18 Sweet Sinner | 6.1

Cuaca pagi tersambung dengan titik kecil mulai turun dari atas langit terlalu memukau, warna putih dari uap air karena temperatur musim dingin sudah tiba membuat New York segera dipenuhi oleh salju. Senyumnya merekah sembari melonjak di atas sofa. Mirip seperti bocah kecil karena itu pertama kali Persia melihat salju di kota New York apalagi itu adalah salju pertama di musim dingin ini 'aku bisa jalan-jalan sekarang, aku bakalan main sepuasnya di luar'. Tapi tunggu! Persia melihat ke bawah, rok sebatas tumit kemudian blazer ditambah kaus stocking hitam di tubuh sudah cukup menjawab keinginan Persia. Hari ini adalah pertemuan penting perusahaan dengan tender proyek dari luar negeri. Itu artinya Persia harus bekerja. Shit!

     Dengan berat hati Persia turun dari atas sofa untuk melupakan keindahan salju di luar sana, tuntutan pekerjaan lebih penting. Bukan mengenai Robert tapi Persia ingat jika keuletan adalah kunci untuk membuka kesuksesan. Ya, jika sukses Persia tidak peduli dengan sosok menyeramkan seperti Robert ataupun Edo,

     "Sudah siap Nyonya?" Shandy mengulang pertanyaan karena Persia tidak menghiraukan, "saya tunggu di bawah!"

     "Sebenarnya siapa sih yang majikan?" Persia mengeratkan rahang, "main nyuruh seenaknya nggak tau apa aku males kerja sama si Gold itu? Aku tuh terpaksa tau nggak? Terpaksa juga pas..."

     Persia menutup mulutnya dengan satu tangan. Setiap kali mengingat kembali adegan itu Persia merasa gemetar, apalagi jantung yang semakin cepat ketika berdegup memompa darah. Desiran nya begitu terasa,

     "Em...maaf, saya tidak mengerti apa maksud Anda Nyonya!" Karena memang bahasa Persia sangat sulit untuk Shandy mengerti.

     "Ah, tidak! Kau tunggu saja aku di bawah," Persia menyisir rambut, "sebentar lagi aku selesai. Hanya beberapa persen lagi Shandy!"

     Beberapa persen! Ya, nyatanya Persia duduk dan ia menatap jendela kamar. Ia mulai mengikat rambut panjangnya menjadi kuncir kuda, tanpa menyisakan tiap helainya Persia nampak fresh lalu Persia menambah lip balm pada bibirnya yang memang sudah memiliki warna cantik. Tapi Persia tiba-tiba mematung memerhatikan dirinya dari pantulan cermin meja rias, wajahnya nampak menyedihkan namun sekali lagi Persia enggan bersedih karena semangatnya untuk bangkit bukan terpuruk.

     Menit ke tiga puluh Persia baru keluar dari kamar kemudian menunju ke bawah dan alangkah terkejut karena Robert sudah berdiri tepat di tengah-tengah tangga terakhir. Persia hanya menampung persediaan napas agar ia tidak merasa sesak dan kehabisan udara jika Robert berbuat macam-macam.

     Hanya sekedar melihat sekilas wanita dengan tubuh seksi itu menuruni anak tangga terakhir, tanpa menoleh bahkan Persia sama sekali terlihat tidak peduli,

     "Kau tidak melihat ada orang disini?" Tegur Robert berjalan mendekat saat Persia berhenti.

     "Apa kelakuanmu seperti itu?" Robert meneliti tengkuk terdapat beberapa helai rambut yang menutupi. Menggoda.

     Persia malas jika harus beradu argumentasi apalagi menatap mata dan wajah yang nampak rakus waktu itu. Tapi Persia membuang niat untuk tidak memberi sambutan apapun,

     "Ikut aku!" Robert meraih tangan Persia lalu berjalan keluar.

