17 Sweet Sinner | DUA GAIRAH

Di tengah-tengah jalanan kota tak terlalu ramai ketika roda empat dari mobil berwarna silver keluaran terbaru itu melintas. Matahari telah condong kearah barat dengan hiasan langit yang megah terkurung oleh cahaya keemasan. Kilatan manik mata itu mendominasi tatapan liar ketika memburu detik yang berlalu pada arloji, senyumnya merekah tapi ia sendiri tidak paham mengapa begitu tersirat tanpa beban saat Robert harus mengingat bahwa cinta itu telah pergi. Meninggalkan jejak membara dan ia gagal menggenggamnya untuk menjadikan sesuatu yang indah di hari pernikahan.

Kilatan dari bingkai roda empat Robert berhenti tepat di rumah Evelyn. Ia bimbang jika harus pulang ke rumah Joseph lebih dulu, karena Robert enggan menemui Persia tapi iblis terlalu mahir ketika Robert hanya melupakan sejenak mantan istrinya. Tunggu! Bukankah dalam beberapa hari ini Robert sudah melupakan almarhum Hilda dan justru dua hari terakhir Robert di Jepang wajah Persia lah yang selalu berkelebat dalam pikiran? Ah, entah kemana rasa itu akan tertuju tapi yang jelas Robert ingin tahu bagaimana kabar keluarga sekaligus istri penggantinya namun Robert hanya akan menemui Persia di kantor. Mungkin.

Robert melepas seatbelt, membuka pintu mobil sambil memberi kode ke orang kepercayaan yang baru saja memarkirkan mobil untuk membawa bingkisan berisi oleh-oleh ke dalam rumah. Kebiasaan yang telah menjadi salah satu bagian penting Robert adalah setiap minggunya memberi hadiah untuk para pekerja di rumah Evelyn, terutama untuk pihak terkait yang selalu setia merawat dan menemani Evelyn.

Sempat Robert memperhatikan mobil milik Ellen dan Helen terparkir, serta mobil Shandy berada di sebelahnya. Jelas perasaan Robert merasa tidak karuan mengapa kedua saudaranya berkumpul?

Tanpa berasumsi apapun Robert berlari kecil ke dalam rumah, ia mencari-cari Evelyn di kamar. Berlanjut Robert merasa khawatir sampai ia mencari ke seluruh ruangan lalu telinga Robert menangkap samar suara wanita bernyanyi, sumber itu terdengar dari arah dapur. Tanpa menunggu lebih lama lagi Robert segera berjalan kearah dapur dan perasaannya terbayar jika Evelyn baik-baik saja. Bahkan terlihat sangat gembira ketika Robert melihat jelas dari ambang pintu dapur,

"Sekarang saatnya kau bernyanyi Persia!" Perintah Ellen menggoyangkan tubuhnya mengikuti musik dari alat perabotan yang Evelyn mainkan.

"Sebentar," terlihat Persia mengencangkan tali pada celemek di pinggang, "tapi ngomong-ngomong kau curang Ellen. Seharusnya kau sebagai band, aku dan ibu menyanyikan lagu!"

Sembari mulai bernyanyi dengan suara yang membuat Robert pening Persia melanjutkan mengolah bahan-bahan makanan yang sudah dipersiapkan oleh Evelyn,

"Lihat kelakuan istrimu yang sinting itu," Helen merangkul pundak Robert, "dia seperti wanita yang tidak tahu aturan!"

Robert menoleh dan meraih dagu adiknya, "bagaimana jika wanita yang selalu membangkang, membuat onar dan juga... Pesta narkoba?"

"Aku bukan pemakai Robert! Aku hanya..."

"Berhenti bergaul dengan orang-orang seperti mereka Helen," Robert membenarkan rambut blonde Helen, "sebelum kau menyesal!"

Robert melambai ke arah Evelyn dan Ellen. Mereka pun sadar dan segera berhamburan keluar karena siapapun tahu jika ini saatnya Robert membagikan hadiah,

"Kau tidak lupa apa yang aku pesan kan Robert?" Tanya Ellen melepas celemek dan menyerahkannya kepada pelayan.

"Hm, ya!" Singkat Robert memperhatikan Persia yang sibuk dengan urusan memasak.

