10 Sweet Sinner | 4.1

  Sejak pertemuan tak terduga bahkan Edo tidak pernah membayangkan jika Persia ada di Amerika, sekaligus hal gila yang harus Edo lalui dan rasakan adalah wanita yang ia cintai sudah menjadi milik orang lain. Sahabatnya sendiri. Benar-benar mustahil tapi memang Edo harus terima meski sangat sulit tapi itu lebih baik daripada Edo harus memberi keyakinan untuk dirinya sendiri tentang hubungannya dengan Persia. Karena sudah hampir dua bulan Edo terbayang-bayang wajah Persia, tapi dua Minggu Edo berada di posisi yang sempurna di sebuah perusahaan asing seakan mengecoh kerinduan, walau bukan itu yang menjadi tujuan utamanya tapi sekarang Edo memiliki siasat lain. Mungkin suatu saat nanti ia berhasil membawa Persia pergi, tapi Edo tetap sadar jika keluarga Luxembourg sudah memberi status tetap untuknya. Memang rumit tapi setidaknya Edo bisa tersenyum lega jika pencariannya tidak sia-sia dan Edo berhasil tahu jika Persia baik-baik saja, tidak seperti kabar burung dari ibu Persia jika Persia pergi entah kemana, 'maafin aku ya sayang, aku udah nyakitin perasaan kamu? Tapi aku beneran nyesel Persia.'

     Selembar kertas yang akan Edo tanda tangani terbengkalai begitu saja di atas corak meja panjang di dalam ruang rapat perusahaan. Edo hanya bersandar dengan kepala mendongak dan ia memutar-mutar kursi kantor, jemarinya memainkan ujung pena di alas meja serta-merta untuk mengusir gelisah karena setiap kali Edo akan bertemu Robert. Tidak seperti dulu saat Edo selalu menjalin keakraban dengan Robert sebagai selebrasi. Sekarang semuanya berbeda, bukan pada diri Robert melainkan Edo sedikit memiliki perasaan kecewa atas pernikahan Robert dengan Persia. Saat lamunan Edo berujar di pikiran, tidak lama para tim dan juga klien mulai berdatangan. Edo sempat merasa tidak percaya jika dirinya datang lebih awal, ah benar-benar Persia membuatnya rajin ke kantor padahal Edo tahu Persia tidak ikut terlibat dalam urusan bisnis keluarga Luxembourg. Namun tidak ada salahnya jika Edo menaruh harapan jika Persia datang ke kantor.

     Orang-orang mulai menyambut baik dan memberikan salam selamat pagi untuk Edo. Kemudian tak lama Edo melihat Robert membuka pintu, dan ia segera bangkit untuk melakukan tugas sebagai pendamping. Edo berusaha menjadi seseorang yang profesional walaupun tidak jarang Edo merasa muak dengan pernikahan Persia dan Robert,

     "Saya sudah mempersiapkan semuanya pak!" Sambut Edo mempersilakan Robert. Kemudian ia duduk di sebelah Robert, tepat saat perasaan Edo semakin tak karuan karena ia berharap jika Persia datang sekedar berkunjung ke perusahaan Luxembourg.

     "Terima kasih," Robert menekan sisi meja dan ia hendak memberitahu sesuatu untuk para rekan kerjanya, "untuk proyek ini saya menyerahkan semuanya ke tuan Mahardika, Anda bisa mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya dan untuk rapat hari ini akan dipimpin oleh tuan Mahardika. Ada pertanyaan sebelum saya pergi?"

     Semua orang di ruang rapat hanya mengangguk mengerti. Dan sepertinya tidak ada yang perlu Robert bicarakan lagi, untuk masalah selanjutnya memang Robert sudah memindahtangankan beberapa persen proyek besar yang akan membawa nama perusahaan sekaligus keluarga Luxembourg,

     "Baik, saya permisi dan selamat bekerja." Ulas Robert berlalu, ada beberapa hal lain yang musti Robert selesaikan.

     Masih tidak percaya dengan kondisi dimana Edo harus menerima mantan kekasihnya sudah menjadi istri sahabatnya. Dan sekarang Edo kembali dibebankan oleh tanggung jawab perusahaan, bukan itu yang menjadi persolan karena Edo tahu bagaimana sikap dan cara keluarga Luxembourg. Mereka menginginkan pernikahan Edo dan Helen terjadi, semuanya akan baik-baik saja jika Edo tetap bertahan dengan menyetujui perjodohan itu. Tapi sungguh sangat menyayat karena Edo tidak akan bisa merenggut hati seorang Persia lagi.

