webnovel

Pernikahan

Jaejong tersenyum melihat pantulan dirinya di kaca. Hari ini dia akan menikah. Jaejong terlihat sangat tampan dengan setelah tuxedo putih dan seikat bunga di tangannya. Jantungnya berdegup meskipun dia tidak mengenal calon suaminya. Pernikahan ini adalah perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, tidak, lebih tepatnya adalah kesepakatan. 

Ayah Jaejong berkerja sebagai salah satu menejer di sebuah perusahaan besar, Jung Corp. Suatu hari Tuan Jung, CEO Jung Corp, mengadakan rapat tertutup. Beliau tengah mencari pasangan untuk putra tunggalnya. Kesempatan terbuka bagi siapa saja yang bersedia menawarkan diri untuk menjadi calon menantunya, beliau akan meyeleksi calon-calon tersebut. Syaratnya hanya 1, calon menantunya harus laki-laki, karena putranya adalah seorang gay. Ayah Jaejong melihat kesempatan tersebut kemudian mengirimkan data diri Jaejong kepada Tuan Jung. Tidak ada kandidat lain, karena menjadi gay adalah hal yang tabu, semua orang mundur ketika mendengar persyaratan itu, sehingga Jaejong terpilih hanya karena dia satu-satunya.

Hari ini adalah hari besar itu, setidaknya hari besar bagi Jaejong, tidak untuk calon suaminya. Calon suami Jaejong, Jung Yunho menikah hanya untuk membebaskan diri dari belenggu ayahnya. Tuan Jung sangat menentang putranya sebagai seorang homoseksual, dia menginginkan menantu wanita agar bisa memiliki keturunan untuk meneruskan garis keluarganya. Yunho sangat keras kepala mempertahankan kebebasannya, begitu pula Tuan Jung dengan segala tuntutannya, sehingga Tuan Jung memberikan persyaratan bagi Yunho. Apabila Yunho bisa melalui 2 tahun pernikahan dengan orang yang dia pilih, maka Yunho bebas melakukan apapun. Tuan Jung sengaja memilih orang yang tidak Yunho kenal untuk dijadikan pasangan agar Yunho membenci kehidupan sesama jenis yang akan dilakuinya. 

Jaejong sendiri bukan homoseksual, tapi bagi Jaejong, pernikahan ini adalah tugas dari ayahnya, jadi dia tidak bisa menolak. Jaejong berusaha menerima pernikahan ini sebagai sesuatu yang membahagiakan baginya, karena ibunya selalu mengajarkan bahwa pernikahan adalah hal yang sakral. Ibu Jaejong sudah meninggal 2 tahun yang lalu, Ayahnya yang sekarang adalah ayah sambung, ayah tiri. Ibunya menikah lagi setelah ayah kandungnya meninggal.

---------

Jaejong menatap foto pernikahan yang baru saja tiba. Seorang kurir studio foto mengirimkannya. Foto itu adalah foto pernikahannya bersama sang suami berserta para wali masing-masing mempelai. Tidak ada satupun senyum di foto itu kecuali senyum milik Jaejong. Tidak apa-apa, fotonya tetap indah, Jaejong tersenyum. Kemudian memasang foto itu di ruang tamu rumah mereka. 

Sudah beberapa hari ini dia mulai tinggal di rumah suaminya karena mereka sudah resmi menikah. Jaejong berusaha melayani suaminya dengan baik selayaknya seorang istri, seperti menyiapkan baju sebelum berangkat kerja, menyiapkan makanan, mencuci pakaian, membersihkan rumahnya, apapun yang bisa dia lakukan. Jaejong bahkan tidak keberatan jika suaminya meminta Jaejong 'melayani'nya, tapi jangankan meminta itu, berbicara dengan Jaejong saja suaminya tidak mau. Mereka tidur di kamar terpisah. 

Bisa dibilang percakapan di rumah itu hanya dilakukan oleh Jaejong. Jika Jaejong mencoba mengajaknya berbicara, suaminya hanya akan berkata 'Mn' jika setuju atau diam jika tidak setuju. Jaejong tidak berharap banyak, toh mereka memang tidak saling mencintai. Jaejong hanya berusaha bersikap baik karena menganggap pernikahan bukan sebuah permainan, meskipun kontrak mereka hanya 2 tahun. Jaejong tidak tahu seperti apa isi kontrak pernikahan mereka, ayahnya yang mengatur semuanya. Jaejong hanya tahu bahwa dia akan menikah selama 2 tahun dengan pria bermarga Jung.