Seperti tidak peduli sesuatu Evelyn dan Ellen segera berlomba menuju ruang tengah. Tapi Robert hanya diam kemudian berjalan mendekati wajah yang membelakangi dan ia hanya menyenderkan tubuhnya di dinding,

"Ada yang bisa membantuku? Tolong ambilkan susu!" Persia melanjutkan nyanyiannya sambil mengaduk-aduk adonan yang sudah mulai masak.

Sengaja Robert bungkam kemudian ia memberikan satu karton susu kepada Persia,

"Terima kasih!" Ucap Persia tanpa menoleh.

Sebenarnya suara itu tidak enak didengar, sampai Robert menyipitkan mata karena menahan dengungan yang semakin menyakitkan di gendang telinga. Tapi semangat dan kelincahan Persia menggali rasa aneh pada diri Robert,

"Bisa tolong ambilkan lada untukku?" Dua kali Persia menyuruh orang di belakangnya.

Robert diam tanpa mengiyakan ucapan Persia sampai kata-kata itu berulang-ulang menyebutkan bumbu halus yang terletak di dekat Robert. Kemudian Robert menyodorkan botol kecil berisi lada halus untuk Persia,

"Em... Masih kurang," Persia mencicip rasa kuah masakan di sendok teh, "tolong Ellen gula!"

Lagi, Robert memberikan botol panjang berisi gula kemudian Robert berdiri tepat di belakang Persia dengan ujung hidung mancungnya menyentuh tengkuk Persia.

Persia terhenyak ketika hangat napas tenang menyentuh bagian tubuh. Napas Persia hampir sesak serta degup jantungnya lebih cepat dari biasanya, ia pun tidak sengaja menjatuhkan peralatan dapur saat menemukan mata itu membidik,

"E... K... Kau... Em... Itu... Maaf, aku tidak..." Suara Persia terbata seolah tercekik sesuatu.

Satu tangan Robert menekan tombol off di kompor listrik, satu lagi menarik pinggang Persia tersudut lalu mengangkatnya hingga Persia duduk di atas kitchen set. Tanpa menyambung perkataan Persia, Robert mencengkeram kuat kedua tangan Persia ke belakang, ia mendaratkan kecupan di leher Persia berlanjut hingga Robert mengigit kecil karena kulit halus itu terlalu menggemaskan,

"Lepas!" Persia mendongak berusaha menghindar namun justru ia seakan mempersilakan Robert menjelajah, "a...pa yang kau lakukan Robert?"

"Menikmati keindahan tubuhmu!" Singkat jawaban Robert terdengar tanpa beranjak dari caruk leher Persia.

Meski menghindar itu hanya harapan saja. Dengan terhimpit oleh badan besar Persia gagal menggerakkan tubuh bahkan mengatur perlawanan saja ia tidak sanggup. Semula kecupan itu membuat Persia enggan namun saat mulai berhenti melawan, hangat lidah Robert memberikan sensasi liar yang aneh, rasanya berakhir tajam hingga membuat pandangan Persia mengabut disertai bulu kuduk mulai meremang. Terutama ketika pergelangannya terjerat entah Persia tidak resah seperti apa yang dilakukan Edo, justru semakin Persia melemah Robert membabi buta dengan menyapu keringat Persia dan meninggalkan jejak hangat di leher.

Seolah mencerna, bukan! Persia merasa tubuhnya gemetar ketika Robert meratakan kecupan seperti mengikuti garis memesona di lehernya, tapi sebuah panggilan telepon dari ponsel Robert sedikit membuyarkan konsentrasi mereka tapi itu bukan hambatan karena nada dering dari Acon Feat Colby berjudul Beautiful benar tengah mewakili kenakalan Robert,

"Persia kau..." Ellen berdehem dan memutar tubuhnya untuk mengurungkan niat, "oh maaf, aku tidak melihat."

Nada dering disertai suara dari deteksi panggilan itu menyatakan nama 'Gabriel is calling', namun keasyikan Robert di atas kewarasannya,

"Ayahmu menelpon."

Shit! Suara lembut Persia membuat telinga Robert panas, tapi sumber deteksi itu terlalu berengsek hingga akhirnya Robert mencabut gairahnya. Lidah yang semula melekat malas untuk berjaga jarak itu terkecoh,

"Tunggu sampai urusanku selesai, Baby." Robert menyambar bibir Persia cepat dan berlalu sembari menarik ponsel dari saku celana.

Persia mengembuskan napas kasar dan ia hampir pingsan saat menahannya tadi. Keparat, Persia merasa kenikmatan itu sirna terbawa oleh ketidaktahuannya oleh waktu yang berlaku tidak adil. Persia mendengus karena reaksi itu hilang tanpa bekas yang ada hanya degup dan napas saling memburu.

