19 Sweet Sinner | 6.2

Semenjak obat yang sudah melumpuhkan seluruh otot dan syaraf, Persia pun tidak percaya ketika melihat beberapa helai kain dari baju yang ia pakai sudah berserakan di lantai. Hanya selimut tebal saja membungkus lekukan tubuh Persia dan beberapa menit setelah ia sadar barulah mengerti apa yang terjadi sekitar dua jam lalu. Satu jam sebelumnya pengaruh obat itu sempat hilang, dan membuat Persia tersadar lalu pertengkaran hebat pun terjadi di antara mereka. Sempat Edo meyakinkan jika perasaan itu tidak akan pernah pudar meski pernikahannya dengan Helen akan terjadi. Tapi sekali lagi Persia menguatkan diri untuk tidak pernah menjalani sebuah hubungan itu. Semua bukan karena Persia sudah melupakan sejuta kenangan terindah bersama Edo. Namun itu demi perasaan kedua orang tua Robert dan juga Persia mencoba untuk menebus dosa besar kepada Hilda. Tapi waktu sudah terlalu kejam ketika Edo mencoba melemahkan Persia dengan obat lain, dan terang reaksinya menjelma sehingga Persia gagal melawan kondisi di mana ia harus merasa dilecehkan. Tapi Persia tidak berdaya meyakinkan hal tersebut yang memang Persia tidak merasa dipaksa, perbuatan itu alami mereka lakukan karena hanyut oleh perasaan masing-masing. Namun entah Persia merasa hina dan tiba-tiba saja bayangan mata emas itu melintas. Ia mengatakan pada batinnya jika sudah berkhianat.

     Tubuh kekar Edo masih terlelap saat Persia berusaha bangkit. Meski tertatih Persia mencoba untuk tidak bersuara dan memungut semua pakaiannya lalu pelan-pelan ia memakainya. Persia berjalan sembari menatap tiap tetes air mata di lantai, tubuhnya menggigil sekaligus Persia merasa jijik dengan sentuhan itu, belaian dari tangan Edo sangat berbeda ketika Persia mendapat sebuah sanjungan dari Robert.

     Disertai keterpurukan itu Persia berjalan menyusuri koridor apartemen milik Edo, sesekali Persia menoleh kearah pintu kamar Edo namun entah kemana pikiran Persia singgah. Ia beringsut menekan dadanya kemudian tersedu mengingat kembali sentuhan lembut berasal dari tangan pria asing yang menjadi suaminya. Dan semakin hanyut dengan kesalahan Persia mendatangi tempat resepsionis untuk menanyakan nomor telepon perusahaan Luxembourg, namun lagi-lagi Persia tersesat karena tidak mungkin jika Persia memberi keterangan tentang hal itu. Lalu Persia hanya menerima jasa bantuan pihak apartemen untuk memesan Uber.

     Sekitar satu jam taksi yang Persia tumpangi berada di tengah-tengah kemacetan jalan yang sangat panjang,

     "Maaf Nona, mungkin ini akan membutuhkan waktu lama." Begitu kira-kira yang bisa sopir taksi ungkapkan, karena Persia hanya diam tanpa menunjukkan tempat yang akan dituju.

     Hampir semalaman mobil berwarna kuning dari perusahaan sebuah taksi online itu terjebak di tengah-tengah jalanan kota bersalju. Kemudian secara hati-hati sopir taksi membujuk Persia untuk mengatakan kemana tempat yang ingin dituju namun Persia hanya mengucapkan satu kata 'Luxembourg'. Setelah melewati kemacetan yang panjang sopir berhasil mengantar Persia ke rumah Joseph. Tepat di depan pintu gerbang sopir membantunya membuka pintu mobil, lalu mencoba membantu Persia berjalan karena tubuh Persia mulai gemetar akibat temperatur yang ekstrim. Tapi Persia menolak sentuhan lain karena itu seperti sengatan bagi kulitnya sekarang, Persia masih merasa risi dengan dirinya sendiri. Bukan! Persia mulai jijik dengan dirinya sendiri.

     Shandy segera datang menyambut tubuh Persia seperti malam saat Persia kembali dari Blooklyn. tapi Persia hanya memberi isyarat agar Shandy membayar tarif taksi. Lalu Persia berjalan lagi untuk menuju rumah.

     Semenjak Persia masuk melalui pintu utama bangunan besar itu nampak sepi. Persia tergesa-gesa bahkan ia hampir terjungkal saat menaiki anak tangga menuju kamar, ia mencoba mencari. Tapi ia sendiri bingung apa yang harus ia cari? Sesuatu apa yang tengah melanda hingga Persia merasa telah melakukan dua kesalahan besar di keluarga Luxembourg, terutama Robert.

