13 Sweet Sinner | SENTUHAN PERTAMA

Di dalam pikiran masih saja berkecamuk tentang bagaimana caranya agar orang tua Persia tidak mengetahui tentang tragedi Hilda. Meski Persia tahu jika ayah Edo hanya menerka dan tidak berhasil menemukan Persia tapi tetap saja pertemuan singkat mereka membawa petaka, Persia tidak ingin semuanya terbongkar. Sampai Persia berhasil menemukan cara agar menghentikan penipuan tentang romansa Hilda. Semakin memiliki ide untuk lepas dan membicarakan itu kepada Robert, Persia semakin ragu dan tangannya mulai gemetar. Seperti biasa Persia meremas-remas jemarinya, ia butuh ketenangan karena tatapan mata keemasan itu sepertinya malas untuk bernegosiasi atau mempertimbangkan sesuatu.

Malam telah menyampaikan keakraban pada kegelapan di salah satu gang kecil ketika mobil berhenti di suatu tempat dan Persia melewatkan kewaspadaan yang satu itu. Ia melalaikan ketelitian untuk menghapal kemana Robert membawanya pergi. Pasalnya lingkungan itu sepi, bahkan sangat sepi hanya ada gemerlap lampu yang nampak melambai-lambai di antara celah bangunan tak terlalu besar dan mewah,

"Tempat apa ini?" Persia mengikuti gerak-gerik Robert melepas seatbelt kemudian pria mengenakan jas cokelat itu keluar, Persia melihat Robert memberi aba-aba agar ia segera keluar.

"Ya ampun itu orang bawa aku ke tempat apaan sih?" Persia memaksakan diri membuka pintu mobil, "lagian kenapa juga sih tadi aku nempel-nempel ke dia?"

Persia merutuki diri sendiri. Namun tetap saja Persia mengekor saat Robert mulai berjalan masuk ke sebuah rumah dengan tiga lantai. Cahaya yang tadi sempat sedikit terlihat kini sangat jelas dan Persia tahu itu tempat hiburan malam. 'Ngapain sih dia bawa aku ke sini?' Dalam hati Persia mencoba menerka, lalu Persia mempercepat langkah ketika Robert benar-benar sudah jauh.

Gaya arsitektur bangunan kuno masih sangat kentara meski dibalut warna-warni cahaya dari lampu disko. Musik rock terdengar hingga batas gendang telinga, kegembiraan di dalamnya menawarkan keserasian saat mereka para penghuni malam menikmati pergerakan indah. Melonjak, berjalan kesana-kemari atau sekedar memilah tarian yang menurut mereka sangat pas.

Robert tidak peduli meski Persia berjarak beberapa meter darinya. Ia hanya menempati kursi tinggi yang dapat berputar di bar counter dengan peramu yang sudah siap menyediakan apapun yang Robert pesan,

"Seperti biasa!" Kode yang selalu Robert berikan saat-saat ia bersama Joseph menikmati kebersamaan setelah sekian lama mereka selalu bertolak belakang mengenai pikiran.

"Segera tuan, kualitas terbaik selalu kami hidangkan untuk Anda." Pelan bartender mulai meramu minuman straight.

Sembari mengetuk-ngetuk meja rupanya Robert gelisah saat menoleh ke belakang. 'Kemana gadis itu? Ck, merepotkan saja!' Lalu Robert meneliti arah sekitar dan nampak Persia memutar-mutar tubuhnya. Kira-kira seperti sedang mencari sesuatu. Tak lama Robert bangkit meski ia sangat kesal dengan kelakuan Persia. Ia berjalan cepat menyingkirkan tubuh orang-orang yang asyik dengan dentuman musik. Karena merasa telah direpotkan Robert enggan berbasa-basi untuk menarik lengan Persia. Robert tidak peduli dengan ocehan yang sebenarnya tidak terdengar, ia hanya melingkarkan tangan Persia di tubuhnya.

Semakin banyak yang Persia alami, ia tidak mampu memberi arti dengan sikap Robert. Tangannya mengikuti apa yang Robert lakukan lalu Persia terus memantau langkah dan cara Robert agar Persia tidak kesulitan saat berjalan di tengah-tengah kesibukan para tamu,

"Duduk!" Robert menarik kursi untuk Persia.

"Apa sikapmu memang seperti itu?" Persia mengusap-usap lengannya. Entah sentuhan itu terlalu kasar bagi Persia.