     "Kita mau ke mana?" Jiwa yang tertular racun itu mulai tak karuan namun Persia hanya menuruti perintah Robert.

     "Ke suatu tempat!" Singkat. Robert menyambar kunci mobil di atas meja ruang tengah. Tanpa melepaskan tangan Persia.

     "K...ke mana?"

     Sudah menjadi bagian yang ada pada diri Robert untuk tidak menjelaskan secara rinci jika seseorang tidak memahami maksud terutama banyak bertanya. Tentu Robert muak dan memilih bungkam meski Persia terus bertanya sampai mereka di dalam mobil pun Persia masih saja memberi pertanyaan yang sama. Ke mana?

[...]

Pertama titik kecil hingga hujan salju berhasil menutup kemegahan kota New York, gedung-gedung semula menampilkan keangkuhan kini terselimuti warna putih serta jalanan di Manhattan menjadi pemandangan alam. Bahkan beberapa pusat jalanan di kota New York mulai lumpuh total akibat badai yang akan datang.

     Mobil Robert mulai melewati batas wilayah menuju Brooklyn, Robert menunda rapat hari ini karena tidak memungkinkan jika tamu istimewanya datang ke Manhattan. Pusat penerbangan dari salah satu kota bagian di New York sudah mulai membatasi para penumpang, dan Robert mengusahakan yang terbaik bagi mereka agar tidak terjadi sesuatu yang fatal,

     "Kita mau ke mana?"

     Robert hanya membuang napas kasar karena pertanyaan itu masih saja tumbuh di benak Persia,

     "K... Kau... Tidak... A..."

     Persia gagal menyelesaikan ucapannya saat Robert melempar wujud kotak kecil terdapat logo perusahaan ternama produk elektronik canggih di dunia,

     "Em... Apa ini?" Tanya Persia mulai membolak-balik kardus kecil terdapat gambar ponsel berlogo Apel.

     "Kau baca saja itu apa, yang aku tahu itu ponsel!" Jawab Robert sinis.

     Persia mengangkat sisi bibirnya. Tersenyum miring, "iya, em... Maksudku ini untuk apa?"

     "Itu untuk alat komunikasi secara elektronik, memainkan permainan apapun yang kau suka, internet, menyimpan file-file penting selain laptop, terserah yang kau mau dan jangan ada pertanyaan lagi!" Lugas. Namun jawaban Robert terdengar menyebalkan di telinga Persia.

     'Yaelah, aku juga tau kegunaan ponsel buat apa? Ini orang minta di kebiri ya? Berengsek!' Persia memilih tidak untuk membuka kotak di tangan, ia meletakkannya di sisi tubuh kemudian kembali pada pemandangan kota.

     Tanpa Persia sadari mobil mulai berhenti dan tiba-tiba saja Robert sudah melekatkan mulutnya di leher Persia,

     "A...apa yang..." Perkataan Persia terhenti saat Robert menguasai lisannya dengan menjerat bibir Persia dengan mulut.

     Tangan Persia berusaha mendorong tubuh terasa sudah setiap saat melekat pada dirinya. Tapi tenaga Robert tidak dapat disepelekan hingga Persia hanya mampu memukuli dada Robert, namun Robert berhasil meringkus tangan Persia di genggaman. Karena Robert enggan mendapat gangguan jika tengah menikmati sesuatu yang legit di lidahnya. Terus melata dan ia melilit lidah Persia dengan lidahnya, mengabsen deretan gigi mungil Persia kemudian Robert menyesap bibir tipis itu hingga menimbulkan kecupan yang menggoda.

     Persia menarik napas dalam-dalam saat jeratan mulut itu telah menyita semua udara dalam napasnya, kemudian Persia hanya mampu melirik senyum tipis Robert karena berhasil memenangkan kelemahan Persia. 'Berengsek nih orang, gila!' batin Persia meratakan kekesalan terhadap sikap dan perilaku Robert ketika membabi buta. Gairahnya tak dapat dielakkan meski Persia berusaha bersikap tidak peduli terhadap Robert.