[...]

Pintu besar dari kaca anti tembus pandang itu tengah menyimpan suara dari gemercik air kamar mandi. Saat tak terdengar lagi Persia mulai menghardik dirinya sendiri, 'gawat! Aku yakin dia pasti beringasan macem Cheetah' lalu Persia melihat pemukul baseball tergeletak di belakang sofa kamar namun urung jika melakukan perlawanan dengan menciderai orang lain. Hal fatal tentang Hilda saja selamanya akan menghantui dan Persia memilih untuk meninggalkan kamar dan mencari perlindungan dari Robert.

Satu lorong minim cahaya itu menuju ruangan yang sebenarnya Persia sendiri tidak tahu apa isi di baliknya. Yang jelas pintu berlapis karpet berwarna hitam itu seperti menyembunyikan sesuatu dan rasa penasaran Persia mulai timbul. Ia membuka panel pintu ruang bioskop pribadi milik Joseph,

"Wah... Aku bisa nonton film yang waktu itu gagal aku tonton," Persia mencurahkan rasa senang saat menuju meja kecil di bagian paling sudut ruangan bermaksud mencari kaset atau sejenisnya, "kok nggak ada sih?"

Tidak lama alat deteksi dari sensor gerak itu menanyakan tentang judul film yang diinginkan. Dan tanpa menunggu lama Persia mengucapkan dua kata untuk judul film fantasi thriller, lalu secara otomatis bagian dinding paling ujung di antara deretan kursi bertangan mulai menampilkan gambaran dari pemutaran film yang Persia maksud.

Sofa terbuat dari kulit berwarna abu-abu gelap terletak di belakang dua kursi lain Persia pilih untuk meregangkan tubuh, ia menarik satu bantal yang tersedia sebagai alas kedua tangan. Namun Persia merasa aneh saat pemutaran film itu terhenti. Persia mengira-ngira jika jaringannya mengalami gangguan sampai Persia sadar jika Robert mulai merubah acara pemutaran film.

Sambil terus mendengus dan meneliti langkah pria mendekati dirinya, Persia tidak mengerti film apa yang Robert maksud karena bahasa Perancis yang Robert ucapkan sulit dipahami oleh Persia,

"Mengganggu saja!" Gumam Persia menggerakkan pinggul untuk sedikit menjauhi Robert dari tempat duduk.

Satu menit, dua sampai menit kesepuluh film yang berasal dari Perancis itu memperlihatkan keceriaan sepasang kekasih. Film dengan pengaturan tempat di dapur itu terkesan romantis, terutama ketika sang wanita mulai merangkul dan dibalas kecupan oleh si pria. Berlanjut senyum sepasang orang dalam adegan film itu mengulas romansa ketika tangan mereka saling membelai, berlanjut seorang pria dalam film mulai membuka satu persatu kancing kemeja wanitanya. Tak lama bongkahan dada itu sangat menggoda dengan remasan lembut.

Persia terbelalak. Ia sadar film yang tengah ia nikmati, lalu Persia bangkit tapi rupanya pergerakan Persia kalah cepat saat Robert meraih tangannya dan tanpa basa-basi Persia sudah berada di pangkuan Robert,

"Aku ingin menyelesaikan!" Bisik Robert disertai menanggalkan baju tidur Persia.

"Me...nyelesaikan apa?" Lugas Persia menjawab lalu berusaha bangkit namun dengan sigap Robert mengikat niat Persia dengan melepas kaitan bra-nya

Terlambat! Acara sesi dalam film berakhir ketika Robert memberi kode. Kemudian lampu dalam ruangan sedikit menerangi posisi tempat duduk Robert dan Persia. Keduanya sempat saling menukar tatapan, namun Persia beralih kearah lain hingga Robert membanting ringan tubuh Persia ke sofa,

"Tidak akan sakit Baby," jarak sedekat itu Robert berhasil melahap dagu Persia, "tapi jika kau tidak melakukan perlawanan."

Pandangannya seolah mencari. Robert mengangkat kedua tangan Persia seperti waktu itu, menjerat dengan satu cengkeraman lalu tangannya bergeser pelan seolah menghitung jumlah ribuan pori di leher Persia,

"A...ku... Tidak mau...!" Rintih Persia nampak gelisah ketika jari telunjuk Robert mengikuti belahan dadanya.

