1 Chapter 001 ( Permulaan )

"Awas, Nek!!" teriak Mayang sambil menarik seorang nenek ke pinggir jalan. Mayang terlihat begitu was-was, begitu pula dengan orang yang ditariknya itu. Rasanya cukup melegakan begitu mengetahui bahwa ia berhasil menolong seorang nenek dari sebuah tabrakan yang nyaris saja merengut nyawa orang itu.

Mayang menatap pinggir jalan itu dengan cemas. Seseorang sudah memakinya.

"Woi!! Cari mati, ya? Nyebrang lihat-lihat!" teriak seorang pria dari dalam mobil box yang hampir menabrak Si Nenek. Tanpa melihat keadaan orang yang hampir ditabraknya itu, begitu selesai mendumel, orang itu langsung melaju pergi.

Mayang menatapnya sinis.

"Heran! Jelas-jelas dia yang salah karena melajukan mobil dengan kecepatan penuh ditikungan tanpa melihat-lihat dengan baik. Ini 'koq malah menyalahkan oranglain sih?! Dasar!!" ujarnya sewot setengah mati.

Inilah prilaku para pengendara di Indonesia yang kebanyakan tidak punya etika dan rasa tanggung jawab. Bagaimana mungkin ada orang yang bersikap tidak bertanggung jawab seperti itu di situasi seperti ini?

Walaupun korbannya tidak apa-apa, setidaknya dia bisa 'kan mengucapkan kata maaf?

Atau jika korban memang juga sebenarnya bersalah karena menyebrang di sembarang tempat, setidaknya orang itu bisa 'kan bersikap ikut prihatin atau paling tidak menegur dengan cara yang lebih sopan?

Bagaimanapun juga, orang yang hampir mereka tabrak adalah seorang wanita tua. Mereka seharusnya menunjukkan rasa hormat.

"Terima kasih 'Nak," ujar nenek itu penuh rasa syukur, "Kamu sudah menolong nenek dari bahaya. Nenek sungguh berterimakasih. Jika tidak ada kamu, nenek sungguh tidak tahu bagaimana nasib nenek setelahnya."

Mayang tersenyum ramah, "Iya, Nek. Sama-sama. Ini sudah sepatutnya saya lakukan 'koq."

Nenek itu masih sedikit terguncang. Ia masih merasa sedikit ngeri membayangkan apa yang mungkin terjadi padanya, jika saja wanita yang di depannya ini tidak menolongnya.

"Untungnya tadi saya melihat laju mobil yang begitu kencangnya dari arah sana, sehingga saya bisa menarik nenek untuk tidak menyebrang. Tapi sebaiknya lain kali nenek harus lebih hati-hati. Di sini memang bahaya sekali untuk menyebrang. Soalnya tikungan tajam sih, Nek," seru Mayang lagi mencoba memberitahu.

Dan nenek itu sependapat dengannya. Mungkin ini terakhir kalinya ia berbuat nekad seperti tadi.

"Iya, Nak. Kamu benar. Untung saja, ya. Nenek kira tadi tidak ada mobil yang akan lewat. Untung ada kamu. Makasih, ya. Kamu memang anak yang baik," balas Nenek itu merasa amat bersyukur. Mayang ikut merasa senang dan lega mendengarnya.

"Ah, bukan apa-apa koq, Nek. Itu memang sudah seharusnya saya lakukan," tutur Mayang sopan dan menambahkan, "Nenek mau nyebrang?" tanya Mayang.

"Ayo, biar saya temani. Kebetulan saya juga mau menyebrang 'koq, Nek. Bagaimana kalau kita sama-sama?" tawar Mayang.

Si Nenek menggeleng, "Tidak jadi saja, Nak. Biar Nenek menunggu jemputan nenek di sini saja."

Nenek itu menolak.

"Nenek dijemput?" tanya Mayang dengan mata yang membulat.

"Iya, Nak. Tadi nenek mau menyebrang hanya supaya nanti supir yang menjemput nenek tidak repot-repot memutar balik. Tapi karena cukup membahayakan, sebaiknya nenek tidak usah menyebrang saja deh," terang Si Nenek yang membuat Mayang sedikit menggeleng.

Nenek ini ternyata wanita yang cukup perhatian dan rajin. Sampai-sampai dia begitu tidak ingin membuat supirnya terlalu repot. Padahal, memutar balik sedikit saja bukannya tidak masalah?