"Ya!" Singkat! Robert merampas gelas kecil berisi minuman beralkohol di atas meja bar lalu menenggaknya, "jika kau tidak suka pergilah! Aku tidak mengajakmu ikut denganku!"

"Aku juga terpaksa mengajakmu pergi!" Persia mengeraskan suaranya.

Sial! Minuman yang Robert nikmati terasa hambar saat mendengar Persia berteriak. Tapi ia enggan meladeni suara parau Persia. Sampai Robert merasa diuji dengan tingkah Persia merebut botol di tangannya,

"K...kau?" Belum sempat Robert berbicara. Ia sudah malas saat Persia menenggak beberapa kali minum itu.

Berulangkali Persia mencoba mengusir bayangan Edo yang kerap melintas di kepala, tapi memang wajah tampan itu selalu setia bahkan setiap menit Persia merasa Edo sudah menguasai batin,

"Berengsek! Laki-laki berengsek!" Persia mengarahkan kembali ujung botol minuman ke mulut, satu sampai dua kali tegukan Persia pun terbatuk.

"Ugh... Rasanya mantap! Daripada aku harus menatapmu huh!" Gumam Persia mengajak botol kaca minuman khusus milik Robert itu berbicara, "laki-laki berengsek itu pantasnya dihajar, sampai bonyok!"

Robert memutar tubuhnya agar ia lebih jelas melihat kelakuan Persia. Perkataan dalam bahasa Indonesia memang sulit untuk diucapkan oleh Robert, tapi ia sangat paham apa yang dikatakan Persia. Meski Robert tidak mengerti arah pembicaraan Persia namun siapa lagi jika bukan dirinya?

Tidak sempat menghabiskan sisa cairan kecokelatan itu ke dalam mulut Persia sudah tidak sanggup menopang kepalanya. Ia tertunduk diam kemudian menyangga wajahnya dengan kedua tangan, ia mengerjap cepat serta menggeleng-gelengkan kepala karena pandangan di depannya terasa bermasalah,

"Apa kurangnya aku sih di kamu? Aku nggak kalah cantik sama pelacur itu, kelakuanku lebih baik kok, aku juga bisa dapet nilai IPK bagus, dapet beasiswa di Amerika juga! Apa baiknya sih wanita esek-esek gitu?" Persia menoleh kearah Robert.

"Apa kau tahu caranya melupakan seseorang yang kau cintai? Atau paling tidak kau bisa berpikir jika dia bukan milikmu lagi?" Kembali Persia merebahkan kepalanya di tumpukan tangan.

"Kau tahu, hal yang paling berharga dan jarang dilakukan oleh orang lain adalah setia. Aku selalu melihatnya berjalan dengan banyak wanita, kemudian aku memaafkannya, dia melakukannya lagi, aku juga memaafkannya lagi. Ugh... Dan itu berjalan selama empat tahun." Persia menunjukkan empat jemarinya kearah Robert kemudian ia tersenyum sembari memijit pelipis.

Perkiraan Robert salah. Ternyata bukan dirinya yang sedang dibicarakan. Bibir tipis itu terus berbicara tak karuan dan sesekali menahan tangis,

"Aku mulai terjebak antara benar dan salah, antara aku tidak mengerti tentang cinta atau memang karena aku bodoh!" Persia memainkan tiap tetes air mata yang singgah di atas meja, "apa dia terlalu sempurna untukku? Ya, mungkin seperti itu, karena aku hanya anak yatim-piatu yang menjadi luar biasa berkat bantuan orang yang sangat baik."

Cairan yang tertuang di dalam gelas itu gagal untuk Robert nikmati, ia segera menoleh kearah wajah tersembunyi di tiap helai rambut yang tergerai. Mata itu sayu menatap tak tentu arah menunjukkan jalan yang lebih baik. Keluh kesah dari Persia terus memberontak ingatan Robert akan mantan istrinya, tawa dan kegembiraan Hilda selalu tercipta ketika Robert berada di sampingnya. Bukan! Robert hanya menjadi sosok Joseph saat itu,

"Aku sudah bosan mendengar kata maaf yang tidak pernah ada dampaknya, aku juga tahu dia seseorang yang buruk untukku tapi aku berusaha yakin suatu saat dia akan berubah. Tapi ternyata aku hanya mampu berpikir salah!" Persia menggigit bibirnya menahan perih di hati.