     Rapat berjalan dua jam lamanya. Tapi pikiran Edo berujar di lain pihak, Edo terus memikirkan bagaimana caranya bertemu Persia lagi. Ia ingin mengungkapkan kekesalan terhadap dirinya sendiri dengan cara itu mungkin hubungan Edo bisa seperti semula. Suka memuat duka yang akan Edo hadapi bersama Persia lagi.

     Jam makan siang sudah diatur oleh Gabriel. Pertemuan sengaja diadakan karena semenjak Edo datang semua kesibukan tak bisa terelakkan, dan ini kali kedua Gabriel harus turun tangan langsung agar pertemuan resmi Edo dan Helen segera dilakukan. Gabriel hanya ingin meneruskan janji yang sempat terikat oleh almarhum ayah Edo, meski Helen menolak keras tapi Gabriel seakan tak peduli dan tetap menginginkan pernikahan itu terjadi.

     Hidangan sudah tertata rapi di salah satu meja khusus yang dipesan oleh Gabriel, hidangan pembuka sudah ada sejak beberapa menit keluarga Luxembourg datang. Kemudian pelayan datang kembali menyediakan berbagai jenis hidangan Amerika dan Indonesia, serta hiasan yang epik melingkarkan kehangatan ketika Edo sudah menganggukkan kepala tanda menyanggupi permintaan Gabriel tentang pertunangan yang akan terjadi Minggu depan.

     Riuh tepuk tangan tersaji meski Helen hanya diam enggan memberikan tanggapan atas momentum hari itu. Helen tak bisa berbuat banyak jika ayahnya sudah menentukan sikap. Rela atau tidak, tersiksa atau justru Helen akan menemukan kebahagiaan lain tapi yang jelas Helen hanya bisa memendam perasaan sakit karena ia harus merelakan diri untuk tidak bertemu dengan kekasihnya.

     Di lain sisi tempat duduk berlawanan arah dengan Edo dan Helen, Persia hanya sibuk memilih-milih makanan kesukaan Robert. Sebelumnya Persia sudah menanyakan hal itu kepada Shandy, ia memang sengaja karena Persia ingin melakukan sesuatu yang biasa dilakukan oleh istri kepada suaminya. Semua usaha itu Persia lakukan demi meyakinkan Edo jika dirinya sudah berhasil melupakan semua kenangan terindah mereka berdua. Walau Persia masih saja menanggung perasaan mencekik batin, tapi bukan berarti Persia harus berhalusinasi jika Persia masih mengharapkan sosok Edo di sampingnya,

     "Aku sengaja memesan makanan ini untukmu sayang," Persia mengikis sisa makanan di sisi bibir Robert, "jadi bukan hanya ayah yang memiliki pesanan spesial untuk ibu."

     Persia tertarik ketika kemesraan Evelyn dan Gabriel masih saja terjalin. Meski keduanya sudah bercerai tapi Persia selalu melihat beberapa karangan bunga tertanda Gabriel di kartu ucapan menghiasi meja rias dan setiap sudut ruangan di rumah Evelyn,

     "Jangan bersikap menjijikkan!" Persia terkejut tiba-tiba Robert berbisik kemudian mendaratkan kecupan di sisi wajahnya.

     'Berengsek nih orang, cari kesempatan juga rupanya. Dia pikir gampang apa aku berbuat hal aneh macam ini itu? Aku juga terpaksa kalau bukan karena Edo.' Rutuk Persia dalam hati saat ia tersenyum manis kearah Robert. Sandiwara yang sedang berperan saat itu Persia tengah menjadi cacian bagi dirinya sendiri, entah kapan itu akan berakhir yang jelas Persia harus bersabar ketika sutradara dalam hidupnya memastikan ilustrasi yang sepadan. Ya, Persia ingin selalu tersenyum di balik luka yang menganga. Apalagi saat Edo sudah memastikan perjodohan itu akan tetap berlangsung,

     "Jangan cari untung tuan besar Luxembourg," ujar Persia dengan smirk tak suka dan ia juga mengeratkan rahang karena geram, "kau pikir aku senang dengan keadaan ini?"