"Kalau begitu, aku temanin nenek sampai jemputan nenek datang ya?" tanya Mayang menawari diri lagi. Sejujurnya, ia merasa tak cukup tega meninggalkan seorang nenek begitu saja di pinggir jalan seperti ini.

Walaupun nenek di depannya ini cukup terlihat segar bugar dan baik-baik saja, sekalipun rambutnya sudah dipenuhi banyak uban. Tapi rasanya tidak baik jika ia membiarkan nenek itu menunggu seorang diri.

Mayang melirik jam tangannya. Sebenarnya ia sedang terburu-buru, tapi mudah-mudahan saja masih keburu sampai ke tempat kerjanya nanti. Dan nenek itu ternyata menyadari itu.

"Tidak perlu, Nak. Jika kamu sedang buru-buru, kamu bisa pergi. Nenek masih bisa menunggu di sini sendirian. Sebentar lagi juga supir nenek sampai," tolak Nenek yang menghargai niat baik Mayang tapi tetap tidak ingin merepotkan.

Mayang masih merasa tidak yakin.

Tapi kemudian Nenek tersenyum dan berkata lagi, "Hahaa... kau tidak perlu mengkhawatirkan Nenek. Saya benar baik-baik saja. Nenek akan menunggu di bangku yang ada di sana itu dan tidak akan beranjak sedikitpun dari saja sampai supir nenek datang. Bagaimana? Itu ide yang baik bukan?"

Mendengar ucapan Nenek itu, mau tak mau Mayang jadi ikut tertawa.

"Baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu, ya, Nek. Saya mau ke halte yang ada di sana itu untuk menunggu bus. Nenek baik-baik saja disini. Permisi, Nek," pamit Mayang sopan lalu berlari dengan tergesa-gesa menuju ke halte, karena waktunya sudah semakin menipis sekarang.

Sementara Si Nenek duduk di bangku pinggir jalan sambil melihat kepergian gadis yang sudah menolongnya itu dengan senyuman.

Nenek itu membatin.

Gadis yang baik, batinnya..

***

Mayang yang dikejar waktu, berlari tergesa-gesa masuk ke dalam sebuah restoran tempat ia bekerja sekarang. Ia baru bekerja di sana sekitar 4bulan yang lalu. Dan masih terbilang cukup baru tentunya.

Sebelum ini, ia bekerja di salah satu perusahaan swasta menengah sebagai pegawai di bagian administrasi penjualan. Tapi karena perusahaan itu bangkut, terpaksa seluruh karyawan dan para pekerja harus di PHK.

Dan karena ia hanya wanita 23tahun dengan ijasah lulusan SMA, hanya pekerjaan inilah yang tersedia untuknya saat ini, sampai ia benar- benar bisa menemukan pekerjaan yang lebih baik lagi daripada hanya menjadi sebagai seorang waiters.

Bukannya ia merendahkan pekerjaan ini. hanya saja ia memang kurang menyukai pekerjaan itu. Ia lebih suka bekerja di atas meja kantor ketimbang harus membereskan tumpukan makanan di atas meja restoran.

Dengan kecepatan maksimal, Mayang berlarian masuk ke dalam, menyapa beberapa pekerja yang lain, lalu buru-buru berganti pakaian.

Hingga sekarang ia sudah rapi dan manis dengan seragam restorannya yang berwarna pinksoft. Sungguh melegakan ia berhasil melewati amukan burdozer.

Setidaknya ia beruntung karena Pak Mustika, manager resto-nya, berhalangan hadir hari ini. Jadi ia tidak perlu mendapat teguran halus darinya. Mayang cukup senang mendengar itu.

Bisa dikatakan Mayang memang tidak datang terlambat. Hanya saja, ia memang hampir saja datang terlambat. Tapi Pak Mus –panggilan singkat managernya itu- tidak akan mentolerir siapapun yang datang kurang dari lima belas menit sebelum jam operasional dimulai.

Seperti itulah kenyataannya, jadi... kalian pasti bisa membayangkannya 'kan? Betapa lega hati Mayang hari ini karena Si Ubur-Ubur –panggilan hangat dari para pekerja lain, yang tentu saja tidak diketahui oleh orang yang bersangkutan- itu hari ini tidak masuk hari ini.

***

avataravatar
Next chapter