Saat yang bersamaan Robert merasa cinta Hilda memang bukan tertanam untuknya, tapi waktu ke waktu Robert berusaha menyentuh hati Hilda meski ia berperan sebagai orang lain. Sampai kejujuran sudah membulatkan tekad Robert di hari pernikahan mereka. Namun harapan memang menyakitkan ketika Hilda sama sekali tidak pernah percaya ucapan-ucapan Robert, dan saat itu Hilda melepas ikatan cinta yang sudah terjalin tiga tahun,

"Apa aku harus bertanya kepadanya untuk memilih antara aku dan dia? Apa aku akan siap jika dia sudah tidak mencintaiku lagi?" Kata-kata Persia mulai tidak karuan.

Tangisan itu merenda rasa sakit Robert untuk Hilda, tapi ia masih saja setia membuntuti memori indah bersama Hilda. Robert melihat wajah cantik Persia lain saat tengah mengadili diri, kemudian jemari Robert menyusuri sisi wajah dan menyingkirkan tiap helai rambut menghalangi. Ia mengusap lembut wajah sembab Persia, seakan air mata yang mengalir takkan Robert ijinkan untuk menjamah,

"Kau tidak perlu bertanya!" Robert meraih pinggang Persia untuk membantunya bangkit, "persiapkan saja untuk kehidupan mu yang lebih berharga Persia! Ayo kita pulang! Kau mabuk berat."

Persia menolak untuk bangkit karena ia rasa tempat itu lebih baik daripada harus berada di gedung mewah dan hawa panas di dalamnya. Lalu tiba-tiba tangan Persia meraih tengkuk Robert. Jemari lentik yang semula gelisah itu menyusuri rahang berbulu Robert,

"Aku ingin dicintai seperti aku mencintainya! Aku ingin dia bisa setia sepertimu!" Persia mengerjap karena rasa berat di kepala.

Sepersekian detik Robert melihat wajah itu menahan tangis, napasnya teratur dan Robert merasakan tangan Persia berpasrah. Tatapannya saling menyatu dan Robert menangkap sesuatu yang sudah di sadari oleh Persia,

"E... Em... M... Ma... Maaf, aku... Tidak sengaja." Pelan Persia menahan tenaga agar tetap berdiri dan ia berusaha melepas pelukannya.

Pelukan yang sudah terlepas sangat disayangkan, dan itu mengemukakan Robert meraih kembali pinggang terasa kecil dan halus saat Robert menyentuh punggung Persia. Ia mempertemukan bibirnya untuk menyambut kehangatan lidah dan saliva terasa manis. Melumat kemudian menggigit ukuran bibir tipis kenyal Persia, meski mendapat penolakan tapi tenaga Persia mulai melemah sehingga Robert harus bertahan dengan kedua tangan menggapai tubuh Persia keatas tanpa ingin melepas kecupan saat kaitan tangan Persia di tengkuk semakin erat.

Dentuman dan keramaian seakan bukan halangan untuk langkah Robert menuju kamar yang sudah dipersiapkan. Memang pihak pemilik tempat akan menyiapkan dua kamar, tapi itu dulu ketika Robert mendatangi tempat singgah bersama Joseph, karena mereka akan menghabiskan waktu semalaman di bar dan tidak akan sanggup menyetir ketika mabuk berat.

Tanpa ingin menyudahi permainan lidahnya Robert membuka pintu kamar, hawanya semakin berbahaya dibarengi tangan yang rutin mencengkeram kerah, sedikit melenguh tapi Persia menanggapi aksi Robert.

Kamar tidur sederhana dengan fasilitas mewah di dalamnya, lampu pun sengaja di desain redup menyerupai warna cat yang senada, kemudian ranjang big size dengan sprei katun Jepang berwarna keemasan semakin menambah berat tatapan Robert. Ia terpejam menikmati alur pikiran yang saat itu bayangan Hilda melintas,

"Eengmmhh..."

Robert baru akan melepas pelukannya Persia sudah mendongak memamerkan keindahan leher dan dada. 'Kau sangat cantik Hilda.' Begitu mempesona saat Persia mencoba menggerakkan tangan dan pinggul,

"Bi...arkan aku... Tidur..." Persia menatap tempat tidur itu terasa nyaman ia berusaha menggapai kain selimut di sana. Tapi Robert hanya mengijinkan Persia menggeliat.