     Rupanya bukan hanya sekedar kecupan. Tapi Robert berhasil menyusupkan tangannya ke dalam baju Persia, kemudian ia memainkan ujung jari-jarinya menyapu di permukaan kulit punggung Persia. Karena melihat Persia terkejut dan tentu menggeliat membuat Robert nampak puas. Apalagi saat Persia hampir tersedak makanan,

     "Ada apa Baby? Jangan cepat-cepat saat mengunyah makanan istriku." Sambung Robert kini merenyuk lalu menarik tali bra Persia.

     'Sialan!' entah siapa yang Persia kutuk di dalam hatinya. Persia terdiam enggan meladeni permainan Robert saat Edo memberikan tangannya untuk menyambut Helen ke arena dansa,

     "Kenapa sih kamu nggak bisa berubah Edo?" Gumam Persia pasrah meski Robert membelai lembut pahanya.

     "Apa?" Tanya Robert ingin memperjelas apa yang Persia ucapkan.

     Persia menggeleng sembari meletakkan sendok di sisi piring. Ia menjauhkan makanan yang sempat menggugah selera. Meski Persia tidak mampu melihat apa yang sedang terjadi, tapi membiarkan semuanya ada justru memilukan,

     "Tidak ada!" Balas Persia lirih.

     Sudah beberapa hari terakhir Robert tak menemukan keceriaan dan kekonyolan Persia, baik ketika bersama Shandy atau bahkan Ellen. Robert seperti menemukan kejanggalan, tapi ia hampir tak peduli karena itu bukan urusannya. Yang Robert ingin pahami adalah Persia tidak lupa akan tugas dan tentu sandiwara pernikahan mereka,

     "Kau sudah mulai profesional Persia." Sergap Robert pada perkataan sekaligus membebaskan tangannya dari kulit lembut yang mulai menggoda.

     Sekilas Persia menoleh, tapi matanya tidak berhasil terkecoh dan Persia rutin mencermati langkah pelan Edo dan Helen berdansa. Alunan musik pun mirip sebuah tawa yang menghina bahwa ia hanya bisa tahu bagaimana mengenali rasa sakit. Bahagia yang terbayang di ujung rencana untuk menikah bersama Edo kandas. Persia mulai meremas-remas jemarinya agar bisa menahan getaran seperti fenomena fisika bermuatan listrik yang bersarang di tubuh. Lalu Persia tiba-tiba bangkit dan memberi alasan untuk ke kamar kecil.

     Pelan Persia berjalan sambil menyingkirkan beberapa kerumunan orang, terutama Persia mengikis air mata yang benar-benar kurang ajar. Meraih panel pintu pun Persia tak bertenaga hingga ia hanya bersandar pada dinding, kemudian membereskan make up agar tidak ada satu orang pun tahu jika Persia bersedih,

     "Udah deh Persia, dia itu nggak pantes kamu tangisi. Buat apa sih? Masih banyak kok laki-laki yang baik," gumam Persia menasehati diri sendiri, "tapi... Kenapa dia harus muncul lagi? Dan kenapa aku harus sedih sih?"

     Memang tidak berguna jika Persia harus memiliki bentuk kesedihan, meratap apalagi. Itu semua memang tidak perlu, tapi setiap orang pasti bodoh untuk melawan dirinya sendiri. Meski Persia sudah berusaha namun wajah Edo tetap terngiang dan seolah-olah menjadi penghuni dalam batin Persia yang gersang.

     Hampir Persia tidak peduli dengan orang-orang yang baru saja memperhatikan kondisinya. Kemudian Persia memasuki kamar mandi wanita, dan di sana Persia mengusap kasar air mata yang sekarang memiliki peran. Tatanan wajah Persia sangat berantakan, terutama ia membuat rusak riasan pada kelopak mata dan juga bulunya. Persia tidak peduli lagi dengan pesta hari itu, ia hanya membereskan sisa riasan wajah menjadi wajah polos. Dan Persia ingin segera pulang, mungkin makan atau tidur bisa meredam getaran panas melihat wajah Edo.

     Namun langkah Persia terhambat saat hampir meninggal kamar mandi, tapi Persia enggan meyakinkan jika dirinya masih mengenal sosok pria yang kini berjarak beberapa meter, menjadi sejengkal dan Persia memutuskan untuk mengenakan jaket dan berjalan secepat mungkin,

     "Kita bicara sebentar!" Edo meraih pangkal tangan Persia.

     "Maaf, aku terburu-buru Tuan Mahardika!" Persia gagal melawan cengkeraman tangan Edo.

     "Cuma sebentar saja, aku mohon sayang!"