Tanpa jawaban. Bahkan Robert enggan mendengar suara lain kecuali keluhan bukti jika Persia mengoyak gairahnya, memporak-porandakan kebencian terhadap tragedi,

"Lepaskan aku!" Persia mulai menahan rasa itu lagi. Rasa yang sungguh sialan.

"Untuk?" Wajah mulai memerah dengan memamerkan dada menarik serta mengembuskan napas itu terlalu mencolok hingga Robert berambisi.

"E... Un...untuk melepaskan aku," Persia menoleh enggan menyambut kecupan Robert, "aku mohon!"

Diam. Keduanya menautkan tatapan sampai jaraknya tak sadar lebih dekat, saling mengedipkan mata berkutat pada perasaan masing-masing. Satu sisi berusaha bertahan dengan cinta Hilda tapi wanita di depannya begitu mengagumkan dengan kesetiaan dan tentu di sisi lain Persia ingin lepas dari belenggu cinta Edo, tapi Robert bukan satu alasan untuk Persia melalaikan cintanya. Terlalu letih jika harus menguatkan batin bertahan dalam luka-luka basah tanpa kata dan wujud yang menjamin kebahagiaan keduanya.

Bukan jeda tapi Robert meluangkan jarak yang berakhir lembut ketika ia melekatkan ujung hidung di sisi wajah Persia, disusul pejaman mata itu seolah pasrah,

"Kau bisa menganggap ku adalah dirinya," Robert menjilat pipi Persia, "selama kita bercinta."

Persia membuka mata dan melirik wajah memperhatikannya, sentuhan lembut itu selalu bermula dari aturan yang berbahaya, tapi ucapan Robert terdengar sulit untuk Persia cerna. Memang sekelebat wajah Edo berpadu dengan sentuhan Robert yang mulai menggerayangi paha Persia, membuka satu kaki Persia lebih lebar lalu Robert berkuasa dari kegilaan seperti di dapur rumah Evelyn. Namun kali ini jemari kasar itu mematokkan sesuatu yang dahsyat hingga Persia mulai meregang, napasnya tersengal saat satu jari tengah Robert menemukan celah nikmat Persia. Meraba, memutar-mutar seakan mencari kelemahan, menekan kemudian menerobos masuk di dalam sana dan memang Persia merasa dungu saat mengerjap.

Bukan hanya target agar Robert berpuas diri atau menghina. Baginya tubuh yang bergetar dan menggeliat itu seperti perhiasan. Tanpa kilatan untuk berlomba meraih pujian mahal tapi Persia merupakan bagian. Ya, bagian dalam diri yang mulai memompa gairah dan rasa. Entah perasaan seperti apa yang jelas Robert menginginkan tubuh itu lagi.

Pertama Persia mengunci suaranya yang selalu membuatnya menyesal sekaligus malu. Tapi jemari Robert terlalu mahir ketika saling bergerak membuahkan hasil liar pada kewanitaan Persia,

"Aahh..." Sontak Persia menggigit bibir bawahnya agar desahannya tidak terulang.

Yes! Satu kali pergerakan tangan Robert terbayar, lalu semakin menjadi ketika Robert mulai menggerakkan satu jari tengahnya. Bertambah hingga Robert menusuk-nusuk celah itu dengan jari manis,

"Sshh... Le...pashh, aahh..." Penolakan Persia justru berujar lain karena hujaman Robert terlalu nikmat.

Dada itu terlihat indah dan nampak mengayun lamban karena tubuh Persia bereaksi hebat. Lebih menggetarkan gairah dan efek itu seperti mempersilakan Robert untuk sekedar menyambut bongkahannya dengan lidah. Tapi itu tidak cukup! Robert memutar indera perasa itu untuk bernegosiasi jika melumat saja tidaklah cukup, lalu Robert menggigit kecil ujungnya tanpa henti. Dua jemarinya masih setia mengoreksi di bawah sana,

"Kau tahu? Aku tidak sedang menghinamu, Baby! Aku sama sekali tidak merendahkan mu," Robert memberi jejak merah di bongkahan dada Persia, "aku memujamu seperti apa yang sudah kau berikan."

Persia mampu mendeteksi suara itu. Gelap ketika Persia mulai melihat langit-langit ruangan, kabutnya seolah mengayun lamban ketika Persia merasakan dua sentuhan itu sangat hebat dan kuat. Semakin rakus Persia menarik napas dan ia batal membungkam mulut karena desahannya meluap, semakin terasah dengan kilikan brutal yang nikmat Persia menjerit dengan memperhatikan wajah Robert.

