webnovel

Bulan dan Musim Semi

"Tidak ada pilihan lain Sayaka" Kaisar Akihiro berusaha selembut dan sehalus mungkin mengatakan.

Mata Sayaka memerah dan benar-benar di batas nya untuk menahan air matanya "Ta...tapi ayah, aku tidak bisa melakukan ini semua" beberapa bulir air mata mulai mengalir deras dari matanya, beberapa kali dia berusha menghapusnya dengan punggung tanggannya "Aku mohon ayah, batalkan pertunangan ini, aku mohon"

Kaisar Akihiro menghela napasnya berat, lalu dia mendudukan dirinya disebuah kursi di ruangan itu "Aku tidak bisa melakukan hal itu, Sayaka" dia melipat kedua tangganya didepan dadanya "Kalau kita tidak menuruti hal ini, kerajaan kita akan musnah, dan akan banyak orang yang tersakiti dan kita sebagai pemimpin mereka tidak bisa membiarkan itu terjadi" Kaisar Akihiro menatap Sayaka pilu, kemudian dia membuka kedua tannganya ke arah Sayaka "Kemarilah Sayaka"

Dengan air mata yang masih mengalir deras, Sayaka memeluk ayahnya itu dengan erat. Isakan-isakan kecil terdengar dari Sayaka, dia benar-benar merasa binggung saat itu.

"Sayaka, tahan sebentar saja, ini hanya sementara, ayah janji padamu" Kaisar Akihiro mengelus pelan puncak kepala putri sulungnya itu. Sayaka menangguk pelan mendengar ucapan ayahnya "Sekarang pergilah ke kamarmu, bersiap-siap lah, mereka akan segera sampai" Sayaka mengangguk lagi, tangganya tak henti-hentinya menghapus air matanya yang masih mengalir dengan deras. Kemudian dia berdiri tegak dan meninngalkan ruangan itu.

Putri Haru Sayaka, Putri Mahkota kerajaan musim semi. Di usianya yang masih muda dia telah mencapai berbagai hal menakjubkan, seperti kemampuan berbagai bahasanya yang luar biasa hingga kemampuan kaligrafinya yang tak tertandingi. Ditambah lagi dengan wajahnya yang sangat rupawan, membuatnya menjadi seorang putri yang sempurna.

Akhirnya Sayaka sampai ke kamarnya, pelayan pribadinya—Sintia sudah menunggunya disitu "Apa kau berhasil membujuk Kaisar, Nyonya Sayaka?" Sayaka tak menjawab pertanyaan itu, tapi dari wajah sembabnya Sintia sudah bisa mengetahui jawabannya "Aku minta maaf nyonya, aku tidak bisa banyak membantumu"

Sayaka kemudian duduk di kasurnya, yang kemudian diikuti Sintia yang duduk dismapingnya

"Tidak apa-apa Sintia" Sayaka mengelus-ngelus kedua tangganya sendiri—berusaha menenangkan dirinya "Hal ini memang harus kulakukan" Dia mengangkat kepalanya, menghapus bekas air mata yang masih terlihat jelas diwajahnya dan berusaha sebisa mungki tersenyum "Baiklah, bantu aku bersiap-siap Sintia, aku harus terlihat cantikdidepan calon suamiku"

Sintia hanya bisa mengangguk, dia tidak tahu harus berkata apa lagi. Dengan cepat dia berjalan kea rah lemari dan mengambil beberapa lembar pakaian terbaik yang dimiliki Sayaka. Dia menyerahkan pakaian-pakain itu pada Sayaka dan Sayaka langsung mengganti pakaiannya denga itu. Sementara itu Sintia mengambil perlengkapan riasnya yang berada di meja yang tak jauh dari lemari pakaian tadi. Lalu dia berjalan kembali ke arah Sayaka—membantu Sayaka memakai pakaian kemudian setelah semua bagian pakaian nya terpakai dengan rapi, dia menyuruh Sayaka untuk duduk dan mulai merias wajah Sayaka.

"Kau benar-benar tidak apa-apa Sayaka?" tanya Sintia yang masih terus menyapukan riasana pada wajah cantik Sayaka.

