1 Tetap kuat

Entah sudah berapa kali aku meyakinkan diriku sendiri, ditengah air mata yang tak tertahan lagi. otakku masih berputar bingung apa yang terjadi entah salah paham atau memang sengaja di lakukan. seolah aku yang selalu dipojokkan. kulihat mereka dengan canda tawa saling berbicara entah apa yang dibicarakan, mataku menatap nanar betapa teganya mereka melakukan ini untuk yang kesekian kali.

"Mba, mana kue yang aku ambil tadi?" tanya seorang yang tiba tiba datang di belakangku "oh iya yang tadi ya, tadi diambil sama mba Rahma" kaget bercampur gugup aku menjawab mencoba menyembunyikan butiran yang ku paksa untuk tidak keluar "aku ambil lagi ya mba" dia mencoba menatap mataku "iya ambil aja" sigap kupalingkan wajah yang sedari tadi kusembunyikan.

Mba Rahma adalah leader teamku, dia yang memanage jalannya line yang aku tempati sedari dulu. Dia wanita yang baik, ramah dan mempunyai rasa empati yang lumayan kepada sesama itu kesan yang aku dapat waktu pertama kali singgah di sektor ini. singkat cerita dia memang senior terlama disektor kami selain sifat pribadi yang berpikiran logis dia juga tidak dekat dengan semua orang, itu yang menambah kami semakin segan.

jam menunjukan pukul 06.10 dimana waktu pulang untuk regu kamu pulang digantikan regu setelah kami. kami bekerja disebuah pabrik makanan yang terbilang paling besar dikota ini. Dimana produksinya yang mencapai luar mancanegara hingga pabrik itu berjalan 24 jam dengan dibagi menjadi 3 shift yang dirolling setiap harinya dan regu ku (biasa disingkat R2) mendapat giliran shift malam. Shift yang mengundang rasa malas untuk sebagian besar karyawan di pabrik ini.

Saling keluar mendahului adalah hal yang rutin bagi kami, tak jarang kami berlarian seperti anak TK yang pulang dari kelasnya. Ada juga mereka yang berjalan lambat seolah menikmati riuh ramai suasana pabrik dipagi hari dengan perasaan lelah, ngantuk, lapar bahkan menahan rasa marah saat ada yang mendahului tanpa permisi. Absen pulang memang hal yang sangat menguji kesabaran Dimana barisan mengular hingga sekian meter yang mau tidak mau harus menunggu .

"Eee ngapain mba ngapain?" seru ku kepada Lala temanku yang diam-diam menyelinap di depanku "biasa aja si mba" balas nya nyengir kuda "hoalahh jiwa kriminal mu menggelora ya" goda Nisa teman yang sedari tadi di depanku. Sementara Lala si rempong hanya tersenyum tanpa rasa bersalah. Memang kami tidak bisa diam sekalipun ditempat antrian seperti ini, tidak peduli meski barisan lain menatap kami dengan heran bagaimana bisa kami masih kuat rewel setelah menjalani shift malam seperti ini.

Tiba di loker hal membosankan kembali lagi dimana harus mengantri dan mengantri. setelah selesai melepas seragam melipat dan mengemas kami keluar gedung masih dengan wajah cengengesan yang menambah kami semakin tidak jelas, untung saja dimasa pandemi ini kita tidak lepas masker jadi tak apalah tidak banyak yang menyadari wajah kucel kami setelah begadang semalaman.

"lewat mana kita?" Vina menatap aku dan Nisa "ya lewat jalan masa lewat udara" aku menjawab sekenanya " crispy banget pia, bakpia jogjaa" Nisa kembali membulatkan matanya kearah ku "Selow si Nis ngegas Bae kamu" jawabku tanpa berpaling pandangan dari ponselku menyembunyikan senyum yang kutahan. "Eh aku duluap ya Pi, Vin" Nisa meninggalkan aku dan Vina yang biasa ditinggal Nisa begitu saja "iya tau mau apel" balasku berteriak. Nisa hanya tertawa dan menunjukan jari tengahnya.

"Vi kamu kenapa tadi aku panggil malah ngelamun ada masalah?" Vina mencoba menatap mataku "Ngga papa Vin" aku hanya tersenyum Sekuat ku menahan apa yang aku rasakan disektor tadi. 'Sial kenapa si si Vina malah ngingetin lagi' gumam ku. "Serius Vi? demi apa? kalo ada apa-apa cerita ya" Vina tersenyum kecil setengah tak percaya dengan jawabanku yang tidak sesuai dengan harapannya "Serius Vin, demi kamu" aku memonyongkan bibirku sambil tertawa "Gila kamu Vi!" Vina hanya menepuk pundak ku ringan " Tergila gila karena mu" Aku masih bersikeras menutupi apa yang terjadi tadi. "Dah lah Vi geli aku" dan akhirnya Vina melupakan yang terjadi tadi pagi.

Berjalan sendiri membuatku teringat kejadian tadi pagi di mana Mba Rahma tiba-tiba kembali mendiami ku, lantaran kesalahan pembagian rehat. Padahal buka aku yang membagi, bukan aku juga yang salah keluar rehat, tapi kenapa aku yang menanggung semua dampak ini? Saat dia menanyakan kue yang tergeletak dimeja, aku berusaha bersikap biasa saja melupakan perbedaan sikapnya. "ini punya siapa disini?" dia menunjukan sarung tangan berisi kue beberapa potong "Punya Mba Nur mba" aku berusaha menjelaskan meski aku tau semua hanya sia sia. Bahkan dia tidak memberi waktu ku untuk sholat subuh padahal biasanya dia yang mengingatkan tanpa aku meminta. Air mata yang ku tahan pun meleleh semakin jadi di sepinya jalan pagi ini, yang untungnya tidak ada satupun yang disekitarku. 'Mba Rahma apa yang kamu pikirkan? Apa yang membuatmu kembali dingin?' disela Isak tangisku. 'Via kamu kuat, semangat masih ada adik dan keluarga yang harus kamu bahagiakan' tidak henti aku menyemangati diri ku sendiri.

avataravatar
Next chapter