2 One Sway

Layaknya komplek elite pada umumnya, pasti terdapat satu-satunya rumah besar yang akan menjadi ikon komplek itu. Biasanya terletak di ujung komplek dengan halaman yang luasnya sama dengan taman komplek. Rumah ini sedikit aneh, bukan pada bentuknya, namun orang-orang didalamnya. Tidak banyak orang yang perduli – karena itu lah kekurangan tinggal di kawasan perumahan. Tidak ada yang menyadari kalau rumah ujung yang besar itu terdapat banyak rahasia didalamnya. Tentang mereka yang ditinggalkan oleh orang-orang yang tersayang berkumpul membentuk suatu hubungan kekeluargaan baru. Hubungan aneh – bagaimana menyebutnya? Entahlah. Tidak bisa disebut asing, Tapi tidak bisa juga disebut keluarga.

"Ya. Hoe! Kau mengambil jam tanganku lagi kan?!" teriak Bobby yang baru saja selesai mencuci piring kotor. Dia tidak berteriak tanpa alasan. Dia berniat mencuci piring, karena itu dia melepaskan jam tangannya dan menaruhnya di meja dekat vas besar di meja makan. Sekarang menghilang. Semua penghuni rumah ini pun tau kalau hanya satu orang yang sering mengambil milik orang lain. Koo Junhoe, penderita kleptomania yang membuat semua penghuni berlomba-lomba menjauhkan barang berharga mereka dari tatapan lelaki itu. June yang saat itu sedang bermain game di ruang tengah hanya memutar bola matanya malas. Selalu saja dia yang kena – maksudnya, selalu saja dia ketahuan.

"Aku tidak mengambilnya. Aku hanya meminjam-nya sebentar, nanti aku kembalikan. Kau selalu berlebihan bahkan dengan hal yang sepele" ujar June sambil mendengus, dia masih fokus dengan tontonan-nya membuat Bobby yang melihatnya menggeram kesal "Meminjam apanya. Kau bahkan tidak meminta izin ku ketika mengambiln— Ya! Dasar sialan! Augh! Bahkan kaos kakimu bau neraka" oceh Bobby karena June melempar kaos kakinya kearah Bobby bermaksud mengusir lelaki itu.

Beginilah keadaaan didalam rumah ujung besar itu. Penghuninya tidak saling kenal, mereka tinggal dengan terpaksa karena memiliki kesamaan nasib – ditinggalkan. Mereka cukup dekat, namun tidak cukup dekat untuk saling bercerita tentang masalah yang menimpa mereka. Mereka saling mengenal, tapi tak cukup kenal dengan orang-orang terdekat satu sama lain. Mereka hanya saling melindungi layaknya keluarga karena keluarga mereka yang sebenarnya tidak dapat memenuhi hal itu.

"Uang di rekeningmu sangat banyak, kenapa selalu mengambil barang-barangku aish! Bocah sialan ini. Kembalikan jam ku pukul dua siang, aku tidak akan mengadukan mu pada Hanbin soal kau yang merusak buku liriknya. Kau akan mati ditangan lelaki menyeramkan itu dengan kepala yang berada di selangkangan" ujar Bobby mengambil tempat duduk di single sofa tepat berada di hadapan June membuat lelaki itu mendengus. "Awas kau! Aku akan menghantui mu seumur hidup juka kau benar-benar mengadu padanya" ucap June sambil mendelik kearah Bobby yang hanya menatap remeh dirinya sambil membaca majalah.

"Kau tidak akan menjadi hantu. Tuhan akan langsung memasukkan mu kedalam neraka dan mengurung mu tanpa pertimbangan disana. Selamanya" ejek Bobby membuat June melempar game control-nya kesal. "Jika kau masuk surga, kau masih bisa mencuri disana. Sangat bagus jika kau masuk neraka, hanya ada api, kau tidak bisa menggunakan keahlian mencuri mu"

June memutar bola matanya malas "Diamlah! Nanti akan ku kembalikan --- dalam bentuk uang" ujar June sambil memangku tangannya membuat Bobby menutup bacaan majalah-nya dengan mata membelak "YA! Kau sudah menjual jam ku? Kapan kau menjualnya?" tembak Bobby langsung. Lelaki itu sudah tau bagaimana cara kerja otak June yang hanya 10 cc itu.