     Masih banyak yang belum Persia pahami mengapa sikap Robert nampak berubah, terutama ketika melihat Robert memberinya sebuah ponsel. Itu mustahil dan aneh tapi Persia tengah menghadapi kenyataan bahwa sikap Robert memang sedikit berbeda atau memang Robert sedang mengalami gangguan jiwa? Entahlah, Persia malas jika berasumsi lain seperti halnya bernegosiasi dengan keadaan.

     Hampir lamunan Persia terjerumus lebih dalam ketika mobil berhenti tepat di depan pagar rumah yang sudah Persia hafal bulan lalu. Pagar besi berwarna metalik itu adalah pembatas rumah Dewa,

     "Apa yang kau tunggu? Turun!" Perintah Robert disusul rasa tidak percaya Persia.

     Satu tangan Persia mengusap-usap kedua mata lalu satu tangannya memukuli tmpurung, Persia ingin tersadar sebelum mimpinya terlalu jauh hingga membawanya ke alam baka,

     "Kau butuh bantuanku, Baby?" Robert merasa Persia terlalu lama dan ia langsung meraih paha dan punggung Persia, meletakkan tubuh ringan itu di pundak. Seperti orang membawa sekarung beras.

     Memang sikap pria bermata emas itu sudah melampaui kodrat sampai Persia menelan rasa tidak percaya menjadi sesuatu yang sulit, "turunkan aku! Untuk apa kau membawaku kesini?"

     Tidak ada jawaban. Robert membanting tubuh Persia di sofa halaman rumah Dewa. Tak lama kemudian Dewa membuka pintu dan menyambut hangat kedatangan Robert, mereka saling menukar sapaan dan pelukan yang membuat Persia ternganga sulit untuk mengerti bahkan Persia tidak ingin mengerti.

     Merasa kejadian ini tidak wajar Persia mematung di antara keakraban Dewa dan Robert, sebuah percakapan yang intim seolah mereka sudah saling mengenal beberapa tahun. Meski Dewa berupaya menanyakan sesuatu tapi Persia seakan kehilangan separuh nyawa dan ia tetap memasang wajah bodoh dengan semua ini,

     "Kalian ingin makan apa? Kebetulan aku sudah belanja banyak untuk menyambut kedatangan kalian dan persediaan selama musim dingin, karena aku akan malas keluar rumah setelah pulang bekerja." Tawar Dewa terus memperhatikan tingkah Persia.

     "Heh, kamu kenapa sih? Kesurupan selama perjalanan dari Manhattan eh?" Bisik Dewa melirik kearah Robert.

     Persia tertunduk sejenak karena akhirnya ia berhasil menelan saliva, tapi rasa ragu karena Robert membawanya ke rumah Dewa mulai bermunculan di setiap sel sarafnya.' Apa sih yang di rencanain laki-laki ini? Dan darimana Robert kenal om Dewa? Apa jangan-jangan on Dewa ngelabrak si Robert? Ah gila, om Dewa kan orangnya melow, mana berani dia ngelabrak orang? Makanan jatuh aja di timang-timang sama dia!' Pesia hampir tertawa, namun beribu tanya yang belum terlahir menyadarkan Persia dan ia segera berlari kecil mengekor di belakang Dewa sekaligus Persia takut jika berdua dengan Robert.

     Tatapan Dewa mulai mencari kenapa sikap keponakannya itu terlihat aneh, apalagi Persia terus menatap kearah Robert sambil menarik-narik lengannya,

     "Apa-apaan sih kamu? Nggak usah mulai deh Persia." Dewa melerai tangan Persia dari lengannya.

     Persia mendengus kesal, "biasa apanya sih om?"

     "Apalagi kalau bukan telepati kamu yang seringnya salah kaprah! Udah sana temenin suami kamu!" Dewa menganjurkan namun Persia menggeleng.

