12 Bab 12

Langit gelap menunjukkan kalau sebentar lagi akan turun hujan deras. Cecil mempercepat langkahnya menuju rumah. Ibunya sudah menunggu sejak 2 jam lalu. Dan Cecil merasa sudah terlalu lama meninggalkan ibunya di rumah sendirian. Namun, saat kakinya baru saja akan menginjak halaman rumah minimalis peninggalan sang ayah, matanya terpaku pada ramainya orang yang bertandang ke rumah mereka. Bendera putih berkibar di pagar depan. Ada tenda juga di halaman rumahnya.

"Ibu," lirihnya sambil berlari ke dalam rumah. Di dalam sana dia melihat tubuh ringkih ibunya sudah tertutup kain putih. Cecil mendekat dengan gemetar. Seharusnya dia tidak pergi. Seharusnya dia tidak keluar rumah meninggalkan ibunya.

"Ibuuuu!" Cecil menangis tersedu. Tenggorokannya tercekat. Air matanya luruh dengan deras. Orang satu-satunya di dunia ini yang dia punya sudah tidak ada lagi. Wanita hebat dihirupnya sudah tidak bernyawa lagi.

"Ibu, bangun, Bu. Cecil udah pulang. Bangun, Bu. Jangan tinggalin Cecil, Bu. Cecil nggak punya siapa-siapa lagi. Bu, bangun. Cecil sayang ibu. Buuuu,"

Orang-orang yang melihatnya ikut menangis. Mereka tahu bagaimana kehidupan keduanya. Dulu keluarga mereka orang berada. Keluarga terpandang. Namun semuanya perlahan habis semenjak ayahnya meninggal karena kecelakaan bersama adik perempuannya. Dan dia harus mengobati ibunya yang sakit-sakitan.

"Ibu bangun, Bu. Jangan begini. Cecil nggak sanggup, Bu. Ibu jahat ninggalin Cecil sendirian. Ibu jahat nggak mau ajak Cecil ketemu Ayah sama Indri. Cecil juga mau ikut, Bu. Cecil nggak mau sendirian. Cecil. ."

Kesadarannya hilang. Tubuhnya ambruk sambil memeluk sang ibu. Warga perempuan yang melihatnya segera membopong tubuh Cecil ke dalam kamar. Mereka kasihan melihat gadis muda cantik seperti Cecil harus menanggung beban hidup sekeras ini.

Ada satu diantara mereka yang menangis menjadi-jadi melihat anak dari sahabatnya harus menderita sedemikian rupa. Kinan mengusap air matanya. Perlahan tangan tuanya mengusap lembut mata bengkak Cecil.

"Kamu nggak sendirian, Ce. Kamu masih punya keluarga. Tante nggak bakal biarin kamu hidup menderita lagi." bisiknya menahan isakan.

***

"Ma, udah. Nanti Mama sakit kalau nangis terus." Bara mengusap pundak ibunya dengan lembut. Dirinya ikut menemani sang ibu kerumah duka.

"Cecil belum bangun, Bar. Mama nggak bisa tenang lihat dia begini." Ucap Kinan dengan suara serak. Bara melirik Cecil yang kini terbaring lemah. Wajah gadis itu pucat. Bara sudah menyuruh dokter keluarganya untuk datang memeriksa keadaan Cecil dan memastikan bahwa gadisnya baik-baik saja.

"Tante, tapi Tante juga harus ingat kondisi Tante. Dari siang Tante belum makan. Dan makan malam juga Tante lewatkan."

Bara mendengkus mendengar perhatian yang keluar dari mulut Iva. Kinan menggeleng masih terus menatap Cecil yang kini terbaring di kasur kamar tamu di rumah Kinan. "Cecil juga belum makan. Tante mau makan sama Cecil."

Dari dulu Kinan sangat menginginkan anak perempuan. Namun setelah mendapatkan Bara, Kinan divonis tidak bisa hamil lagi. Rahimnya lemah dan bermasalah. Oleh karena itu dia sangat menyayangi Cecil seperti anak sendiri. Karena hanya ibu Cecil yang Kinan punya sebagai sahabat yang memiliki anak perempuan. Walaupun keponakannya ada perempuan seperti Iva misalnya, tapi sayang Kinan berbeda kepada mereka.

"Cecil, bangun, sayang. Jangan bikin Tante khawatir." Air mata kembali lolos dari matanya mengingat betapa kuat gadis yang terbaring di ranjang ini.

Setelah pemakaman ibunya Cecil, Kinan serta Bara dab Tomi langsung membopong tubuh Cecil yang tidak sadarkan diri ke rumah mereka. Bagi Kinan, gadis lemah tersebut akan lebih aman tinggal bersamanya.

avataravatar
Next chapter