26 Pahlawanku

Kaisar sedang menikmati perjalanannya menuju ke tempat kerja saat ia melihat kemacetan panjang terjadi. Dari dalam bis pemuda itu menengok ke luar jendela untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi?

"Eh? Cia?" Kaisar melihat Felicia menangis semakin keras, terisak-isak dan membuat semua gerombolan di sana semakin kesal. Ternyata penyebab kemacetan itu adalah mobil antiknya mogok di tengah jalan. Yah, itu yang Kaisar tahu, ia tak tahu kalau sebelumnya Felicia bertemu dengan sang mantan brengsek yang berselingkuh dengan adiknya sendiri.

"Berhenti, Pak!" Kaisar nekat meloncat turun dari dalam bus padahal bus belum menemukan halte untuk berhenti.

Kaisar lekas berlari menuju ke TKP, tempat Felicia menangis dengan keras. Beberapa orang terlihat memakinya penuh amarah. Membentak-bentak Felicia tanpa ragu karena menyebabkan mereka terlambat.

"Malah nangis sih!! Cepat panggil dereknya!!" Bentaknya, ia menggebrak mobil Felicia dengan keras sampai gadis itu berjengit ketakutan.

"Cepat hubungi!!" Seorang pria lain mencekal pergelangan tangan Felicia sampai ia mengeryit kesakitan. Kaisar yang melihatnya tidak terima. Ia langsung mencekal pergelangan tangan pria itu sampai ia mengeryit kesakitan dan lekas melepaskan genggamannya.

Felicia menengadah melihat ke atas, siapa yang menolongnya. Kaisar pun melirik tajam ke arahnya. Kaisar kesal, kenapa semua wanita begitu mudah memangis?! Kenapa mereka sangat cengeng?!

"Kaisar...." Felicia memanggil nama Kaisar lirih. Ia tak pernah menyangka bahwa lagi-lagi, Kaisar datang untuk menyelamatkannya. Bukankah ini ke dua kalinya Kaisar menyelamatkannya?

"Kenapa sih, lo itu suka banget menangis?" kaisar berdecak, lagi-lagi mata bulat indah itu berair dan membuatnya terpesona. Membuatnya menjadi iba dan ingin melindunginya.

"Hiks ... maaf." Felicia menunduk malu.

"Lupakan maafnya, ada hal yang harus kita bereskan. Kemarikan ponselnya." Kaisar menyahut ponsel Felicia dan menghubungi jasa mobil derek. Sementara menunggu mobil derek datang Kaisar akan mengarahkan lalu lintas supaya lancar kembali.

"Maafkan kami, Pak, Bu. Mari saya bantu mengarahkan lalu lintas. Kalau begini terus kemacetan akan semakin panjang." Kaisar merendahkan dirinya meminta maaf atas nama Felicia agar masalah itu cepat selesai.

"Dasar menyebalkan." Semua kerumunan kembali ke mobil masing-masing.

Kaisar melemparkan tas ranselnya masuk ke dalam mobil Felicia. Ia bergegas pergi ke tengah jalan dan memberikan aba-aba, mencarikan jalan pada pengguna jalan di sisi kanan supaya bisa kembali ke tengah. Meskipun awalnya masih padat merayap, perlahan-lahan jalanan menjadi kembali lancar.

Felicia terduduk malu di pinggir jalan sembari melihat pahlawannya mengarahkan tangan sebagai aba-aba tanda maju maupun stop, mengarahakan mobil-mobil agar melaju dengan benar dan tak saling berebut sehingga lalu lintas kembali lancar..

Tak lama, mobil derek datang untuk mengangkut mobil bobrok Felicia. Kaisar berdiri di depan Felicia yang masih berjongkok mengenaskan di pinggir jalan. Gairahnya seakan memudar bersamaan dengan cintanya yang menghilang. Felicia bahkan sudah enggan untuk mengurus mobil kesayangannya itu. Hatinya terlalu fokus pada Reyhan dan pengkhianatannya.