Mata itu menelan rasa malu Persia dan merubahnya menjadi sesuatu yang aneh,

"Eenghm..," Persia membanting punggungnya karena rasa itu semakin membara, "ssshh... Aaahhh... Aaahhh..."

Fuck! Gendang telinga Robert serasa panas dan mengutuk jika Robert tidak mampu menahan. Robert bangkit dan melepas piama yang menyimpan bentuk kekar tubuhnya lalu Robert menarik kedua kaki Persia mendekati wajahnya ketika membungkuk. Ia melepas celana dalam Persia saat mulai rakus dengan gairah dan Robert tenggelam dalam kemauan untuk menjilati paha serta celah halus yang sempat membuat Robert gila,

"Oouch... Hen...tikannhh..," Persia berusaha menjauh namun lidah itu sudah melekat terlalu erat di bagian miliknya, "aaahhh..."

Berengsek! Persia sudah gagal berulang kali ketika tubuhnya melawan logika. Batinnya mengguncang pikiran kala semua itu sia-sia untuk di tolak,

"Aagghhh..."

"Yahh... Aku menunggunya, Baby!"

Persia meremas-remas sisi sofa, menoleh tak tentu arah, dan membanting punggungnya saat hangat dari lidah itu mulai terjerumus lebih dalam. Melata dengan leluasa dan sengaja bergetar. Persia pun tidak mampu menahan gejolak itu lagi, ia menuturkan bahwa kenikmatan itu adalah raja. Persia mendesah panjang dan meraih rambut Robert saat puncaknya terwujud.

Robert mulai mengerang ketika ia tahu Persia berpuas diri. Lidahnya tatap berkualitas menjilat celah nikmat itu dan menjalar hingga ke anus.

Bak penari yang menyuguhkan gaya spektakuler Persia lupa mengerti jika ia harus menolak. Melihat Robert menikmati sisa lendir hasil pencapaian pun seakan sensasi yang terkutuk namun Persia tetap gagal menampik. Efek seperti gelisah dan pandangan mengabut masih bisa Persia rasakan saat ia melihat Robert bangkit dan meluruhkan celana pada setelan piayama, nyata mendominasikan sesuatu yang berusaha berontak. Bentuk kokoh dengan guratan mengelilingi itu benar-benar menakutkan, Persia ingat betul saat Robert merebut apa yang Persia pertahanan. Rasa sakit itu setia bertahta,

"B...biarkan aku pe...rgi!" Persia gagal untuk melawan saat Robert sudah mendatangi wajahnya yang merah padam.

"Aku sudah memuaskan mu, Baby," Robert menggigit kecil bibir bawah Persia, "saatnya kita untuk berpuasa diri bersama-sama."

Pelan Robert mulai membelai kelembutan di bawah sana dengan ujung vitalnya, ia menahan kedua paha Persia dengan satu tangan. Terus meneliti wajah yang nampak gelisah dan keringat dingin itu bergulir seolah mengulang kembali percintaan pertama mereka,

"Jangan takut sayang!" Robert mengecup kening Persia.

Semakin dalam dan Robert berhasil menjerumuskan bentuk tubuh besar itu separuh, ia berhenti sejenak karena rasanya masih sama dan sangat sulit untuk ditembus,

"Eengmmhh..." Rintih Persia memejamkan mata rapat-rapat.

Robert menegakkan punggung untuk menegaskan wujud itu bersemayam, ia merasa tak waras namun menjaga gairahnya tetap terkontrol saat menatap celah kecil itu semakin melebar karena miliknya. Robert mendongak dan menekan-nekan miliknya lebih dalam,

"Oh... Shit!" Rancau Robert bernafsu.

Terlalu egois jika Robert harus berperan semestinya menuruti gairah sex tingginya, namun ia mencoba tenang dan menggerakkan pinggul dengan hati-hati. Lalu selanjutnya Robert merobek gaun tidur Persia untuk melihat bentuk telanjang itu benar-benar utuh, ia meratakan kecupan dan jilatan di perut berlanjut hingga ke dada Persia. Bermain-main dengan areola namun gemuruh itu membara hingga Robert brutal saat menciumi leher dan daun telinga Persia. Kedua tangan Robert merengkuh untuk menahan kepala Persia.