Suara dan tangan yang menetapkan sentuhan di rahang membuat Robert merajai leher Persia dengan kecupan. Sedikit menghirup aroma itu kemudian Robert merasa semangat untuk menjilat. Hanya sebentar saja, tapi ambisinya mengulangi dan tak ragu bergulir di antara hangatnya dada Persia,

"Kamu tidak akan menghindar lagi Hilda." Lirih! Bahkan ucapan Robert tidak terdengar.

Robert melempar ringan tubuh Persia ke atas ranjang, ia melihat bentuk seksi itu melambung sangat indah. Gairah Robert menyerobot masuk ketika ia sudah kehilangan akal, sosok Hilda pun seakan tersenyum membelai lembut wajah kemudian menggeliat siap untuk Robert setubuhi. Keraguannya hilang bukan seperti niat sebelumnya bahwa Robert tidak akan pernah melakukan itu dengan Persia, tapi Robert gagal saat kemudian Robert melepas jas dan juga satu persatu kancing kemeja tanpa ikut menceraikan.

Pandangan Robert sudah mengabut saat pelan satu kakinya naik ke atas ranjang, tangannya menjelajah gaun sengaja akan menyibakkan kain sutra yang Persia kenakan. Ujung jari Robert bermain-main dengan waktu agar pori hangat itu terlihat dengan ketelitian mata sampai Robert merasa tidak ingin mengenal batasnya hanya karena Persia terus mendongak. Jemari Persia ikut andil megusap-usap perut Robert,

"Ungh..." Persia mengerjap. Ia menilik siapa yang sudah menancapkan keinginan yang tidak pernah Persia berikan kepada pria manapun termasuk Edo.

Manik mata Persia merunduk malu meneliti kelembutan tangan yang berusaha melepas gaun, ia tersenyum karena mendapati pria yang sangat dicintainya bergelora di atas tubuhnya. Persia pun bangkit untuk menyambut bibir yang pernah bercerita tentang kisah asmara. Persia sama sekali gagal menerka jika bayangan itu salah dan Edo tidak pernah ikut serta di dalam kamar,

"I love you," Persia mengecup bibir Robert, "I miss you Baby."

Kewarasan enyah seketika saat mereka saling mengungkapkan pertemuan tubuh saling melekat di masing-masing imaginasi. Gaun indah di tubuh Persia tersingkir dan Robert tidak ingin membuang bentuk sintal di depan mata menyembulkan sesuatu untuk di mangsa, secara rakus Robert melahap dada terutama areola yang terlihat menentang gairah dan pertahanan Robert tentang foreplay nya. Jemari mereka saling mempererat rasa, mata tak beralih tentang cinta di masing-masing hati yang selalu setia,

"Aahh..." Tubuh Persia menggelombang, jarinya berputar-putar di sekitar rambut Robert kemudian meremas-remasnya.

Pengaruh cludding sangat hebat dengan jejak-jejak sesapan dari mulut Robert di atas dadanya, Persia bersikeras untuk mencurahkan rasa tanpa henti melihat wajah tampan yang selama ini menjadi penghuni tetap di hatinya. Ia terus meneliti wajah Robert yang kini singgah di dada satunya lagi, bergeleng seolah menunjukkan betapa Robert gemar dengan tekstur yang kini bergerak-gerak dibarengi geliat tubuh Persia. Lidah yang tidak mengenal arti lelah itu bergulir hingga perut kemudian menari di atas tali pusat Persia, berlanjut lidah Robert menjilati paha mulus Persia, karena bentuk seksi itu tak kalah menggiurkan saat bagi gairah Robert tidak dapat ditawar. Lalu satu tangan Robert mengusap dasar liang nikmat yang masih tertata rapih terlindungi celana dalam.

Reaksi itu seolah terlihat seperti biasanya saat Robert mulai mengangkat kedua paha Persia, dalam benaknya sudah saatnya Robert mulai menuangkan cerita yang sempat tertunda, "kau menggairahkan Hilda." Kata-kata pun tidak berkuasa, terutama bentuk mungil itu sudah diterawang dan Robert segera melepas celana dalam Persia.

"Aagghh... S...ssayang..." Persia mulai merancau karena lidah Robert terlalu adil menyuguhkan kenikmatan di bawah sana.

