4 Kehilangan

Budayakan Vote & Comment

Sorry For Typo

170220

WARNING!!!

JANGAN DI BACA SAAT SEDANG GALAU, SEDANG SEKOLAH, SEDANG BEKERJA ATAU SEDANG MELAKUKAN AKTIFITAS APAPUN.

BAHAYA!!!

Mentari pagi sudah tersuguh indah dilangit biru, udara hangat menyapa setiap orang-orang yg beraktifitas di bawah terik matahari, yah musim panas telah menyambut. Dan terik mata hari seakan membakar kulit. Jimin membuka matanya yg terasa berat karena menangis sepanjang malam.

Jimin bangkit dari tempat tidur, ia baru menemukan kesadaran jika semalam ia tidur bersama jungmin, anak tampannya masih terlelap padahal waktu sudah menunjukan pukul 08.30am, untung saja hari ini weekend sehingga ia tak perlu membangunkan jungmin untuk berangkat sekolah

"Mataku bengkak sekali" jimin berdiri di depan kaca

"Apa kau sehat nak?" Jimin bermonolog dengan diri sendiri

"Eommamu terlihat mengerikan, ah sampai kapan aku akan berlarut dalam kesedihan. Aku harus bergegas menuju pengadilan"

Jimin keluar dari kamar jungmin untuk bersiap-siap mengurus berkas perceraiannya kepada aktor tampan Jeon Jungkook, saat Jimin berjalan menuju kamarnya ada seseorang yg sibuk berkutat di dapur milik jimin.

"Se.. selamat pagi Jimin"

"Selamat pagi juga Yoongi"

"Ma..maaf aku lancang menggunakan dapurmu"

"Tidak apa, lanjutkan saja, sebentar lagi dapur itu akan jadi milikmu"

Yoongi kaget sekali mendengar penuturan jimin, sedangkan jimin hanya senyum seadanya menandakan ketidaksukaannya kepada sosok yg ada dihadapannya saat ini

"Maksudmu?"

"Aku akan memberikan jungkook seutuhnya kepadamu Yoongi"

"Astaga, maafkan aku jim, apa kau harus melakukan itu? Jungkook bilang ia tidak bisa tanpamu"

"Yoongi, jungkook tak bisa tanpaku? Itu dulu sekarang ia bisa melakukan apapun dengan kehadiranmu. Aku ikhlas memberikannya untukmu"

"Jimin... tidak bisa kah kita berbagi? Aku hanya meminta sedikit waktu jungkook untukku dan selebihnya jungkook tetaplah milikmu"

"Maaf Yoongi, aku tidak bisa berbagi apa sudah menjadi milikku, aku egois yoongi kau pasti tahu bagaimana perasaanku"

Yoongi tak dapat berkata apapun lagi, jika benar jimin akan meninggalkan jungkook maka yoongi adalah penyebab semua masalah yg terjadi. Jimin mengusap kepalanya yg tiba-tiba terasa berat.

"Jim kau kenapa?"

"Tidak apa, Jungkook dimana?"

"Ada di kamar tamu" seketika ekspresi jimin berubah mendengar jawaban Yoongi, berarti semalam mereka tidur bersama

"Bukan jim, Jungkook tidak tidur denganku semalaman, dia tidur di sofa ketika aku bangun tidur aku menyuruhnya kekamar, lalu aku menyiapkan sarapan" seakan tahu isi kepala jimin, yoongi lekas memberikan penjelasan

"Ohh begitu, baiklah lanjutkan kegiatanmu yoongi"

Jimin berlalu meninggalkan yoongi dengan kepala tertunduk, jimin menaiki anak tangga secara perlahan antara sesak di dadanya dan juga rasa pusing yg alami akibat kurang tidur membuat tubuh jimin tidak seimbang, ia terus menaiki satu-per-satu anak tangga hingga rasa pusingnya tak dapat di tahan lagi.

Jimin hilang kesadaran dan tubuh mungilnya tak dapat menopang keseimbangan hingga jimin ambruk dan jatuh dari tangga paling atas lalu bertemu dengan dasar lantai tempat yoongi berdiri.

"Jimin... astaga, jungkoook!! Jungkook-aahh. Jungkoookkkk!!!" Yoongi berteriak panik saat melihat jimin sudah bersimbah darah.

