2 BAB I : KISAH MELANIE (Part 2)

Rumah Melanie, yaitu rumah dari pasangan Pak Rahmat dan Ibu Sulastri, adalah rumah minimalis dua lantai. Di lantai bawah terdapat kamar mamanya, dapur, ruang makan, kamar mandi dan ruang tamu yang sebagian sudah diubah menjadi warung makan sederhana.

Di lantai atas, terdapat kamar Melanie yang bersebelahan dengan ruang untuk mencuci baju. Di depan kamarnya, terdapat tembok rumahnya sehingga membentuk sebuah lorong. Terdapat tangga kayu di sisi kanan dari kamar Melanie dan sebuah jendela di sisi kirinya. Tangga kayu itu langsung menghadap ke ruang tamu.

Untuk beberapa saat, Melanie diam terpaku memandangi jendela yang menghadap ke utara tersebut.

"Tidak biasanya, mama lupa membuka jendela sejak papa meninggal", ujar Melanie sambil menghela napas.

Melanie lantas meraih gorden jendela tersebut dan menyingkapnya.

Jendela yang telah terbuka itu langsung mengijinkan cahaya sabtu pagi untuk memasuki lorong lantai atas rumahnya. Sejenak, Melanie mengusap debu tipis di kaca jendela itu. Dia kemudian merenungi sesuatu sambil menatap jauh ke arah rimbunnya dedaunan pohon yang berjajar di sekitar lapangan sepak bola.

Jarak tempat itu kira – kira sejauh 500 meter dari rumah Melanie. Dan masih terlihat jelas dari lantai atas rumahnya.

"Dulu, ayah sering mengajakku bermain sepeda di sana", gumam Melanie.

Lalu, matanya terfokus pada pohon mangga yang ada di antara pepohonan rindang itu. Dia membayangkan buah mangga yang sedang tergelantungan dengan bebas di dalam rimbun dedaunan hijaunya.

"Aku mau mangga itu, ayah", ucap Melanie dengan halus sambil dengan perlahan memejamkan matanya. Dia kemudian menarik napas panjang.

Seketika, Melanie teringat masa-masa ketika dia masih sekolah dasar. Dulu, tempat itu merupakan sebuah tanah lapang yang luas. Dia dan ayahnya sering bermain sepeda dan pergi ke pasar malam yang sering diadakan di tanah lapang tersebut . Namun, kenangan manis itu berakhir 4 tahun lalu. Saat tanah lapang tersebut diubah menjadi supermarket "Serba – Serbi" dan lapangan sepakbola. Sejak saat itulah, Melanie tidak akan bisa bermain sepeda dan menikmati pasar malam di sana lagi.

Hal yang paling diingat oleh Melanie tentang ayahnya adalah, ketika sang ayah selalu mengantar dirinya pergi ke sekolah. Mulai dari Melanie masuk sekolah dasar hingga saat – saat sebelum akhir hayat ayahnya.

"Sangat senang rasanya, dulu bisa di antar ke sekolah oleh ayah", ujar Melanie yang kembali mengingat saat – saat indah bersama ayahnya itu.

Sejak masuk sekolah dasar sampai awal tahun lalu, Melanie merasakan indahnya diantar ke sekolah dengan sepeda motor oleh sang ayah. Tapi, masa – masa menyenangkan itu berakhir ketika ayahnya meninggal dunia di awal tahun lalu akibat kecelakaan.

Pak Rahmat, ayahnya Melanie, meninggal setelah mengalami tabrak lari di pintu masuk Kampung Nila pada malam hari.

Sebagai anak semata wayang, Melanie merasakan kepiluan yang mendalam atas kepergian ayahnya itu. Dia merasa seperti berjalan sendirian di bawah langit yang mendung. Kehilangan orang yang selalu membuatnya ceria dan menjadi teman berbagi cerita, membuat Melanie menjadi orang yang pemurung.

Di mata Melanie, ayahnya adalah sosok pekerja keras. Dia telah bekerja cukup lama sebagai kurir pengantar dokumen di pabrik "Smugee".