     Sayang? Ah, Persia sama sekali tidak merasa tersanjung justru Persia merasa kata-kata itu terlontar hanya sejenak kemudian akan pergi meninggalkan bercak luka di dadanya,

     "Kamu datang kesini cuma buat bicara sama aku?" Untuk pertama kali Persia berbicara sejak pertengkaran hebat mereka.

     Edo tertunduk tanpa melepas tangan Persia, kemudian ia menatap wajah sayu yang masih sangat cantik, tapi Edo gagal membawa jawaban atas pertanyaan Persia,

     "Nggak ada yang perlu dibicarakan, sebentar lagi kamu bakal jadi menantu keluarga Luxembourg." Samar suara Persia tersendat.

     "Kamu adalah salah satu bagiannya Persia," Edo meluruhkan genggaman untuk memegang jemari Persia, "aku nyari kamu kemana-mana, Mama dan Papa kamu khawatir. Mereka nyariin kamu, setiap hari mereka telepon buat nanyain kabar kamu sama aku. Aku udah cari-cari informasi dari temen-temen kamu, sampai temen SMA kamu dulu semuanya aku tanyain. Tapi kamu malah enak-enakan disini nikah sama orang kaya."

     Entah tenaga darimana Persia mampu menghempaskan tangan Edo, "nggak ada yang nyuruh kamu nyariin aku Edo. Lagian bukan urusan kamu kan aku mau nikah sama siapa, mau tinggal dimana? Kamu urus saja pelacur kamu itu?"

     Persia menghapus titik kecil air mata di pipi, "kita udah nggak ada urusan, tapi aku minta jangan sakiti Helen. Cukup aku wanita yang selalu kamu sakiti."

     Belum sempat Persia menghindar. Edo sudah memastikan tubuh Persia berada di pundak, Edo tahu jika Persia kesulitan untuk berteriak dan itu suatu kesempatan Edo untuk membawa Persia ke basement,

     "Turunin aku Edo! Kamu itu sinting atau gila hah?!" Bentak Persia ragu untuk berteriak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena pihak keluarga Luxembourg akan tahu.

     "Sinting atau gila sama saja sayang, yang jelas aku nggak bisa waras kalau udah liat kamu." Ucap Edo asal tanpa takut aksinya dipergoki orang lain.

     Pandangan meneliti, cemas sekaligus Persia merasa Edo berani membuka masalah baru. Resiko yang tidak bisa Persia bayangkan ketika Edo meraih handle pintu mobil tanpa menurunkan tubuhnya, tapi Persia berusaha keras agar Edo mempertimbangkan kondisi itu. Tapi nyatanya Edo tetap bersikukuh membawa Persia lari dari acara sakral keluarga Luxembourg, bahkan tangan Persia sama sekali tidak ada gunanya,

     "Kamu gila ya? Biarin aku keluar!" Sontak Persia memaki ketika tangan Edo berhasil mengunci pintu mobil dan memakaikan sabuk pengaman.

     "Mau dibawa kemana aku ini hah?! Turunin nggak?"

     "Nggak!" Jelas Edo cepat.

     "EDO!" Teriak Persia sekuat tenaga.

     Edo hanya menggeleng dengan tawanya yang menggemparkan telinga Persia, "nggak usah capek-capek teriak sayang, percuma nggak ada yang denger!"

     Segera Persia menampik ucapan yang baru saja meluncur dari bibir Edo. Tangan Persia berusaha menggagalkan usaha Edo menghidupkan mesin mobil,

     "Turunin aku sekarang! Berengsek kamu ya," Persia menarik-narik lengan dan kerah baju Edo tapi hasilnya tenaga Persia kalah banding, "TURUNIN AKU SEKARANG EDO!"

     Memang usaha Persia percuma karena mobil sudah mulai melaju kencang, bahkan kini Persia hanya bisa melihat bangunan megah restoran mewah yang sudah menjadi tempat favorit keluarga Luxembourg. Nampak Persia semakin gusar ketika Edo mengisyaratkan akan membawa Persia ke bandara. 'Gimana kalau Robert tau? Gimana kalau dia tiba-tiba nyeret aku ke penjara? Ya ampun, tamat kamu Persia.' Batin Persia terus merawat kekhawatiran akan sikap sekaligus kegilaan Edo hari itu, tubuhnya pun semakin gemetar saat sorot mata menyerupai senja itu berkelebat, manik mata yang akan mengatur segala nasib Persia sekarang ataupun nanti.

avataravatar
Next chapter