"Ada apa?? Ya tuhann sayangg" jungkook berlari meraih tubuh sang istri

"Jim.. jimin ja.. jatuh dari ta.. tangga kook-ah" yoongi masih dalam keadaan kaget, air matanya mengalir begitu saja

"Tenanglah yoongi, jaga jungmin yah aku akan membawa jimin kerumah sakit"

Jungkook menggendong tubuh mungil jimin menuju Rs, sementara yoongi masih terlihat shock. Jungkook membelah jalanan korea dengan kecepatan maksimal, wajah cemasnya mengartikan bagaimana rasa khawatirnya saat ini. Jungkook memukul kepalanya frustasi melihat keadaan istri yg sangat di cintainnya, kenapa semua harus seperti ini.

Tak lama kemudian jungkook sudah berada di depan Rs, ia memakai topi hitam dan masker untuk menutupi wajahnya, akan berakhir sudah jika ada wartawan atau pun penggemarnya yg mengenali jungkook apalagi saat ini ia sedang menggendong seseorang.

★★★★★★

"Eomma?? Eomma??" Jungmin terbangun dari tidurnya ketika ia merasakan perutnya lapar, saat membuka mata ia tak menemukan sang eomma.

Jungmin berjalan keluar kamar menuju dapur, namun ia kaget melihat seseorang sedang duduk di meja makan dengan keadaan gelisah.

"Eomma?"

"Kau...kau jungmin??"

"Eommaku mana?"

"Ah... eomma, eomma sedang pergi sebentar bersama appa jungminahh.. jjah duduk bersamaku"

Yoongi menghampiri jungmin yg masih terlihat bingung seakan bertanya siapa orang ini? Apa yg di lakukannya disini?Dimana appa dan eommanya? Namun jungmin ikut duduk bersama orang tersebut.

"Aku Yoongi"

"Nde? Lalu?"

"Ummm aku teman appamu"

"Teman? Apa kau yg akan menggantikan posisi eommaku?"

DEG!

Jantung Yoongi berdegup kencang, ia tak menyangka anak kecil itu bisa mengucapkan kata-kata yg membuat hatinya pilu. Yoongi belum tahu saja jika jungmin adalah anak yg memiliki pemikiran seperti orang dewasa

"Mak.. maksudmu ??"

"Jungmin melihatmu waktu di pesta itu"

"Ahh... begitu rupanya, apa kau ingin berteman dengan ku jungminah?"

"Tidak. Kau sudah mencuri appaku dari eomma, jangan harap kau bisa mencuriku juga dari eomma"

Lagi. Kata-kata yg di ucapkan jungmin telak membuat yoongi semakin tersudut bahkan menyesakan dadanya, yoongi tak lebih dari seorang penghancur didalam kehidupan keluarga Jeon.

"Jungmin permisi dulu"

"Apa kau tidak lapar jungminah?? Aku sudah membuatkan sarapan"

"Terima kasih untuk makanannya"

Jungmin membuka pintu kulkas dan mengambil beberapa buahan serta roti tawar dan juga selai, tangan mungilnya membawa makanan tersebut menuju kamar dan menunduk hormat kepada yoongi menandakan ia masih menghargai yoongi sebagai orang yg lebih tua darinya.

★★★★★★★★

Tiga jam sudah tubuh jimin terbaring di ranjang Rs, setelah mendapatkan perawatan di ruang ICU sekarang tubuh jimin lebih membaik, selang infus yg menancap di kulit mulusnya menandakan jimin kekurangan cairan dan tingkat stressnya begitu tinggi seperti yg dokter katakan.

Jimin menanggung beban berat dan ia menahan beban tersebut yg berakibat fatal, beban pikiran yg di tanggung jimin sudah merusak dirinya sendiri, ia memang bisa mengontrol emosinya tapi itulah yg lebih menakutkan karena ia tidak bisa meluapkan emosinya secara baik.

Jimin membuka matanya yg terasa berat serta kepalanya yg masih merasa pusing, ia mencoba mencari kesadaran untuk mengetahui dimana ia berada saat ini. Jungkook duduk di sebelah jimin yg senantiasa menggenggam erat tangan sang istri.

"Jungkook? Kenapa aku disini?"