Jeritan itu mulai terdengar namun Robert merasa kalap karena celah nikmat itu mulai menjalin keinginan dengan miliknya, Robert menggerakkan pinggul cepat bahkan sangat cepat hingga pertemuan kulit mereka menghasilkan suara.

Bukan kenikmatan seperti tadi, tapi Persia masih merasakan perih di bagian yang menampung hasrat Robert. Lenguhan panjang Persia berubah menjadi jeritan yang menggoda di telinga Robert, ia mencengkram kuat punggung lebar Robert untuk menumpahkan rasanya namun berulang kali Robert menghalau kesakitan Persia dengan mengulum bibir Persia.

Beberapa menit setia berlalu dan gaya itu masih sama. Di atas sofa, meraung kenikmatan dan Robert melingkarkan tangan Persia ke pundak,

"Peluk aku sayang!" Robert mengangkat tubuh Persia tanpa melepas guratan otot yang tertanam di dalamnya.

Bukan hanya takut tapi Persia tidak berdaya menatap mata yang semakin buta dengan gairah. Lalu Persia merasa tolol saat Robert berjalan menuju sudut ruangan paling gelap,

"Siap untuk yang kedua hm?" Robert menekan tembok berlapis karpet sembari tangannya menahan tubuh Persia.

Persetan! Robert malas mengeja kata lagi karena suara desahan itu seakan manja. Tubuh Persia mulai terguncang hebat saat Robert melakukan petting, rasanya benar membuat ia rakus dan sensasi panas itu semakin menggila. Mengecup, menggigit, bahkan meramu pengalaman baru Persia.

Wajah oval itu semakin cantik. Gigi menyerupai kelinci itu menggigit kecil bibir bawahnya dan itu menguraikan senyuman Robert. Tidak mengenal apa itu tragedi yang merenggut cinta, Robert terus mempererat pelukan dengan penetrasi ganda karena Robert merasa organ intim itu memijit-mijit miliknya. Semakin terasa saat miliknya bertambah besar,

"Aaanngghhh..," Persia mencakari punggung Robert, "uunggh..."

Pandangan mereka menukarkan rasa nikmat yang menggerogoti kewarasan. Kening saling menyetujui pikiran dalam tubuh yang bersatu, bibir Robert mendekati bibir Persia. Hanya berdekatan,

"Aku tidak tahu ini apa," Robert melekatkan sela mulutnya di sisi bibir Persia, "tapi...aku rasa aku ingin memilikimu seutuhnya Persia."

Persia mendongak. Menyuguhkan caruk lehernya karena ia merasa kecupan Robert menentukan janji yang indah,

"Oouchh..."

"Mmhh,, yahh... Lepaskan sayang!" Saran Robert memperlambat hujaman.

Jeritan itu semakin melengking dan Robert rela jika ia harus tuli karena sensasinya. Lalu Robert menjaga getaran tubuh Persia di dadanya. Ia membalas rintihan Persia saat orgasme dan menyamai rasanya dengan klimaks. Ia semakin leluasa bergerak bahkan menjadikan Persia bagian tubuhnya, dan Robert melepas kenikmatannya. Ia orgasme dengan menukar benih yang tertanam lebih dalam berharap agar Persia semakin terjerat dengan wujud mungil penerus keluarga Luxembourg.

Satu jam berlalu...

Berharap masih sama saat Persia mencoba menolak namun Robert terlalu mahir merayu dengan sentuhan. Ia menyingkirkan selimut tebal dari tubuh Persia,

"Rakus!" Kritik Persia melengos namun Robert menangkap wajahnya dan menyalurkan kecupan di bibir.

Robert tidak peduli dengan sebutan itu. Yang ia tahu bersetubuh tidak cukup hanya dengan satu waktu. Ia membebaskan miliknya kembali agar melata lebih ganas saat Persia terlalu lemah untuk menolak.

Bukan karena Robert enggan mengerti dengan tenaga Persia mulai lemah. Tapi Robert tidak akan mengenal jeda, bahkan di dalam kamar ia mengulangi perbuatannya.

Setelah foreplay favorit Robert berjalan, tak ingin membuang waktu yang tersisa Robert mencumbui kecantikan itu dengan beberapa sesi khusus yang tak jarang membuat Persia takut. Tapi itu bukan hambatan melainkan jaminan Robert karena tubuh Persia menafsirkan kenikmatan yang tidak pernah ada bandingannya.

avataravatar
Next chapter