"Turunkan foto itu."

Jaejong kaget mendengar Yunho akhirnya mengatakan sesuatu selain 'Mn'. Dia sedikit tersenyum. Setelah beberapa hari mungkin Yunho akhirnya bosan mendiamkannya.

"Kenapa? Foto itu bagus."

"Turunkan. Kita tidak benar-benar menikah."

"...Baik."

"Kau juga tidak perlu melayaniku seperti seorang istri. Aku bisa mengurus diriku sendiri."

"...Aku mengerti. Tapi aku akan tetap membersihkan rumah dan memasak selama ada persediaan bahan, itu untuk diriku juga. Kau bisa ikut makan jika menginginkannya, aku akan tetap menyiapkan untuk kita berdua."

"Terserah."

Jaejong tersenyum tipis. Yunho tidak menafkahinya secara finansial. Ayahnya sendiri tidak memberinya uang, hanya memfasilitasi sarana komunikasinya saja. Dia juga tidak memiliki simpanan uang, sebelumnya dia punya, tapi sudah habis terpakai karena pengeluarannya banyak sejak ibunya meninggal. Jadi Jaejong sekarang betul-betul bergantung pada kemurahan hati Yunho. Beruntung Yunho terbiasa hidup sendiri, jadi dia cukup rajin mengisi persediaan bahan makanannya. 

Jaejong merasa Yunho sebenarnya orang yang baik, dia hanya keras hati karena didikan orang tua yang terlalu mengekangnya. Yunho bukan anak yang manja, dia sangat mandiri dan tidak pernah bersembunyi di balik nama orang tuanya. Yunho sekarang menjabat sebagai wakil CEO juga hanya demi memenuhi keinginan ayahnya. Hanya dengan mengamati kegiatannya di rumah saja Jaejong tahu bahwa Yunho sebenarnya tidak menyukai bekerja di Jung Corp. Yunho mempunyai hobi fotografi. Rumah itu penuh dengan karya-karya Yunho. Jajeong senang melihatnya, Yunho sangat berbakat, Jaejong merasa tinggal di sebuah galeri seni.

--------------

Sesuai keinginan Yunho, Jaejong tidak lagi menyiapkan kebutuhan pribadi Yunho, tapi dia masih menyiapkan makanan. Sehari-hari Jaejong selalu menyiapkan 2 porsi sarapan dan makan malam. Terkadang Yunho memakannya, terkadang tidak. Jika Yunho tidak memakannya, itu akan menjadi makan siang Jaejong hari itu, atau disimpan untuk Jaejong makan esok harinya.

Jaejong tahu kebiasaan Yunho di hari libur adalah berjalan-jalan untuk berburu foto, memuaskan hobi fotografinya. Suatu hari Jaejong mencoba peruntungan untuk bertanya apakah dia boleh ikut, karena merasa sangat bosan selalu di rumah. Tapi seperti dugaan, Yunho tidak merespon, mengabaikannya. Hah.. lagi-lagi Jaejong hanya bisa berjalan di sekitar rumah saja, tidak bisa menikmati pemandangan seperti di dalam foto-foto yang Yunho ambil.

-----------

Suatu hari Yunho tiba-tiba memarahi Jaejong karena banyak barang-barang Jaejong yang berserakan di dalam rumah. Yunho suka kerapian. Jaejong merasa sangat bersalah karena telah membuat Yunho marah. Jaejong juga sering lupa mematikan keran air, lupa mematikan tv, bahkan Jaejong pernah hampir membuat rumah Yunho kebakaran karena lupa mematikan kompor. Dan hal itu sering terjadi, membuat Yunho semakin menunjukkan ketidaksukaan pada Jaejong. Jaejong mengumpati dirinya sendiri karena sudah menjadi sangat ceroboh.

-------------

Suatu hari yang lain, Yunho mengajaknya ke sebuah acara perusahaan. Yunho sendiri malas datang, tapi lagi-lagi dia harus datang karena ayahnya memaksa. Karena itu acara formal, Yunho juga harus mengajak Jaejong.