Pandangan Persia mulai meremang saat kilikan terus tertanam di dalam bentuk indah, Persia mengiyakan tangan dan mulut Robert menjamah tubuhnya karena pengaruh wajah Edo meracuni pikiran. Getarannya sungguh membabi buta tapi Persia menerima oralan Robert, terus menyetujui sampai Robert enggan menghentikan. Rasanya sangat luar biasa, hingga Persia mulai tidak tahu diri dan tubuhnya bereaksi secara alami dengan menggerak-gerakkan pinggul agar hangatnya mulut Robert lebih terasah di sana.

Sesekali Robert meneliti wajah yang masih mengerjap kemudian menoleh ke sembarang arah, jemari Persia meremas-remas kain sprei dan rambutnya menggugah selera Robert untuk terus berekplorasi. Menjilat, menyesap sampai berujung pada kegemaran mendengar desahan Persia.

Menit ataupun jam tidak akan berpengaruh saat Robert terus menggoyangkan lidah di atas celah yang masih terjaga. Kemudian bayangan Hilda seakan tersenyum kemudian sengaja menggigit kecil bibir bawah, hal itu memang mengasyikkan begitu pula saat Robert mulai bermain-main dengan klitoris Persia. Ia menggigit kecil ujungnya berlanjut menariknya dengan lidah dan bibir, terus mengoyak sampai teriakan Persia terdengar,

"Ayo sayang, teruskan!" Desis Robert mengecap rasa lendir yang mulai tertuang untuk ia nikmati.

Sungguh Persia tidak mengenal harga dirinya lagi. Ia terus mengusap-usap wajah Robert seperti sosok Edo yang terus merayunya. Matanya terlihat lebih indah dari biasanya, tapi Persia malas menerka karena ia merasa serakah dengan kenikmatan. Kemudian Persia melihat tubuh kekar itu bangkit sembari melepas celana kemudian brief boxer yang saat itu telah membebaskan bentuk kuat dengan guratan otot, susunan bagian tubuh yang fantastis itu mengolah senyum Persia menantikan kecupan sekaligus siap untuk di cumbui. Dan memang Robert segera menarik kedua kaki Persia lalu ia membasahi jemarinya dengan lidah untuk memudahkan Robert membelai labia mayor Persia. Yang jelas pelumas untuk celah nikmat yang sudah Robert cicipi, ia menekan-nekan klitoris Persia dengan ibu jari. Namun seketika itu Persia menggeleng tak tentu arah, rasanya sungguh berbeda dari lidah Robert yang berperan. Persia rutin melenguh untuk mencurahkan rasa tidak nyaman saat ibu jari Robert berusaha untuk masuk. Persia segera menyingkirkan tangan Robert di bawah sana.

Satu dalam dua hal sekaligus Robert melupakan siapa di balik kecantikan itu berada. Robert menarik tangan Persia agar lebih memudahkan mereka bersenang-senang malam ini, alas kepala itu Robert letakkan sembari mengecup bibir Persia. Juluran lidahnya sudah mulai termanjakan oleh aroma dan rasa yang benar-benar menggila. Berlanjut Robert menyiapkan reaksi tak kenal arah dengan membuka kedua paha Persia lebar-lebar, kaki Robert menanggung untuk menopang tubuh mulai menyetujui perilaku,

"Aaahhh..," Persia mulai tamak saat mengikuti mulut dan lidah Robert melekat di leher. Persia pun membalas dengan menjilat kemudian menggigit daun telinga Robert, berlanjut selama beberapa kali hingga Robert mulai mengerang.

"Let's play the game Baby!" Robert memegang kendali gairah yang sudah tertantang.

Robert berusaha mencurahkan dengan menekan miliknya di liang senggama Persia, tapi kemudian Robert menunda saat dasar celah itu terasa sulit untuk ditembus. Tapi nafsu mengalahkan segala bentuk kewarasan dan Robert berusaha menyentuh kemudian mencobanya lagi,

"S...sakithh..." Persia memejamkan mata ketika sentuhan itu menjamin rasa perih.

Cukup lama Robert mulai berperang dengan keinginan dan suara Persia mengadukan rasa. Tapi pikiran Robert sudah menjadi bumerang dan ia menekan miliknya kuat-kuat bahkan lebih bertenaga hingga mengusaikan usaha Robert,

"Uugghh... Fuck!" Robert merasa luar biasa. Hasratnya tertanam lebih dalam.

Persia meraih punggung Robert untuk menjadi hantaran rasa sakit, tubuhnya seakan rontok, "eemmhh... Ssakitthhh!"