Sayaka menatap ke arah bayangan dirinya di kaca yang berada di depannya "Kau tidak perlu menanyakan itu,Sintia" Sayaka memegang perlahan rambut yang tertata rapi "Aku bahagia kok, inikan hari pertemuanku dengan calon suamiku" Dia tersenyum lebar, namun sebuah tetesan air mata mengalir pelan lalu diikuti tetesan-tetesan yang lain "Aku tidak apa-apa kok"

Sintia terdiam, dia tidak melanjutkan riasan di wajah Sayaka—yang sekarang sudah berantakan karena air matanya. Perlahan tanggannya mengelus punggung Sayaka, berusaha menenanggkan Nyonya sekaligus sahabatnya itu "Tidak apa Sayaka, kau tidak boleh membohongi dirimu sendiri, keluarkan saja emosimu, ikuti kata hatimu, ikuti kemauanmu"

Mendengar itu Sayaka langsung dengan spontannya memeluk erat Sintia "Aku tidak tau mau bagaimana lagi, Sintia" tanggisannya benar-benar pecah pada saat itu "Aku tidak bisa berlaku egois—aku tidak bisa memilih kebahagiaanku dibandning kebahagian orang banyak"

Sintia memeluk balik Sayaka "Tidak, kau tidak egois Sayaka" Sintia melepas pelukan itu dan menatap langsung ke mata Sayaka "Dan apapun yang kau lakukan, aku akan selalu berada disampingmu"

Lalu tanggisan Sayaka semakin pecah setelah mendengar itu. Dia tidak pernah menyangka akan memiliki seorang sahabat sebaik dan se setia Sintia. Sahabat yang mengetahui dirinya luar dalam, yang tahu ketika dia sedang berbohong, yang mau menasehatinya ketika dia berbuat salah. Dalam hati dia berjanji, tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya itu.

***

"Tuan Fabien, Selamat datang di kastil utama Kerajaan Musim Semi" Kaisar Akihiro menyalam Fabien dengan senyumnya yang paling cerah dan yang paling bersinar.

Fabien membalas senyuman Akihiro dengan senyuman yang tak kalah cerah dari Akihiro "Terima kasih telah menerima kami dengan baik, ngomong-ngomong dimana anak perempuanmu yang cantik?" tanya Febien ketika melihat kursi yang seharusnya diduduki Sayaka kosong.

"oh, tunggu sebentar tuan Fabien, dia sedang bersiap-siap di kamarnya" lalu dia memanggil salah satu pelayan yang berada didekatnya "pelayan! bisa kau panggil—'

"tidak usah ayah, aku sudah siap" Sayaka berjalan memasuki ruangan itu, dengan pakaian yang paling mewah, dan dengan riaasan yang sudah dipoles ulang.

Fabien langsung membungkukan dirinya pada Sayaka "Putri Sayaka, suatu kehormatan bisa bertemu dengan anda.

Sayaka tersenyum malu, wajah benar-benar memerah "naik tuan, kau tidak harus membungkuk seperti itu" Dia terdiam sebentar, berpikir "apa lagi kau kan calon suami ku"

Fabien terpelongo "Calon suami? Saya bukan orang itu Putri, orang yang anda sedang di luar aku tidak tau sedang apa" Fabien menunjuk ke arah luar berdiri seorang pria yang seumuran dengan Sayaka, wajahnya benar-benar tampan. Selama beberapa detik dia melihat kearah Sayaka dan mengangguk pelan kepadanya.

"Mau saya panggilkan dia untuk masuk ke dalam Puteri?" Tanya Fabien.

Sayaka Menggeleng pelan "Tidak, tidak perlu biar aku saja yang pergi menemui dia"

Lalu dia berjalan keluar, melewati beberapa pelayan yang berjalan kesana kemari. Dia berjalan terus hingga sampai dia berhadapan dengan pria itu. Akhirnya dia dapat melihat secara jelas pria itu, pria yang mungkin akan menemani selama sisa hidupnya. Pria itu benar-benar tinggi, pria tertinggi yang Sayaka jumpai selama hidupnya. Pria itu tersenyum ketika melihat Sayaka mendekatinya—Senyuman termanis yang pernah Sayaka lihat.