Jaejong sudah bersiap, menggunakan kemeja dan jas dengan rapi. Tapi ketika Yunho melihatnya, Jaejong langsung dimarahi karena ternyata Jaejong menggunakan setelan jas dan celana yang berbeda warna, Jaejong buru-buru berganti pakaian. Tapi lagi-lagi dia memakai celana yang bukan pasangan jasnya. Akhirnya Yunho yang sudah tidak sabar mengambil sendiri setelan jas dan celana yang benar lalu melemparkannya kepada Jaejong. Karena kecerobohannya itu mereka jadi terlambat menghadiri acara tersebut. Jaejong benar-benar merasa bersalah. Yunho pasti sangat membencinya sekarang. Jaejong sangat sedih. Yunho benar-benar mendiamkan Jaejong sejak kejadian itu.

-----------

Suatu hari yang lain lagi, Jaejong sedang sakit kepala, dia butuh obat. Dia tidak memiliki uang untuk membeli obat, jadi dia memberanikan diri mengirimkan pesan singkat kepada Yunho, meskipun dia tahu Yunho masih mendiamkannya.

'Yunho, bisakah membelikanku beberapa obat pereda nyeri sepulang kerja? Jenis apa saja boleh, aku sakit kepala. Tolong.. terima kasih..'

Tidak ada balasan. Tapi ada notifikasi pesan itu terbaca. Jaejong berharap Yunho mau menolongnya. Dengan lemas Jaejong menghampiri Yunho ketika mendengar Yunho sudah masuk ke dalam rumah.

"Yunho, apakah kau membawanya? Obat yang kuminta.."

"Aku lupa."

"Oh.. baiklah, tidak apa-apa.. bisakah kau membelinya besok? Kumohon.."

"Tidur saja kalau sakit kepala."

Yunho berkata sambil lalu, kemudian meninggalkan Jaejong untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Jaejong sangat kecewa. Dia benar-benar berharap pada bantuan Yunho. Dia sudah mencari-cari seisi rumah tapi tidak menemukan obat satupun yang bisa membantunya meringankan sakit kepala itu. Sepertinya Yunho jarang sakit jadi tidak pernah menyimpan obat-obatan di rumahnya. Biarlah, sepertinya Jaejong harus menahan lagi sakit kepala ini. Sejak saat itu Jaejong tidak pernah meminta apapun kepada Yunho lagi.

--------------

Sudah hampir 2 tahun pernikahan mereka, beberapa bulan lagi kontrak mereka akan segera berakhir. Hubungan mereka masih buruk, meskipun Jaejong sudah berusaha sebaik yang dia bisa.

Suatu hari Yunho pulang dengan membanting pintu. Jaejong terpaku di tempatnya ketika melihat Yunho meluapkan emosinya seperti itu. Jaejong bertanya-tanya apakah telah terjadi hal buruk pada Yunho.

Tiba-tiba Yunho mendorong Jaejong hingga badannya membentur tembok, lalu menahannya disitu. Yunho memberinya tatapan penuh amarah.

"Apa yang kau lakukan di belakangku?"

"A..apa maksudmu?"

Yunho mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan sebuah foto. Foto 2 orang sedang bercinta di atas ranjang. Salah satu dari kedua orang itu adalah--- Jaejong. Jaejong mengernyit kaget, bagaimana bisa Yunho mendapatkan foto itu?

"Seseorang mencoba memerasku dengan foto ini. Kau masih berstatus istriku! Jaga sikapmu! Apa kau sadar sudah membahayakan perusahaan ayahku! Orang itu mengancam akan membeberkan foto ini ke publik! Aku memang akan meninggalkan perusahaan itu setelah menyelesaikan kontrak kita, tapi selama aku masih bekerja disana, aku tidak akan membiarkan siapapun merusak citraku maupun citra perusahaan ayahku!"

"A..aku---"

DUAGH!

Yunho meninju dinding di sebelah kepala Jaejong.

"Sekali lagi kau melakukannya, kepalan ini akan melayang ke wajahmu." Yunho kemudian meninggalkan Jeejong yang masih mematung di tempatnya.

Air mata Jeejong menetes. Dia kemudian kembali ke kamarnya untuk menghubungi seseorang.

"Halo? Ayah?"

"Hm. Ada apa?"

"Apakah kau yang mencoba memeras Yunho dengan foto-foto itu?"