     "Kenapa lagi? Masih mau bilang kalau orang yang namanya Robert Luxembourg itu kejam? Posesif? Terus..."

     "Terus ngapain kalian sok akrab gitu? Ngapain juga om datengin Robert segala? Cari aman buat aku hah?! Nggak usah jadi Dewa beneran deh om, aku bisa kok ngatasin masalah aku sendiri!" Kekhawatiran Persia mulai tidak terkontrol.

     Hampir saja suara tawa Dewa itu terdengar kalau Persia telat membungkam mulut Dewa dengan tangan, "jangan keras-keras om, nanti si Gold denger!"

     Dewa segera melepas tangan yang sudah kurang ajar, "telepati kamu salah Persia, dia nggak bastard seperti yang kamu bilang!"

     Kemudian konsentrasi Persia buyar, "sejak kapan om ikut-ikutan alay? Pakai bastard segala kalau ngomong?"

     Belumlah Dewa menjabarkan jika kata-kata Persia kurang ajar karena Persia lebih dulu mengucilkan perasaan Dewa akan hal itu. Ia hampir tidak percaya saat Persia membuka pintu dapur yang berujung pada halaman belakang,

     "Mau ngapain kamu?" Dewa mencegah langkah Persia dengan meraihnya.

     "Om," tatapan Persia terus memasang waspada, "tolong lepasin Persia! Aku yakin dia merencanakan sesuatu om, dia berusaha buat nyakitin om Dewa."

     "Kamu waras nggak sih ngomong begini? Nggak usah konyol Persia." Terang Dewa malas mengonsumsi perkataan Persia.

     "Sekarang om pura-pura nggak tau kalau aku pergi, aku yakin Robert nggak akan nyakitin om kalau aku nggak ada disini!" Yakin Persia jika ini hanya sebuah rencana Robert melukai keluarganya.

     Sedikit mengecoh perhatian pamannya, Persia berlari sekuat tenaga untuk segera meninggalkan rumah Dewa. Salju pada saat itu sangat lebat namun Persia tidak peduli dengan cuaca karena ia yakin Robert berusaha mengatur strategi lain agar Persia bisa melakukan hal yang tidak diinginkan dengan mengancam jiwa Dewa. Itu yang Persia yakini meski tidak menemukan bukti kongkrit Persia berupaya keras melindungi keluarga terutama Dewa yang pada saat itu termakan oleh keramahan Robert.

     Suhu rendah jalanan tak mengurangi beban langkah. Meski berat Persia terus menyusuri badai salju yang belum nampak menghawatirkan, hanya beberapa peringatan namun Persia seolah tidak peduli. Sampai sebuah mobil sedan melintasi tempatnya berada dan Persia melihat jelas jika roda empat itu berbalik arah dan mendatangi tempat Persia berdiri.

     Kabut tebal menyulitkan pandangan di depan meski pintu mobil sudah mulai terbuka dan pria dengan tinggi mencapai 190 centimeter itu melangkah untuk menjemput keberadaan Persia. Pada saat itu Persia tahu siapa di balik pemilik mantel yang melekat di tubuhnya,

     "E... Edo?" Persia menjauh dan membuang baju hangat yang Edo kenakan di tubuhnya.

     Tak menyia-nyiakan kesempatan karena pada saat itu Persia hanya sendiri, "kita bicara sebentar sayang! Aku mohon!"

     Untuk kedua kalinya Persia tidak mengiyakan ucapan Edo tapi sepertinya keberuntungan enggan singgah pada nasib Persia karena dengan cepat Edo membungkam mulut Persia dengan sapu tangan yang sudah tercampur dengan cairan bius. Dalam menit selanjutnya Edo berhasil melumpuhkan kekuatan Persia untuk lari dan ia segera membawa Persia masuk ke dalam mobil sembari terus meneliti jalanan. Edo memastikan jika tidak ada yang melintas terutama Robert.

avataravatar
Next chapter