"Tuan, apa yang sedang ada lakukan di luar sini? semua orang sudah menunggu anda didalam" Sayaka berjalan perlahan mendekati Pria itu "apa lagi ini hari yang paling bersejarah bagi kita berdua" kata-kata itu terasa sangat menyakitkan ketika keluar sepenuhnya dari mulut Sayaka. Bibirnya yang bergetar dia paksa untuk tersenyum.

"Kau tidak mengginginkan pertunagan ini kan? Puteri Sayaka? Kau ingin kabur segera dari sini kan?" Sayaka terdiam, senyumnya memudar "Aku bisa membantumu Puteri"

Sayaka terdiam, tidak tau mau menjawab bagaimana pertanyaan yang baru saja dilontarkan padanya itu. Didasar hatinya yang terdalam dia ingin menerima tawaran yang tak terduga itu. Namun disisi lain dia tidak bisa meninggalkan keluarganya dan seluruh rakyat kerajaannya. Disaat seperti itu dia kembali teringat kata-kata yang dibilang Sintia.

"Tidak apa Puteri, ikuti saja kemauanmu, berbuat egoislah untuk sesekali" Kalimat dari Pria itu benar-benar mengena pada Sayaka.

"Tapi tuan, jika aku melarikan diri, apa yang akan terjadi pada kerajaanku? Apa yang terjadi pada ayahku?"

Pria itu berjalan dan mendudukan dirinya disebuah kursi taman yang berada disitu "Pamanku Fabien akan mengurus itu semua" Pria itu mengecilkan suaranya seakan berbisik "Kami sudaah merencankan hal ini semua selama beberapa minggu, ketika kau memutuskan untuk pergi maka aku juga akan pergi, seakan-akan aku lah yang membuatmu menghilang" Jelas pria itu.

"Tapi aku masih tidak yakin tuan, aku takut hal buruk akan terjadi pada ayahku" Sayaka masih belum yakin dengan tawaran yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan ini.

"Percaya saja padaku Sayaka, ini hal paling baik yang paling bisa kita lakukan tidak ada cara lain" ucap pria itu meyakinkan Sayaka.

Sayaka menarik napasnya, kepalanya rasanya berputar-putar tidak tau mau bagaimana lagi. Dia menarik napasnya sekali lagi, kali ini segala kabut di kepalanya rasanya menipis. Dia menarik napasnya lagi, kali ini segalanya jelas—tujuan dan keingginanya benar-benar jelas, dia sangat yakin dengan apa yang akan dia lakukan ini. Seperti kata pria itu, tidak ada cara lain.

"Baiklah, aku menerima tawaranmmu, tuan"

Pria itu tersenyum lebar, dia terlihat sangat bahagia "Temui aku di kandang kuda beberapa menit lagi"

Sayaka mengangguk, dia tersenyum bersamaan dengan pria itu "satu lagi tuan"

"ya?"

"apa aku boleh membawa pelayan pribadiku bersamaku?" Dia tidak bisa meninggalkan Sintia, apalagi setelah janji yang baru saja dia buat itu.

"tentu saja Puteri" Sayaka mengucapkan terima kasihnya dan akan bergegas kembali ke kamarnya untuk memberitahu Sintia "Oh satu lagi Puteri namaku Aaron, buka tuan" kata Aaron setengah bercanda yang diikuti senyuman dan anggukan pelan dari Sayaka.

Lalu Sayaka berjalan masuk kembali kedalam, berusha aga tidak terlihat oleh Ayahnya. Dia berjalana menaiki anak tangga, kembali ke dalam kamarnya. Setiba dikamarnya, dia melihat Sintia yang sedang duduk dan membaca buku.

"Sintia, kita harus bersiap-siap, sekarang" Ucap Sayaka menggegebu.

"Siap-siap untuk?" tanya Sintia yang masih bingung.

"Siapkan aja beberapa helai bajumu dan beberapa helai bajuku" Dia berjalan mendekati Sintia, kemudain memegang kedua bahu Sintia dan menggoyang-goyangkannya pelan "Kita akan lari dari tempat ini, Sintia"

Sintia terperangah, dia tidak mau berkata apa-apa lagi "Sayaka?" Sintia terdiam sebentar, lalu senyumnya mengembang lebar "Ayo kita lakukan ini!!!" ucapnya lagi setengah berteriak.