"Aku hanya membuatnya menceraikanmu sebelum kontrak itu berakhir."

"Kenapa.."

"Dasar bodoh! Kau akan mendapat lebih banyak hartanya jika dia menceraikanmu sebelum kontrak berakhir!"

"Apakah itu ada di dalam kesepakatanmu dengan Tuan Jung?"

"Tertulis sangat jelas. Jika Yunho menceraikanmu sebelum 2 tahun, maka mereka akan memproses perceraian kalian sesuai hukum, kau akan mendapatkan setengah harta Yunho! Kalau kau berpisah sesuai kontrak, kita hanya akan mendapat sedikit imbalan tanpa pembagian harta! Sudah kukatakan, setidaknya buatlah dirimu berguna selagi kau bisa. Ini kesempatanmu. Buat dia menceraikanmu."

-bib-

Sambungan telepon itu terputus begitu saja sebelum Jaejong sempat mengatakan sesuatu. Jaejong meremat ponsel itu, dia tidak yakin harus melakukan apa.

--------

Beberapa hari kemudian, Yunho kembali menunjukkan amarah yang sama seperti sebelumnya. Jaejong mulai gemetar ketika Yunho berjalan mendekatinya. Jaejong mundur selangkah demi selangkah. Yunho menyodorkan ponselnya ke arah Jaejong.

"Kali ini dengan orang yang berbeda?"

"Yunho, aku tidak---"

BUGH!

Sebuah pukulan melayang ke wajah Jaejong. Sudut bibirnya terluka karena pukulan itu. Pipinya sakit. Kepalanya berdenyut. Jaejong bertahan dengan berpegangan pada tembok di dekatnya. Seketika darah menetes dari hidungnya. Jaejong segera mengambil tisu di dekatnya untuk menahan tetesan darah itu. Yunho masih ingin melampiaskan kemarahannya, tangannya masih mengepal.

"Kita bercerai."

"Jangan! Yunho percayalah aku tidak melakukan itu, orang di foto itu bukan aku!"

Jaejong mencoba menjelaskan dengan cepat kepada Yunho.

Yunho hanya mendengus mendengarnya. Dia tidak peduli lagi pada Jaejong. Yunho pergi meninggalkan Jaejong begitu saja.

Sejak saat itu Jeejong tidak pernah melihat Yunho lagi. Yunho selalu pergi sebelum Jaejong bangun, dan pulang setelah Jaejong tidur. Beberapa hari kemudian Jaejong melihat sebuah amplop coklat diselipkan di bawah pintu kamarnya. Surat cerai. Jaejong mengeraskan rahang. Dia tidak ingin menandatangani surat itu, dia tidak ingin Yunho masuk ke dalam jebakan ayahnya. Jaejong berusaha menunda pengesahan cerai itu. Tinggal beberapa minggu lagi sampai kontrak berakhir. Tapi Yunho terus menerus menuntutnya karena ancaman foto mesum itu semakin sering dia terima. 

Sampai suatu hari Yunho kehabisan kesabarannya. Dia menghimpit Jaejong ke dinding dan mencekiknya. Menyodorkan surat cerai itu. Yunho hanya akan melepaskan cengkramannya ketika Jaejong sudah menandatanganinya. Jaejong kehabisan napas, mau tidak mau dia terpaksa menandatanganinya.

"Yunho.. kau akan kehilangan sebagian hartamu jika bercerai denganku sebelum kontrak selesai.."

Jaejong enggan mengatakan yang sebenarnya, jika ayahnyalah yang sedang memeras Yunho. Dia ingin menjaga citra keluarganya juga. Jaejong berusaha mengubah keputusan Yunho.

"Lebih baik daripada menanggung malu karena memiliki istri seorang pelacur."

Jaejong tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa mengepalkan tangan sambil menahan air mata dan sakit di hatinya. 

Tidak lama kemudian sidang perceraian mereka berlangsung, hari itu dia dan Yunho akan berpisah untuk selamanya. Jaejong tersenyum tipis ketika hakim mengetokkan palu. Dia ingin mengatakan sesuatu pada Yunho, tapi dia bahkan tidak sanggup melihat Yunho saat ini. Jaejong mematung lama di tempatnya setelah sidang itu berakhir.

-----------------Tbc.

Next chapter