Setiap hari, ayahnya Melanie selalu mengantar anaknya ke sekolah lebih dulu sebelum pergi ke kantor. Selain karena tidak ada sekolah formal di dalam lingkungan Kampung Nila, ayahnya Melanie juga sangat khawatir terhadap anak semata wayangnya itu. Dia selalu ingin memastikan kalau anaknya itu baik – baik saja.

Rahmat, ayahnya Melanie, sering menceritakan mimpi-mimpinya kepada Melanie. Sering pula, dia menceritakan pengalaman hidupnya yang sudah mencari uang sejak kecil dengan berjualan buah. Selain mampu membiayai sekolahnya sendiri, Rahmat juga sanggup membantu ekonomi keluarganya. Rahmat bercita – cita, agar anaknya senantiasa hidup berkecukupan dan dapat bersekolah hingga jenjang yang tinggi.

"Kalian tahu, kenapa ayah membuat jendela di sebelah sini ?", tanya Rahmat kepada Sulastri dan Melanie 3 tahun sebelumnya, saat mereka selesai merenovasi rumah.

Sulastri bersikap acuh, sementara Melanie menggelengkan kepala. Namun, dia terlihat antusias untuk mendengar jawaban dari sang ayah.

"Agar kita selalu bisa melihat masa depan dan selalu bersemangat untuk menjalani hari-hari kita bersama", ujar Rahmat sambil tersenyum.

Melanie kemudian teringat, bagaimana tatapan kosong sang ayah memandang jauh ke tanah lapang Kampung Nila dan taman "Bougenville" di pinggir sungai yang saat itu masih ada.

Melanie sangat menyayangkan pembongkaran taman tersebut demi sebuah proyek pembangunan apartemen yang telah dimulai sejak dua bulan sebelumnya. Saat itu, yang Melanie bisa lihat dengan jelas adalah bagian atas rangka gedung apartemen yang dikelilingi oleh sedikit puncak pepohonan yang tersisa.

Tak terasa, momen – momen kebersamaan yang Melanie lewati bersama ayahnya telah membawa perasaannya kembali ke masa lalu yang menyedihkan. Tidak terasa, air mata Melanie jatuh mengaliri pipinya.

"Ya, Tuhan. Aku tidak mau bersedih, tapi hal itu terasa sangat menyakitkan", ucap Melanie yang dengan cepat mengusap air matanya.

"Bodoh sekali aku malah bersedih-sedihan di sini", sambung Melanie mencoba menghibur diri sambil beranjak menuju kamarnya kembali.

Melanie lantas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasurnya untuk melihat apakah ada notifikasi yang dia terima.

"Loh, aku belum log out!", ucap Melanie sambil duduk di sisi kasurnya.. Melanie kaget ketika melihat laman facebook masih muncul di beranda layar ponselnya.

"Semoga paket dataku tidak habis", ucap Melanie yang kemudian membaringkan dirinya ke atas kasur. Tubuhnya tetap menghadap ke pintu kamarnya, sehingga kakinya menggantung di sisi kasur.

Hari itu, Melanie memang benar-benar ingin bermalas-malasan saja di rumah.

Terdapat notifikasi pesan di facebook miliknya. Setelah dicek, ternyata itu adalah pesan dari Rony, teman SMA Melanie yang tinggal luar Kampung Nila.

"Tapi sial, dia berhasil kabur dengan mobilnya", tulis Rony dalam pesannya.

Sebelum Melanie membaca pesan lengkap dari Rony, dia mengulas balik isi chatting mereka berdua di pagi buta, yang menyebabkan Melanie tidur larut pagi.

Melanie : (04.00) Kalian enak bisa keluar malam dengan bebas.

Rony : (04.03) Kami kan laki-laki, Mel. Haha. Kau kenapa online sampai pagi buta begini?

Melanie : (04.05) Yah, bisa dibilang untuk pengalihan rasa Ron. Lagi pula, hari ini aku ingin tidur sampai siang Jadi tidak masalah.

Rony : (04.15) Kau masih marah karena ibumu melarangmu bekerja sampai larut malam?