     Persia memukuli paha dan ia kembali menangisi tindakan konyol berakhir dengan petaka. Ya, hal yang sama ia lakukan kepada orang tua angkatnya terulang. Persia berusaha tidak menyesali apa yang sudah terjadi namun masalah hari ini terasa sulit untuk dilupakan,

     "Goblok!" Persia meremas-remas rambut, "kamu itu perempuan goblok Persia? Ngapain sih kamu masih setia sama keyakinan kamu? Ngapain sih?" Persia mulai berteriak meminta penjelasan pada hatinya.

     Setiap sudut kamar bahkan pintu kamar mandi yang terbuka itu Persia perhatikan. Tapi Persia tidak menemukan sesuatu yang dicari, entah hilang atau hanya sementara Persia terkunci dalam penantian. Tanpa beranjak dari setiap inci tata ruang kamar itu Persia mulai menemukan beberapa keharusan tanpa bisa dipahami, ia merasa kagum ketika bayangan Robert melintas seakan berjalan kesana-kemari seperti yang biasa Persia lihat,

     "Kau... Di mana?" Terus mencari meski Persia tahu ia tidak menemukan apapun di sana.

     Saat berakhir pada kardus kecil di atas nakas Persia kenal baik dengan ponsel baru yang Robert berikan. Kemudian Persia segera membuka segel dan mulai mengatur sistem yang baru saja beroperasi, setelah semua selesai Persia hanya meletakkan alat komunikasi itu di atas ranjang. Ia tidak berani untuk menelpon siapapun termasuk orang tuanya.

[...]

     Matahari bersinar tanpa malu ketika jendela mulai terbuka, sambutan kehangatan di hari ke tiga musim dingin Persia bangun lebih awal dan membereskan tempat tidur. Tapi entah mengapa pandangannya terus mencari sosok pria itu. Semalaman Robert tidak kembali? Ke mana?

     Satu jam sebelum berangkat ke kantor Persia mengulangi kesibukan yang sebenarnya Persia sendiri aneh melakukannya. Tapi tanpa lelah Persia berjalan menyusuri setiap ruangan rumah Joseph, tapi nihil. Persia hanya memperoleh keuntungan berolahraga ringan, sampai akhirnya Persia menyerah dan ia mulai bersiap-siap untuk bekerja. Tak seperti biasanya kali ini Persia nampak ingin segera sampai di kantor,

     "Ayo, kita berangkat Shandy!" Perintah Persia membuka pintu mobil.

     "Anda terlihat sangat cantik Nyonya!" Ya, baru kali pertama Shandy memuji.

     Persia tersenyum kecil, "memangnya dari kemarin-kemarin tidak ya?"

     "Bukan tidak hanya saja tidak seperti biasanya." Shandy mengikuti Persia untuk segera melakukan tugas.

     Hanya perlu beberapa menit ketika mobil menempuh perjalanan menuju LX Corporation, kemacetan sudah mulai teratasi oleh petugas kepolisian terutama salju lebat sudah mulai tersingkir dari area aspal. Tapi meskipun salju itu memamerkan keindahan, Persia merubah semangatnya ketika mengingat kembali wajah Edo. Ia membenci namun perasaan cinta itu masih abadi di dalam benaknya,

     "Kita pulang saja Shandy!" Samar suara Persia menahan tangis.

     "Memangnya kenapa Nyonya?" Shandy memperlambat putaran roda empat.

     "Tidak apa-apa, aku hanya malas pergi ke kantor." Persia mulai membela keadaan jika ia malas melihat wajah Edo.

     "Tapi... Tuan berpesan agar Anda segera menemuinya saat sudah kembali," jelas Shandy dengan tugas yang diberikan oleh Robert.

     Persia tertunduk dan meremasi jemari, ia tidak tahu apakah siap bertempur dengan tatapan itu lagi.  Namun ia setuju dengan syarat Shandy mengantarnya hingga di ruangan Robert. Persia tidak menjamin jika bertemu dengan Edo. Masalahnya hal itu masih terngiang jelas, bukan tentang keindahan namun Persia merasa itu adalah cacian paling kejam.

     Tepat di depan pintu utama sampai menuju ruangan Robert Persia terus mengekor sampai ia meraih lengan Shandy. Ia tidak peduli jika Shandy merasa aneh yang jelas postur lebih tinggi darinya itu bisa melindungi, Persia yakin itu,

     "Sudah sampai Nyonya!" Kode Shandy pada majikannya yang sempat tertegun melihat pintu ruangan Robert.