Beberapa menit mereka hanya sibuk mengemas pakaian pakaian mereka dan diselingi penjelasan Sayaka bagaimana hal ini bisa terjadi. Mereka benar-benar terlihat sangan bersemangat saat itu, gambaran kebebasan yang akan mereka dapatkan membuat semangat mereka membara.

Setelah beberaoa lipatan pakaian dan beberapa keperluan pribadi, akhirnya mereka menyelesaikan persiapan mereka. Sayaka telah mengganti pakaiannya denga pakaian yang biasa Sintia ditambah sebuah kerudung yang hampir menutupi wajahnya.

Kemudian dengan membawa buntalan pakain mereka itu, mereka berjalan keluar dari kastil utama dan berjalan dengan sangat hati-hati ke kandang kuda yang entah mengapa berjalan sangat lancar, tidak ada satupun—baik itu pelayan atau bangsawan yang mengenali mereka, semua orang sangat sibuk saat itu tidak ada yang memperhatikan mereka.

Akhirnya mereka sampai di tempat yang dijanjikan Aaron, namun pria itu belum berada disana. Sayaka dan Sintia mendudukan diri mereka disebuah kursi panjang yang berada di kandang kuda, berusaha mengendalikan napas karna berjalan dari lantai teratas kastil utama hingga ke kandag kuda. Mereka hanya terdiam, tidak mengatakan apa, tapi entah mengapa rasa senyap itu terasa begitu nyaman.

"Nyonya-nyonya, aku tidak menyangka bisa sampai secepat ini" Suara Aaron menggema dari pintu kandang kuda.

Sayaka langsung berdiri "Aaron, apakah kita bisa pergi sekarang?" ucap Sayaka mengebu-gebu.

Aaron tertawa melihat tingkah Sayaka yang seperti seorang anak kecil "Tentu saja kita bisa pergi sekarang" Aaron berjalan kedua ekor kuda, yang satu berwarna coklat dan yang satunya lagi berwarana hitam gelap "Apakah kau bisa mengendarai kuda tuan puteri?" tanya Aaron sambil sibuk mempersiapkan kuda yang berwarna cokelat.

"Aku tidak bisa tuan" jawab Sayaka pelan, lalu dia melihat ke arah Sintia--seakan sedang meminta persetejuan, yang kemudian dijawab Sintia dengan sebuah anggukan "Tapi Sintia bisa tuan"

"Panggil saja aku Aaron" Aaron telah selesai mempersiapkan kuda berwarna coklat, kemudian dia berpindah ke kuda yang berwarna hitam dan melakukan hal yang sama dengan yang dia lakukan pada kuda yang berwarna cokelat "Baiklah kalau begitu" Dia menghentikan kegiatannya dan menatap ke arah dua gadis yang sejak tadi menemaninya itu "Naiklah ke kuda cokelat itu"

Sintia dan Sayaka mengangguk, kemudian mereka berdua berjalan ke arah kuda itu. Sintia perlahan naik ke kuda itu, yang kemudian di susul Sayaka yang dibantu oleh Aaron.

"Berangkat lah sekarang" Kata aaron yang kembali sibuk dengan kuda hitam yang dihadapannya.

Sayaka mengertutkan kening "Bagaimaana dengamu? Bukannya kita akan pergi bersama-sama?"

Aaron mengehentikan lagi aktivasnya dan menatapa kembali kedua gadis yang sudah berada diatas kuda "Tidak, puteri aku masih ada urusan di suatu tempat, aku akan menyusul kalian setelah selesai"

"Baiklah, semoga urusanmu berjalan lancar Aaron" Kata Sayaka yang hanya dibalas sebuah acungan jempol.

"Ayo kita pergi Sintia" setelah mendengar itu Sintia melajukan kuda meninggalkan kandang kuda dibelakang mereka.

"Kemana kita pergi Sayaka?" tanya Sintia sambil terus melajukan kuda mereka.

"Aku tidak tahu Sintia, yang pasti sejauh mungkin dari tempat ini" Jawab Sayaka dengan senyuman lebar.

Next chapter