1 Chapter 1 : Rumah Pondok Indah Mertua

"Maya! kamu ini bagaimana sih, sudah jam berapa ini, kamu masih enak-enakan tidur, suami mu saja sudah mau berangkat kerja. Apa kamu nggak mau siapin sarapan hah?! apa kamu mau suami kamu makan siang diluar? nggak hemat sekali sih kamu ini..., aduh..., untung saja ada ibu disini bisa kontrol kalian. Mau jadi apa rumah tangga ini..."

Begitulah perkataan yang selalu di dengar Maya setiap pagi dirumah. Dia selalu mendapat tausiyah yang berdurasi sangat panjang dari ibu mertuanya itu. Mungkin telinganya sudah terbiasa mendengar semua perkataan yang dilontarkan sang mertua, tapi tidak dengan hatinya. Maya selalu saja merasa sakit dan terus menahan air mata agar terlihat tegar di depan suaminya Haris. Senyuman yang ia tunjukkan pada Haris adalah senyuman palsu setiap kali suaminya selalu mengatakan untuk bersabar menghadapi ibunya.

"Kamu jangan lupa makan ya? aku berangkat kerja dulu." ucap Harus berpamitan pada Maya sembari mengecup kening istrinya.

Maya mengantar Haris ke depan sampai suaminya benar-benar sudah pergi. Maya kembali kedalam rumah, sang ibu mertua masih melanjutkan tausiyahnya yang belum usai. Maya mendengus kesal namun dia tidak dapat membela diri, dia tak dapat berbuat apapun meski dia ingin. Baginya kini dia adalah bagian dari keluarga Haris. Menikah dengan Haris juga menikah dengan keluarganya, mau bagaimanapun mereka, Maya tetap harus bisa lapang dada menerima perlakuan yang ia dapat dari ibu mertuanya sekalipun.

"Sini kamu! ibu mau bicara." panggil nyonya Hartini ibu Mertua Maya yang tengah duduk di kursi tamu. Maya lalu duduk di kursi depan ibu mertuanya itu dan mendengarkan apa yang akan mertuanya itu katakan.

"Jangan malas jadi istri, kamu ini sudah menikah dengan Haris satu bulan, masa iya kamu masih belum bisa adaptasi dirumah ini. Apa kamu mau saya setiap pagi harus teriak-teriak bangunin kamu diatas?!" ucap sang Mertua.

"Maaf Bu, tapi saya tadi sedang setrika baju Mas Haris, karena Mas Haris minta baju yang baru saya cuci kemarin karena kebetulan..."

belum sempat Maya melanjutkan perkataannya, sang ibu mertua sudah buru-buru menyela.

"Ah, itu hanya alasan kamu saja. Sudahlah, saya cepek, sekarang buatkan saya teh hangat di dapur, dan ingat gula nya setengah sendok saja jangan banyak-banyak. Saya nggak mau kena penyakit gula." perintah sang mertua lagi sembari memberi peringatan.

"Baik Bu sebentar." sahut Maya bergegas pergi ke dapur.

Di dapur tangis Maya sudah ingin pecah, tapi ia menahan lagi dan berusaha mengalihkan perhatiannya agar lupa dengan apa yang ia rasakan. Setelah selesai, Maya memberikan teh yang diminta sang mertua.

"Silahkan Bu, ini teh nya." ucap Maya dengan sopan.

Ibu mertua nya mengambil teh dari meja dan meneguknya perlahan, dirasakannya sebentar, Maya sudah sedikit khawatir, takut kalau tidak sesuai dengan yang diinginkan mertuanya itu.

Namun ternyata sang mertua tidak protes apapun, artinya teh yang diminta sudah sesuai, dan itu membuat Maya lega.

***

Sore menjelang Maghrib, Haris sudah tiba dirumah, Maya sendiri sudah selesai berdandan agar terlihat cantik saat menyambut suaminya pulang kerja. Maya juga sudah merapikan kamar tidur serta menyiapkan semua baju Haris untuk berganti setelah mandi.

"Hai sayang, kamu sudah cantik sekali." puji Haris pada istrinya.

" Kamu bisa aja sih Mas, gimana di kantor? lancar?" tanya Maya sambil membawakan tas suaminya ke kamar.