     Hanya bermodalkan keberanian Persia membuka pintu lalu ia melihat Robert tengah duduk bersama dua orang asing entah itu siapa yang jelas Persia menunggu di satu tempat di ruangan yang sama. Persia sempat melihat Robert hanya memasang tatapan sekilas, tapi Persia tidak ingin mengambil keputusan lain dengan telepati. Namun apa yang ia cari sepertinya sudah di depan mata atau tidak yang jelas Persia merasa damai, dan ia masih memikirkan perkataan Dewa benar jika Persia terlalu kekanak-kanakan di usianya yang sudah dua puluh lima tahun jika terlalu menuruti keinginannya pada prasangka.

     Sekitar satu jam Persia mengutak-atik ponsel barunya, sesekali melihat kesibukan Robert memberi arahan untuk dua orang yang nampaknya pemimpin perusahaan lain yang berada di bawah naungan LX Corporation. Sampai saat Robert selesai Persia menunggu dan apa yang ia lihat diluar dugaan karena Robert tidak menemuinya, kesibukan hanya menjadi teman Robert dan kembali Persia disibukkan dengan penantian panjang ketika Robert melakukan beberapa panggilan telepon.

     Dua jam Persia bimbang harus berbuat apa? Bekerja bersama Edo menangani proyek yang sedang berjalan atau Persia tetap berada di ruangan Robert? Sampai akhirnya Persia mendekati keberadaan Robert hanya untuk menanyakan pertanyaan yang belum dipersiapkan oleh hatinya. Tapi Persia masih saja rutin melihat apa yang Robert lakukan tanpa ingin menegur atau semacamnya yang biasa membuat Persia merasa muak. 'Aku kenapa sih? Kenapa aku sesedih ini? Aku berharap Gold tidak melempar ku keluar' batin Persia merintih sampai ia memutuskan untuk bertanya sesuatu,

     "S... Semalam aku..," sial Persia salah jika itu bukan pertanyaan, "em... Aku...!"

     "Aku banyak pekerjaan! Kau bisa keluar!" Tandas Robert tanpa menoleh kearah Persia, ia sibuk mencari berkas di antara map di Rotary Filling System.

     "Karena Shandy bilang kau ingin aku segera menemui mu," Persia cemas dan mulai meremas jemarinya, "itu sebabnya aku ke sini, dan aku juga tidak tahu tugas apa yang harus aku lakukan."

     "Kau bisa bertanya kepada Edo."

     Deg! Seakan jantung Persia hampir mencuat. Terutama matanya terus berkutat pada punggung lebar Robert yang hanya membelakangi. Tak lama Robert berbalik dan Persia mengikuti langkah Robert sampai ke meja kerja,

     "Tapi bertanya kepadamu lebih jelas, aku tidak tahu apa-apa tentang bisnis!" Persia mencoba mencari alasan untuk jauh dari Edo.

     Sepi. Tidak ada jawaban selain Persia hanya bisa mendengar suara kertas di tangan Robert, sampai Persia tidak menyadari mantel yang ia kenakan tepat mengenai pigura kecil Hilda yang saat itu berada lebih dekat dengan sisi meja. Dan sebuah kesalahan kini Persia lakukan, foto terbuat dari kaca itu jatuh dan serpihannya berserakan dimana-mana. Gambar cantik Hilda pun musnah tanpa bisa Persia perbaiki,

     "A... M... Maaf aku..." Persia terbata saat Robert seketika bangkit, "aku tidak sengaja, maafkan aku! A... Aku bisa..."

     "Keluar!" Terlihat Robert mengepalkan tangan dan menatap tajam.

     "Ma... maafkan aku! Sungguh, aku... Tidak sengaja, aku bisa memperbaikinya!" Persia merasa yakin jika kaca itu dapat dipesan di suatu tempat.

     "Keluar!" Ulang Robert menahan amarah.

     "Aku mohon maafkan a..."

     "KELUAR!" Bentak Robert mendorong tubuh Persia.

     Teriakan keras itu sangat kuat hingga Persia terkejut dan ia merasa tersambar sesuatu. Ia menatap serpihan foto Hilda namun Persia tidak berdaya menyentuh atau sekedar memungut sisanya. Kemudian Persia berjalan menjauh saat Robert enggan mendengar alasan apapun dan entah Persia merasa teriakan Robert menyakitkan.

Robert menekan sisi meja dengan mengamati wajah yang sudah tak berbentuk dalam gambaran. Tapi itu bukan suatu kehancuran lagi saat Robert melihat wajah cantik itu menoleh kearahnya, rasa bersalah itu seolah terabaikan padahal Robert tahu jika Persia mencoba memperbaiki kesalahan tapi karena Robert terlalu kesal dengan sikap Persia ia memilih untuk tidak mentolerir kejadian barusan.