"Sayang, kau sudah sadar? Apa ada yg sakit?"

"Sakit? Perutku?? Ahh anakku, anakku bagaimana kook??" Jimin mengusap perut datarnya

"Jiminah... sayang, kenapa kau menutupinya dariku?"

"Anaku bagaimana?? Hiks apa yg terjadi kook-ah" air mata jimin mulai bertumpahan

"Sayang, apa kau begitu membenciku? Kenapa kau tak mengatakan kehamilanmu jiminah??"

"Hiks anakku bagaimanaaa??? Katakan!!"

Maaf sayang, aku selalu menyakitimu... anak kita sudah berada di surga"

"Andwe... tidak mungkin ahh jebbal hiks dokterrr... tolong... dokterrr!!!"

Jimin menangis tersedu sambil terus meremas perutnya, didalam perutnya ada adik jungmin yg baru berusia 2 bulan dan sekarang janin itu telah menghilang, hantaman kuat akibat jatuh dari tangga membuat jimin mengalami keguguran.

Jimin menangis pilu meratapi nasibnya yg seakan dikutuk oleh sang pencipta, ia merasa bersalah dan sangat menyesal karena tidak bisa menjaga calon bayinya. Jungkook merasakan sakit begitu dalam melihat keadaan jimin dan mendengar tangisan berat jimin.

Jungkook merasa gagal menjadi suami bagi jimin, selama 2 bulan ini dia tak menyadari tingkah laku jimin yg mengalami morning sick dan berkata ia mual, jungkook mengabaikan itu dan menyuruh jimin berobat kedokter. Ternyata penyesalan memang selalu datang disaat semua telah berantakan.

"Maafkan aku sayang"

"Aku membencimu jungkook-ah. Pergi!! Pergi dari hadapanku!!!"

Jungkook meninggalkan ruang inap jimin, saat ini jimin memang membutuhkan ketenangan diri, jungkook mengalah dan pergi meninggalkan jimin, tidak ia tidak benar-benar pergi. Jungkook hanya berdiri di depan pintu menatapi punggung istrinya yg bergetar hebat dan menangis terisak. Jungkook memukul kepalanya berkali-kali

"Kau bodoh jungkook-ah!!!!!!!" Ia bermonolog dengan diri sendiri.

Jimin mengusap dadanya yg terasa sangat mencekat, harusnya dia bisa menjaga calon bayinya tapi apa seharusnya ia bisa menahan diri dan bersikap lebih ekstra untuk dirinya sendiri.

"Anakku, hiks maafkan eomma tidak bisa menjagamu dengan baik hiks" ia terus meratapi penyesalannya.

Jungkook datang kembali, ia tidak bisa meninggalkan jimin sendirian, jungkook menaiki ranjang Rs dan memeluk tubuh jimin dari belakang, saat ini jimin membutuhkannya.

Jungkook ikut terhanyut dengan suasana kesedihan yg tercipta, jimin tak menolak pelukan sang suami karena saat ini ia tak memiliki banyak tenaga untuk berdebat dengan suami bodohnya itu.

"Maafkan aku sayang" jungkook sudah menitikan air matanya sedari tadi

"Kau jahat kook"

"Iya sayang kau bisa menyiksaku"

"Aku mau berpisah kook"

"Jangan katakan itu lagi, kenapa kau menutupi kehamilanmu dariku sayang?"

"Menutupi? Hiks Aku akan memberitahu mu pagi itu, hiks aku juga baru menyadari kalau aku hamil tapi disaat aku merasakan kebahagian kau malah menghancurkannnya kook hiks, kau menyebarkan berita scandalmu di semua media hiks. Aku sudah melupakan kebahagian yg ada di dalam perutku sementara kau juga sudah membuat kebahagian di perut orang lain hiks"

"Jiminah... kata-katamu sangat menyakitiku sayang"

"Tak ada hiks yg lebih menyakitkan dari semua kelakuanmu kepadaku kook-ah hiks"

Perbincangan itu berakhir dengan suara tangisan tanpa henti, jika sudah seperti ini maka yg dapat di lakukan hanya mengambil hikmahnya, mereka memang kehilangan calon adik bagi jungmin tapi mereka tidak menghilang dari kehidupan juga.

To Be Cont...

QaraTanjung

avataravatar
Next chapter