Melanie : (04.16) Sebenarnya aku kecewa Ron, tapi aku ikhlaskan saja.

Rony : (04.16) Well, ibumu pasti khawatir kalau kau berada di luar rumah sampai larut malam.

Melanie : (04.17) Iya mungkin Ron. By the way, sampai jam berapa kalian akan kumpul-kumpul di "Square Zero"?

Rony : (04.18) Sebentar lagi kita bubar kok, Mel.

Melanie : (04.20) Kalian nongkrong sampai jam 4 pagi begini? Ibuku pasti kesal kalau aku ikut kalian.

Melanie : (04.25) Rony, Kamu masih online? Jika tidak, aku mau tidur.

Melanie : (04.30) Rony ??

Dan kemudian, Melanie membaca pesan dari Rony yang belum sempat dia baca karena terlanjur tidur. Melanie ketiduran saat menunggu balasan chatting dari Rony.

"Oh, ini kamu baru balas Ron", gumam Melanie sebelum membaca pesan terbariu dari Rony.

Rony : (05.00) Maaf baru balas, Mel. Tadi kita ada masalah di sini. Biasa lah, orang mabuk Mel.

"Yah, itulah kenapa aku tidak suka bergaul dengan para penenggak minuman keras", komentar Melanie setelah membaca pesan tersebut.

Kemudian tanpa membalas pesan dari Rony, Melanie membuka laman home facebook-nya untuk melihat beberapa up date status dari kawan – kawan facebook-nya.

"Hm, seperti biasa. Semua orang curhat, curhat, dan curhat", cibir Melanie saat melihat postingan kawan – kawan facebook-nya itu.

Melanie kemudian tertarik pada sebuah postingan dari teman SMA-nya, Nadira. Nadira adalah warga Kampung Nila.

Aku tidak percaya, anak ingusan seperti dirinya bisa bebas menyetir ugal – ugalan di pagi buta seperti ini. Hampir saja aku celaka karenanya. Apa orang kaya memang selalu seenaknya seperti itu?, tulis Nadira dalam up date status terbarunya pukul 05.00 pagi.

Beragam komentar pun mengisi kolom komentar di status Nadira. Dari yang memberinya saran untuk bersabar sampai memberi saran untuk mencegat mobil tersebut.

"Kamu sih bebas keluar sampai pagi, Nad. Sedangkan aku, masih saja dikekang oleh mamaku. Padahal kan niatku baik", ucap Melanie merenungi nasibnya.

Dia merasa, selalu diatur oleh mamanya dalam segala hal hingga sempat merasa kesal kepada sang mama.

Ketika hendak menulis komentar menanyakan siapa orang yang dimaksud Nadira, Melanie terlebih dahulu membaca interaksi di dalam komentar antara Nadira dengan teman – temannya.

Lulu : Jangan-jangan maksudmu si Milky Way itu, Nad?

Nadira : Iya Lu. Kebetulan dia sedang mengarah ke luar Kampung Nila. Jadi aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Lulu : Kamu laporkan saja dia ke ayahnya.

Nadira : Percuma, Lu. Ayahnya kan punya kekuatan super. Kamu pasti tahu lah.

Lulu : Haha, iya juga sih. Ya sudah Nad, yang penting kamu hati-hati di jalan. Jangan seperti Santi yang sudah jadi korban dia.

Santi : Haha, yang penting kamu tidak kenapa – kenapa Nad.

Nadira : Thankyou guys. Cepet sembuh juga ya, Santi.

Santi : Oke. Kalian semuanya juga hati-hati ya.

Kemudian Melanie bertanya dalam hati, apakah "Milky way" yang dimaksud oleh Lulu adalah Mickey anaknya Pak Joseph, ataukah Miladi anaknya Pak Burhan. Keduanya sama – sama anak orang kaya di Kampung Nila.

"Apakah yang berbuat ulah di "Square Zero" dan hampir menabrak Nadira itu adalah orang yang sama?", tanya Melanie kepada diri sendiri.

avataravatar
Next chapter