Suara itu! Mulai lain di telinga Robert beserta lenguhan panjang yang mengartikan situasi lain,

"Sakit..."

Pelan Robert mengangkat wajahnya dan beranjak dari aroma caruk leher Persia. Ia merasa tidak percaya ketika melihat mata yang berair di bawahnya, tubuh seksi penuh dengan kissmark darinya merupakan wujud lain. Dia, bukan Hilda. Robert terpaku saat menyadari apa yang dilihatnya,

"P... Per...sia?" Robert membelai lembut sisi wajah terpenuhi air mata.

"Aawh... Sakit!"

Sialan! Suara rintihan itu justru terdengar merdu di telinga Robert. Ia pun berusaha menghalau kesakitan Persia dengan kecupannya. Sangat lembut bahkan Robert tidak ingin menciderai,

"Tahan sayang," Robert mengeratkan rahang menahan rasa nikmat itu lagi, "aku tidak mungkin berhenti karena rupanya kau luar biasa Persia."

Tanpa melepas atau mengakhiri Robert meredam tangisan Persia di dalam mulutnya, tangan yang mulai rela untuk menjadi pertahanan Persia ketika Robert mulai menggerakkan pinggul. Ia tidak tahu atau bahkan Robert enggan mengerti jika semuanya terjadi begitu cepat, maka dari itu Robert malas kembali dengan niatnya semula.

Meski pelan dan kecupan mesra itu Persia rasakan di leher kemudian dadanya kembali di guncang rasa nikmat dari lidah Robert ia semakin menyadari bahwa itu kesalahan. Persia melirik arah wajah tampan itu berubah, tidak seperti semula saat ia mendambakan sosok Edo. Justru cahaya mata tersorot sinar redup di dalam kamar sudah menciderai perasaan dan tubuh Persia, tapi ia terlalu lemah karena rasa sakit itu membuat pinggulnya mati rasa. Getaran yang semula indah bukanlah anugerah,

"Sakit!" Persia tersedu, mendongak kala air matanya mengalir semakin deras.

"Kenapa kau melakukan ini?" Napas Persia mulai terengah-engah merasakan tenaga Robert yang berkuasa, "k...kenapa Robert?"

Kemudian Persia menilik wajah tampan itu sejajar dengan matanya,

"Karena aku menginginkanmu!" Perkataan Robert bukan berasal dari kepedulian. Sesungguhnya ia menyesal tapi realita itu sangat sulit karena Persia teramat mengagumkan.

"Ini tidak sebanding ketika kau meremukkan jantung istriku." Robert berkata lagi saat jengkal tangannya mencakup jemari Persia disusul lidahnya menjilat dada Persia.

"Itu kecelakaan," Persia harus tetap menghindari wajah di atasnya, "aku tidak sengaja!"

"Kalau begitu anggap aku tidak sengaja menyetubuhi mu, Baby!"

Jejak merah sengaja Robert tinggalkan saat caruk leher Persia begitu menggoda. Hukum alam telah berkuasa ketika Persia mulai menahan sakit saat Robert melakukan petting. Kali ini Robert harus merenggut apa yang telah direnggut paksa oleh keadaan, dendam pun kini menjadi isyarat untuk Robert tetap mencumbui kecantikan yang tak kalah dengan almarhum istrinya.

Desahan Persia merubah keadaan. Memang Robert tidak akan berbuat sesuka hati, ia tahu bahwa malam bersejarah itu adalah pengalaman pertama Persia. Sekaligus untuk hal paling indah dalam hidup Robert untuk merasakan kenikmatan dan sensasi tersendiri karena pengaruh organ tubuh itu benar-benar tunggal untuknya.

Pelan Robert menggerakkan pinggulnya dan lidah berusaha mencari keberadaan titik terlemah Persia. Ia menjelajahi leher dan dan anggota tubuh Persia selama ia bercinta, sampai Robert tersenyum tipis karena Persia berpasrah dan meremasi rambutnya begitu Robert menjilati daun telinga Persia. Kelemahannya akan menjadi hak-hak untukku sekarang! 'Bukan kau yang terperangkap tetapi aku. Claudia.'

Memang sungguh sialan! Dosa besar Robert sudah melupakan almarhum Hilda, tapi tidak! Ia menikmati jebakan waktu yang indah bersama tubuh yang utuh menjadi penentu kemana gairah Robert akan singgah.

avataravatar
Next chapter