"Alhamdulillah lancar May, cuma ya biasalah anak baru suka bikin ulah, ada kesalahan sedikit di kantor, tapi tidak terlalu serius. Untungnya masih bisa di handle." cerita Haris pada istrinya itu seraya merebahkan diri ketempat tidur dan menaruh kepalanya tepat di pangkuan istrinya. "Kamu sendiri bagaimana dirumah? apa ibu masih ngomel sama kamu?" tanya Haris lagi.

"Ya begitulah Mas," jawab Maya lirih seraya memijat pundak sang suami tercinta.

"Kamu yang sabar, ibu kan memang seperti itu, kita yang mudah, harus lebih banyak sabar menghadapi sikap beliau. Kamu ngerti kan?"

"Iya Mas, aku ngerti. Oh ya Mas, kapan kira-kira kita pindah dari sini? bukannya aku nggak mau tinggal disini, tapi aku ingin kita rumah tangga dengan cara kita sendiri, pengen mandiri Mas tahu kan maksud aku."

"Sabar, sebenarnya aku sudah ada pandangan buat kita beli rumah dimana, cuma masalahnya, tabungan Mas kan masih belum cukup untuk membeli semua perlengkapan rumah, nggak mungkin kan kita pindah tapi nggak punya apa-apa dirumah? emangnya kamu mau tidur alas tikar doang?" goda Haris.

"Kamu ini Mas ada-ada saja. Aku nggak minta rumah besar kok, yang penting kita bisa sama-sama ngejalanin rumah tangga kita . Kenapa kita nggak coba ngontrak dulu sih Mas? kan sambil nunggu ada tambahan rejeki baru deh kita pindah." terang Maya pada suaminya.

"Nggak deh May, itu lebih boros kalau kata Ibu, dulu aku sudah pernah bilang sama ibu pengen kontrak dulu setelah kita menikah, tapi ibu bilang, daripada uang nya buat kontrak, mending ditabung, untuk sementara kita tinggal disini. Aku pikir itu ide yang bagus."

Mendengar penjelasan suaminya Maya hanya bisa pasrah menerima. Tidak mungkin juga Maya memaksakan kehendaknya sendiri yang justru akan membuat suaminya terbebani. Andai saja dirinya masih bekerja, mungkin dirinya tidak akan mengalami pilihan yang sulit, sayangnya dia sudah resign dari tempatnya bekerja selama lima tahun karena Haris melarangnya untuk bekerja. Demi ingin menjadi istri yang patuh, Maya mengikuti keinginan suaminya itu.

Maya tidak tahu jika setelah menikah dirinya akan tinggal satu atap dengan sang mertua, karena sedari awal komitmen antara Maya dan Haris, mereka akan tinggal sendiri. Tabungan Maya sebenarnya sudah cukup untuk membeli rumah Meskipun tidak terlalu besar, tapi Haris tidak mau, dia merasa punya tanggung jawab atas diri Maya, Haris meminta uang Maya untuk disimpan sendiri dan tidak mengijinkan Maya untuk menggunakan uang nya untuk keperluan rumah tangga. Maya mengikuti keinginan suaminya itu, Maya memang bukan perempuan yang terlalu Sholehah, tapi dia berusaha untuk menjalankan ibadah terpanjang dalam hidupnya dengan mengabaikan diri kepada suaminya Haris. Apalagi Ibu Maya sendiri sudah berpesan agar menjadi istri yang baik untuk suami dan menjadi menantu yang baik bagi orang tua suaminya kelak setelah ia menikah. Dan benar saja, setelah resmi dipersunting oleh Haris Pratama yang merupakan laki-laki pilihan nya sendiri sejak lima tahun lalu, Maya menjadi perempuan yang patuh dan taat menjalankan kodratnya sebagai seorang istri dan menantu. Meski banyak hambatan, ia mau belajar. Dia juga rela mengorbankan kesenangannya berkumpul bersama teman-teman yang dulu selalu menjadi bagian dari hidupnya demi mengurus semua keperluan rumah tangga. Padahal, teman Maya yang sudah menikah masih bisa merasakan berkumpul dengan teman-teman. Tapi itu tidak berlaku bagi Maya.

Padahal Haris tidak pernah melarang juga, tapi Maya tahu jika sang Mertua tidaklah suka dan mengijinkan dirinya pergi. Maya tahu semua akan beresiko tinggi baginya.

avataravatar