     Pelan Persia meninggalkan ruangan Robert, ia merasa tidak berguna untuk terlalu lama berada di sana. Tidak peduli jika bahaya mengintai saat keluar dari ruangan Robert, Persia juga tidak berharap banyak jika Robert akan mencegah atau mencoba singgah sekedar menenangkan kekacauan yang sedang menggangu pikirannya. Dengan langkah gontai Persia menuju lift lalu ke tempat di mana perusahaan sudah menyediakan kantor khusus untuknya, Persia disambut hangat oleh tumukan berkas yang belum sempat Persia baca dan pelajari. Tapi semangatnya hari ini berbeda saat berada di rumah, Persia malas jika harus bergelut dengan map di atas meja.

     Target dalam dua hari Persia harus menyelesaikan berkas yang Robert berikan waktu itu, tapi Persia tidak peduli dengan apapun termasuk amarah yang akan datang. Kepalanya terlalu pening memikirkan banyak hal sekarang, yang ingin Persia lakukan sekarang adalah rebahan di atas meja sejenak atau beberapa menit Persia tidak tahu yang jelas sampai berhasil melupakan kejadian kemarin.

     Pintu di ruang kantor Persia terbuka secara kasar dan Robert membanting tumpukan map ke atas meja Persia,

    "Aku ingin kau turun ke lapangan langsung untuk survey tempat yang sudah aku beli," Robert mengamati wajah bersandar pada sisi meja dan sama sekali malas bangkit meski ada banyak pekerjaan, "tuan Mahardika sudah menunggu!"

     Jantung Persia seakan muak untuk berdetak saat nama Edo terdengar, namun Persia tidak setuju dengan apa yang Robert perintahkan dan Persia segera bangun kemudian ia merampas tas jinjing di atas meja,

     "Apa ada pekerjaan lain selain kau menyiksaku?" Persia menghardik dengan tatapan liar, "aku tidak bisa bekerja disini! Aku bukan wanita cerdas yang harus menyelesaikan banyak pekerjaan dalam satu kali gerakan. Aku hanya wanita yang mengharapkan harga diri jadi kau salah memilih aku untuk meng-handle segala urusan bisnis!"

     Persia berpikir sejenak. Ia tahu jika ucapannya mulai tak tentu arah tapi betul jika Persia bukan semacam wanita yang pandai berkutik untuk melakukan banyak hal. Untuk menjaga harga diri saja Persia telah gagal,

     "Kau bisa memarahiku sepuasnya tuan Gold!" Imbuh Persia melangkah hendak mendekati pintu, namun Robert lebih tangkas saat mencengkeram kuat lengan Persia.

     "Lepas!" Usaha Persia untuk menghempaskan tangan Robert terlalu mustahil saat air matanya sudah lancang menetes di pipi.

     Robert berkutat pada air mata yang mencoba memelihara kesalahan, dan Robert hampir tidak yakin jika ucapan kasarnya justru menorehkan kerusakan pada kecantikan itu. Namun Robert mencoba menghapus kejadian tadi dengan menyingkirkan butiran halus air mata dari pelupuk, ia meraih jemari yang berusaha mengungkapkan ketenangan,

     "Ini bukan salahmu," Robert memiringkan wajahnya untuk menggenggam dagu Persia dan ia ingin lebih jelas menatap raut yang tertunduk, "maafkan aku, Baby."

     Persia tidak yakin jika telinganya masih berfungsi dengan baik tapi suara Robert sangat jelas meski lirih. Dan belumlah kata-kata itu terulang lagi Persia merasa tubuhnya mati rasa dan hampir jatuh saat Robert mendekatkan wajahnya, semakin dekat merubah jarak sejengkal menjadi saling menautkan sesuatu hangat di bibirnya. Lebih erat sampai Persia mampu menghirup aroma maskulin dari parfum Robert, hangat lidah itu mencoba masuk ke dalam mulut dan entah iblis darimana merasuk indah saat Persia membuka mulut, menerjang keinginan dan persetujuan tentang kecapan lidah di dalam sana. Kecupannya meronta menggetarkan tubuh Persia dalam dekapan Robert.

     Bukan hitungan menit Robert merasa berpuas diri untuk mencicip sesuatu yang manis dan wangi, ia sempat tersenyum tipis kemudian menyambar bibir Persia lagi. Kali ini lidahnya semakin menjorok ke dalam untuk membelit lidah Persia, memburu napas yang saling menukar kenikmatan karena kecupan.

avataravatar
Next chapter