webnovel

Berbohong

"Julia, apa yang terjadi? Kuperhatikan sejak tadi kamu hanya tidur ketika profesor menjelaskan di depan," tegur Gian yang duduk tepat di sampingnya. Matanya menelisik gerakan Julia yang meletakkan kepalanya di atas meja.

Tak ada respon sedikitpun dari Julia. Tubuhnya membeku, entah tidur atau pingsan, Gian tak dapat memastikannya. Ia hanya bisa bersabar sambil menunggu gadis berambut pendek itu terbangun.

Mata Gian terus menyisir kulit Julia. Dilihatnya beberapa bagian menampilkan warna biru kemerahan, bahkan ada yang mencoklat dan menghitam. Semuanya terlihat jelas di kulit putih Julia.

Gian menatapnya penuh kekhawatiran. "Sebenarnya apa yang kamu lakukan akhir-akhir ini, Julia?"

Seorang gadis berambut panjang berjalan dengan pandangan lurus ke arah mereka. Yang pasti, wajah datar Ana berhasil membuat beberapa anak yang berada di kelas mengajukan pertanyaan.

Braaak

Suara gebrakan meja tersebut berhasil menarik perhatian sejumlah orang. Gian yang duduk tepat di depan Julia bahkan sampai terdorong ke belakang saat mendengar pukulan dari tangan Ana.

Julia, gadis yang memiliki hobi tidur ini justru hanya mengernyitkan dahi dengan wajah tak sukanya. "Berisik!" serunya kesal. Tak sedikitpun ada tanda bahwa gadis berwajah imut ini akan membuka matanya.

Gian tertegun dengan jawaban sahabatnya itu. Berkali-kali matanya memerhatikan wajah Ana dan sikap Julia. Otaknya terus berusaha memproses kejadian membingungkan di depannya ini. Kali ini apa lagi yang dilakukan Julia? Batinnya penasaran.

Braaaaak...

Suara kedua yang memecah keheningan kelas. Kali ini bukan tangan, melainkan buku epidemiologi dengan ketebalan lebih dari 500 lembar terbantik tak berdaya di atas papan kayu tersebut. Beberapa anak yang menyaksikan tadi memilih keluar, menyisahkan Ana, Julia, dan Gian di ruangan semi kedap suara tersebut.

Gian menggeser tubuhnya agar sedikit jauh dari mereka. Namun iris matanya yang berwarna hijau terus menatap lurus ke tempat Ana dan Julia berada.

Suara kedua itu berhasil membangunkan kepala Julia, namun tidak untuk matanya. Ia menegakkan posisi duduk dengan mata masih terpejam dan kerutan di sekitar dahi.

"Hah! Sudah dibilang jangan beri-"

Ucapan Julia terhenti ketika mata sipitnya berhasil menangkap sosok Ana yang menatapnya tajam. Seringai manis langsung ditunjukkan oleh wajah Julia. "Eh, Ana... Sudah lama di sini?"

Ana hanya menatapnya datar. Sorot matanya yang bulat dan besar berhasil membuat Julia gelagapan.

Gadis cantik berambut pendek itu buru-buru menghapus sisa liur yang ada di sekitar bibirnya. Lalu tangannya dengan cekatan membereskan buku di meja dan langsung menarik pergelangan tangan Ana untuk keluar.

"Ayo, kita pergi latihan! Keburu malem."

Kini ganti Ana yang kelabakan dengan sikap agresif Julia. Ia mengikuti langkah gadis itu terpental-pental.

Di sisi lain, Gian mengamati mereka dengan bingung.

***

Julia masuk unit apartemennya. Langkahnya terasa berat. Matanya juga. Nafasnya tersengal. Bahkan tubuhnya seperti baru saja dipukuli mahasiswa satu kampus.

Dengan sisa tenaga yang ada, Ana menyalakan lampu dan segera membanting tubuhnya diatas sofa berwarna pink. Namun saat matanya hendak terpejam sempurna, siluet tubuh seseorang yang berdiri di depan kamarnya berhasil mengembalikan kesadaran Julia.

"Siapa di sana?" teriaknya.

Segera ia berdiri dan memfokuskan pandangannya. Matanya membulat sempurna menyadari siapa yang diam-diam telah masuk ke unit apartemennya.

"Gian?!!" Julia mendekat ke arah Gian. "Kamu ngapain ke sini malam-malam?"

"Aku hanya penasaran apa yang kamu lakukan setiap pulang kuliah. Kamu meninggalkan banyak kegiatan kampus akhir-akhir ini."

Julia merasakan seseorang kini memasang besi di sekitar tubuhnya. Rasanya kencang dan tegang. Pergerakannya juga terkunci oleh tatapan tajam dari Gian.

"A-aku..."

"Kamu....?"

"A-ku..."

Gian mengerlingkan mata. Tangannya bergerak menyentuh pundak Julia yang tegang.

"Katakan saja. Cepat!"

Pada titik ini Julia sungguh bingung harus bagaimana. Jujurlah? Mengatakan yang sebenarnya? Jika mengatakan yang sebenarnya, apa Gian akan percaya?

"A-akuu hanya mampir untuk berolahraga," elak Julia.

"Sendiri?" Tatapan mata Gian masih terus mengintrogasi Julia.

"Te-tentu saja! Memang siapa yang mau berolahraga denganku di malam hari setelah kuliah?" lagi, Julia berbohong demi kebaikannya.b

Ya, sudah terlanjur jatuh di kolam. Nggak ada salahnya menikmati dinginnya air kolam juga.