June menggeleng "Tadinya ingin, sayangnya tidak jadi karena Rose yang tiba-tiba marah kepadaku. Jadi, aku berniat akan memberikan jam milikmu kepadanya untuk sogokan agar dia tidak marah lagi --- Asfhafg! Ya! Sejak kapan kau disana?!" ujar June yang tersentak kaget karena melihat Lisa berdiri disamping nya dengan gaun putih dan membawa boneka voodoo. Apalagi tambahan ekspresi datar-nya, mampu membuat June merinding seketika "Kau bergerak tanpa suara. Aku pikir kau keluar dari televisi" lanjut June membuat Bobby terkekeh.

"Lisa bukan sodako dasar sialan! Duduklah Lisa-yya, kakimu akan keram jika terus berdiri" ujar Bobby membuat Lisa langsung duduk namun tidak mengeluarkan suara sedikitpun, gadis itu hanya bermain dengan boneka kesayangannya.

"Lagi pula kenapa kau memberikan jam tangan pria kepada Rose?! Apalagi itu jam tanganku bodoh" ujar Bobby sambil mendelik kesal kepada June. Bagaimana bisa lelaki itu memberikan jam tangan bekas kepada pacarnya yang sedang marah. Seumur hidup Bobby berkencan, dia tidak pernah sebodoh June yang akan memberikan barang curian kepada pacarnya. June mendengus kesal mendengar ocehan Bobby "Bukan salah ku jika selera kalian sama".

"Kalau begitu putus saja dengannya. Biar aku yang mengencani Rose karena selera ku dengannya sudah serasih. Tidak seperti mu dengannya!" ejek Bobby membuat June ingin sekali meninju wajah menyebalkan lelaki itu "Kau akan mati jika mencoba mengencani gadis ku" ancam June membuat Bobby tertawa kencang.

"Tenang saja. Selera kita tentang wanita berbeda. Aku menyukai wanita yang lebih tua"

June memutar bola matanya malas "Aku tidak bertanya" ujarnya.

Besarnya rumah ini seakan menjadi lelucon karena hanya terdapat empat penghuni didalamnya. Yang pertama Bobby, hobby nya membaca majalah dewasa yang disediakan oleh Mino di ruang tamu. Yang kedua June, seorang kleptomania yang kaya raya. Ketiga Hanbin, si pemarah yang tinggal di kamar dengan pintu berwarna hitam. Dan yang terakhir Lisa, satu-satunya gadis dan memiliki selera aneh tentang segalanya. June melirik Lisa dengan gelengan dikepalanya, menatap Bobby sambil menunjuk boneka yang dipegang gadis itu "Dia benar-benar menyukai boneka pemberian Hanbin"

Bobby mengangguk setuju, kemudian menggeleng "Tentu saja dia menyukai-nya. Dia memilih itu sendiri" ujar Bobby "Aku suka dengan ide Hanbin yang mengajak-nya ke luar dari rumah ini untuk pergi ke China Town, tapi aku tidak habis pikir dengannya. Dari sekian banyak barang yang bisa dibeli disana, kenapa dia memilih boneka menyeramkan itu. Mata boneka itu selalu memberi ku mimpi buruk" ujar Bobby menunjuk boneka yang di pangku Lisa dengan dagu nya. Bobby dan June berbicara seakan Lisa tidak berada disana, sangat santai.

"Ini tidak menyeramkan!" ujar Lisa dengan tempo datar membuat June tersentak "Augh! Kau mengagetkan ku. Lisa-yaa, kau sedikit menyeramkan, kau tau itu kan?" ujar June yang tidak dibalas apapun oleh Lisa.

Bobby mendelik "Lisa tidak menyeramkan" ujarnya sedikit memukul kepala June, namun lelaki itu mengabaikannya.

