibu, Ibu pasti akan tau. Nggak akan semudah itu Ibu terpedaya sama senyuman kamu selama ini, Kak."

Cecil terkekeh dan membawa jemari kurus ibunya untuk ia cium, "duh, udah kaya cenayang ya Ibu, bisa baca semua ekspresi aku."

Keduanya tertawa. "Ibu nggak usah khawatir, Mas Bara sama aku nggak berantem kok. Lihat kan kemarin Mas Bara ke sini bawa makanan dan jajan yang banyak. Semuanya kesukaan aku loh. Jadi, tugas Ibu hanya satu, tetap kuat melawan penyakit ini. Agar bisa lihat Cecil sama Mas Bara bahagia. Dari dulu kan Ibu sama Tante Kinan niat banget jadi besan."

Ibu Cecil tertawa dan mengangguk. "Demi kamu, Ibu pasti kuat. Ibu juga mau lihat cucu-cucu Ibu kelak."

Di dalam hati, Cecil mencoba menenangkan diri. Membaca berbagai mantra yang biasa gadis itu ucapkan untuk menguatkan hatinya. 'Jangan nangis, semua akan baik-baik saja.' Kalimat yang sama dia ucapkan kala hatinya bergemuruh memikirkan seberapa lama lagi dia dan ibunya akan bersama.

***

"Bar, aku ikut ya."

Bara memijit pangkal hidungnay karena ucapan itu berulang kali ia dengar dari bibir Iva. Ingin sekali Bara marah dan membentak Iva karena sudah mengganggu jam kerjanya. Tapi dengan keberadaan Kinan di antara mereka membuat Bara mengurungkan niatnya. Lihat saja, Iva akan mendapatkan balasaannya karena membuat emosi Bara tertahan dan akan segera terlampiaskan.

"Udah, Bar, ajak aja. Kalian juga udah jarang Mama lihat pergi berdua. Dulu kan sering banget ke mana-mana berdua. Jangan karena jarak yang memisahkan kalian malah jadi gak akrab lagi kan."

Bara mencoba mengatur napasnya agar tidak memburu dan mengelurkan semua yang ia simpan selama ini. Bara masih mencoba bertahan pada pemikiran yang tidak akan menceritakan apapun tentang dia dan Iva di masa lalu. Belum saatnya Kinan tahu untuk hal itu. Mungkin nanti, setelah Iva kembali ke New York, Bara akan mencoba menjelaskan ke Kinan perlahan agar ibunya itu tidak terlalu syok saat mengetahui kelakuan keponakan tersayangnya.

"Ma, Bara bukannya mau liburan. Bara kerja, Ma. Bara nggak bisa bawa Iva. Nah, Mama sama Iva kan juga udah lama nggak pergi berdua. Gimana kalau kalian habiskan waktu liburan Iva kali ini untuk jalan-jalan berdua. Bara yang biayain semuanya. Entah Mama ke mana gitu."

Iva ingin menyela namun Bara kembali bicara, "Bara pergi dulu, Iko udah nunggu di lobi. Bye, Ma."

Bara tersenyum puas saat melihat raut kecewa di wajah Iva. Memang ini yang Bara inginkan. Menjauh dari Iva. Jujur saja, Bara tidak benar-benar tidak ingin berdekatan dengan perempuan penuh obsesi seperti Iva.

Next chapter