"Ya memang nggak ada mahasiswa normal yang akan menemanimu olahraga di malam hari setelah seharian full kuliah."

"Benarkan? He...he...he..." Julia justru ketawa canggung yang membuat Gian semakin menyudutkannya.

"Tapi Ana bukanlah mahasiswa normal."

Gleeg...

"Tunggu! Apa maksud Gian? Kenapa Gian membicarakan Ana? Apa aku menyebut Ana?" terka Julia dalam pikirannya. Otaknya terus bekerja agar dapat mengingat setiap jawaban yang ia ucapkan.

"Sudahlah! Jangan memasang ekspresi seperti itu! Aku melihat Ana keluar dari mobilmu sebelum kamu masuk basemen."

Gian menjauhkan tubuhnya dari Julia. Ia menyetek saklar yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Lalu ia berjalan ke ruang tv dan duduk di sofa tersebut.

Sedangkan Julia mengerjap beberapa kali agar otaknya bisa menerima kalimat Gian. Apa ia sudah ketahuan?

"Yak! Kamu stalker?" Julia secara reflek menunjuk ke arah Gian. Matanya melebar dengan tampang seolah sedang marah.

"Bukan!"

"Lalu bagaimana kamu bisa tahu itu?"

"Karena aku melihatnya dari sini."

"Whaaat?" Julia tidak bisa menahan keterkejutannya.

Ia langsung menghampiri Gian dan duduk di sampingnya. Tangannya bergerak reflek menyentuh tangan Gian. Gemetar.

"Kamu nggak perlu teriak heboh seperti itu, Julia Devinada."

"Yak! Ba-bagaimana bisa..."

"Aku melakukannya karena aku khawatir padamu. Sejak hari kamu ditantang sama Cecil, sikapmu jadi berubah! Dan ini...." Gian menarik tangan Julia. "Lebam ini kamu dapatkan dari mana?"

Kekhawatiran Gian tidak bisa dikontrol lagi. Terlebih Julia pergi dengan Ana, sosok paling misterius di kampus mereka.

Julia bingung harus bagaimana. Ia juga tidak tahu harus menjawab apa. Mulutnya bungkam, netranya menangkap jelas kekhawatiran di sahabatnya itu.

"Aku tidak apa, Gian. Ini-"

"Jangan bilang Ana yang melakukannya? Iya? Dia menghajarmu?" sergah Gian. Sorot matanya masih menajam.

"Ti-tidak... Bukan.... Bukan Ana..."

"Lalu siapa? Katakan!"

Lagi lagi Julia membisu. Membuat Gian semakin geram. Ia tertawa sinis pada Julia.

"Jadi kamu sungguh jatuh hati pada Ana, sampai melindunginya seperti ini?"

"Gian, apa maksudmu?"

"Ana memang sabuk hitam taekwondo bahkan dan 3. Tapi kamu juga tahu dengan jelas bahwa aku juga dilatih untuk jadi petarung. Kamu diam untuk melindungi Ana kan?"

Julia terperanjat dengan analisis panjang Gian yang tidak masuk akal itu. Apa harus dijelaskan?

"Gian..."

Gian yang terlanjur marah hanya menjawab dengan gumaman saja. Ia memalingkan wajahnya dari Julia.

"Gian.... Jangan marah..."

"Aku tidak marah."

"Tapi kamu mengabaikanku."

Tangan Julia mengoyak lengan Gian. "Gian.... jangan marah, heem? Aku.... Aku akan menceritakannya."

Gian tidak menjawab. Ia masih diam dengan posisinya yang separuh memunggungi Julia.

"Giaaaan...." manja Julia. Ia terus merengek memanggil Gian agar gadis itu tidak marah lagi.

"Gian, dengarkan aku... Please... Kasih aku kesempatan menjelaskan."

"Katakan."

"Gian, aku memang pergi dengan Ana akhir-akhir ini."

Gian masih diam.

"Aku pergi dengan Ana, tapi bukan berarti aku terluka karena Ana. Aku terluka murni karena kesalahanku sendiri."

Gian menarik nafasnya dalam. "Lalu bagaimana kamu bisa mendapatkan luka itu?"

"Aku tidak bisa memberitahumu."

Gian menoleh. "Apa? Sejak kapan kamu bermain rahasia di belakangku?"

Julia terdiam. Syarat dari Ana, tak seorangpun tahu jika Ana adalah pelatihnya taekwondo untuk turnamen. Jika orang lain tahu, maka Ana tidak akan pernah membantu Julia lagi.

Tentu saja saat ini ia tidak boleh menceritakan hal itu. Termasuk tentang asal mula lukanya.

"Julia, katakan!" gertak Gian yang berhasil mengembalikan lamunan Julia.

"Jadi benar Ana menghajarmu?"

"Tidak!"

"Lalu bagaimana caramu menjelaskan lebam ini?"

"Aku ketatap," jawab Julia memalingkan wajah.

"Kapan?"

"Tadi saat olahraga dengan Ana. Kamu tahu kan mataku sangat ngantuk? Aku tidak berhati-hati."

"Tapi aku melihat lebam itu sejak di kelas tadi."

Tamatlah riwayatmu, Juliaaa.....

Sekarang bagaimana kamu akan membohongi Gian????

****

Hallo guys....

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yaaa...

love you

Bendz_Amaliacreators' thoughts
Next chapter