"Lisa-yyaa. Biar Oppa beri tahu. Didunia ini ada kata yang berbunyi 'kekasih', kau tau itu kan? Tapi Oppa khawatir kalau kau tidak akan mendapatkan kekasih jika penampilanmu terus menyeramkan seperti ini. Oppa akan memberikanmu referensi gaya busana yang baru. Karena namamu Lisa, bagaimana dengan Lisa Blackpink? Dia lucu dan menggemaskan, tidak menyeramkan seperti mu" ujar June membuat Bobby muak sehingga membulatkan matanya kesal "Aku benar-benar akan mengadukan mu ke Hanbin jika kau menggangu Lisa lagi. Aniyo Lisa-yaa, jangan mendengarkan siluman babi ini. Kau sangat menggemas-kan, kau adik kecil ku yang paling menggemas-kan" ujar Bobby berusaha menenangkan Lisa, takut gadis itu akan menangis. Namun Lisa tidak perduli, dia hanya bermain dengan bonekanya.

"Se-giat apapun kau membelanya, gadis ini tetap tidak memiliki emosi. Aku akan membayar seribu won untuk melihatnya tertawa walaupun sebentar" ujar June membuat Bobby mengangguk setuju "Aku rela membayar lima ribu won" tambah Bobby.

Lisa tidak perduli dengan dua orang yang sedari tadi membicarakannya, dia sangat fokus bermain dengan bonekanya hingga membuat seakan kedua telinganya tertutup lakban dengan erat. June menggeleng-geleng, merasa heran mengapa dia bisa tinggal dengan gadis aneh seperti Lisa. Tak lama ponsel-nya menyala, menampilkan pop up pesan dari kekasihnya yang membuat senyumnya tertarik sedikit, namun dia juga mendengus kesal setelahnya.

"Rose? Dia sudah membaik?" tanya Bobby yang sedari tadi menganalisis ekspresi June. June mengangguk namun menggeleng "Belum. Tapi akan" jawabnya "Dia menyuruh ku datang nanti sore untuk menyicipi resep terbarunya. Jadi, jangan menunggu ku datang untuk makan malam bersama, makanlah duluan"

Bobby memutar bola matanya malas "Tidak akan ada yang ingat padamu" ujanya sekalian mencibir.

"June Oppa" panggil Lisa yang membuat June maupun Bobby menoleh kepadanya "Asal kau tau saja. Alasan setiap wanita memiliki pisau didapurnya karena terkadang mereka ingin membunuh kekasihnya" ujar Lisa yang kemudian berdiri meninggalkan kedua pria yang menegang karena ucapannya barusan.

Bobby saja merinding mendengar ucapan Lisa, apalagi June. Kepalanya mulai memikirkan ucapan Lisa yang sangat menakutkan itu. Dia menggeleng keras, menolak kepalanya untuk berfikir sesuatu yang menyeramkan seperti tadi. Dia yakin kalau Rose tidak akan berbuat sesuatu yang dapat membuat dirinya sendiri kesusahan.

Setelah kembali dari dunia nyatanya, June mendengus kesal "Kenapa dia selalu mengucapkan kalimat yang kasar kepadaku" gerutunya.

"Huh? kau terlalu percaya diri. Nyatanya dia berkata kasar kepada semua orang" balas Bobby dengan kekehan diakhir. Kemudian dia teringat dengan pesan masuk sebelum tidur tadi malam "Kau tau info tentang orang baru yang akan tinggal disini? Mino Hyung baru memberitahu ku tentang orang baru tadi malam, sedangkan kau tau sudah dari jauh-jauh hari" tanya Bobby setelah mengingat hal penting yang seharusnya dia tanyakan kepada June.

June mengangkat sebelah alis-nya bingung "Irene Noona yang memberitahu ku. Aku hanya tau kalau dia wanita, aku harap cantik. Aku kasihan dengan Lisa yang menjadi satu-satunya wanita disini. Karena kau tau sendiri, jika dibandingkan dengan suasana setahun yang lalu, bukankah rumah ini menjadi agak sepi semenjak para penghuni banyak yang pergi? Aku rindu suasana dahulu" ujar June sambil menerawang keatas, bibirnya mengeluarkan kekehan "Aku rindu Wendy. Barang-barangnya banyak yang bagus".

"Berhentilah mencuri dasar bodoh!" ujar Bobby melayangkan majalah yang dipegangnya dan mendarat tepat di kepala June.

avataravatar
Next chapter