"Berdiri, mau sampai kapan elo duduk dan nangis kayak orang bodoh di sini?" Kaisar mengulurkan tangannya. Felicia menengadah, ia bisa melihat siluet wajah tampan Kaisar yang penuh keringat, kulit coklatnya semakin eksotis karena terbakar matahari pagi.

"Hiks ...." Felicia terharu.

"Pegang tangan gue! Kita pergi! Kalau elo nggak mau, gue bakalan gendong elo ke mobil." Ancaman Kaisar membuat Felicia langsung meraih tangannya. Wajahnya memerah saat merasakan genggaman tangan Kaisar yang hangat.

Felicia masuk ke dalam mobil, Kaisar duduk di bangku pengemudi. Mereka berdua hanya diam sepanjang perjalanan sampai mobil derek membawa keduanya tiba di bengkel milik dinas perhubungan.

"Gue turun dulu, elo tunggu di sini." Pinta Kaisar, Felicia hanya diam menurut.

Kaisar mengurus semuanya, mulai dari surat menyurat sampai proses pembetulan mobil. Wajahnya terlihat tampan saat serius berbincang. Ia juga terlihat mengenal beberapa orang petugas yang ada di sana. Kaisar sungguh pria yang bisa di andalkan.

"Ini minum. Dari tadi lo nangis terus, pasti hauskan?" Kaisar menyerahkan sebotol minuman dingin pada Felicia. Ia juga membuka sebuah perban kompres dingin dan melilitkannya pada pergelangan tangan Felicia yang memerah. Sebagai petinju yang sering menggunakan kepalan tangan, Kaisar tahu pertolongan pertama apa yang ia butuhkan bila ada nyeri setelah bertanding.

Felicia berjengit saat Kaisar menyentuh tangannya, namun sesaat kemudian ia memilih untuk pasrah. Genggaman itulah yang ia butuhkan saat ini. Karena rasanya sangat hangat.

"Kenapa menangis di tengah jalan? Kenapa membiarkan pria itu menyentuhmu? Lihat tangannya sampai merah? Bagaimana kalau besok jadi bengkak? Bukannya lo pengen jadi dokter bedah?? Pergelangan tangan dan jemari sangat pentingkan bagi seorang dokter bedah?" tanya Kaisar dengan ketus.

"Bagaimana lo tahu gue pengen jadi dokter bedah?" Felicia menengadah, pandangan mereka bertemu. Mata bulatnya terlihat heran karena Kaisar tahu cita-citanya.

"Gue lihat lo pas belajar di rumah Pak Reyhan. Buku kedokteran tentang bedah 'kan?"

"Wah, diem-diem lo ngamatin gue ya?" Felicia berdecih, tapi tersenyum juga.

"Geer." Kaisar menyelomotkan botol dingin pada pipi Felicia. Membuat gadis itu meringis karena tersentak oleh rasa dingin.

"Apaan sih?"

"Biar lo nggak sedih lagi." Kaisar duduk di samping Felicia. Ia mengambil ponsel Felicia yang sembari tadi ada di sakunya. Kaisar membuka kunci ponsel dengan sensor wajah Felicia, lalu mengetik nomor ponselnya.

"Itu nomor gue." Kaisar mengembalikan ponsel Felicia ke tangannya.

"Eh?"

"Hubungi gue kalau elo ada masalah. Dan … jangan nangis di tengah jalan lagi. Gue nggak suka."

"Kenapa lo gak suka? Kan gue yang nangis?" tandas Felicia bingung.

Wajah Kaisar menghangat, kenapa ya ia nggak suka melihat Felicia menangis? Apa karena tak ingin membagi wajah cantiknya saat menangis dengan orang lain? Dasar Kaisar, apa dia sudah gila?

"Pokoknya jangan menangis lagi kalau enggak ada gue." Pinta Kaisar dengan posesif.

"Hlah??" Felicia mencelos bingung.

"Gue pergi, gue harus kerja. Jangan lupa telepon gue kalau butuh sesuatu. Dan satu hal lagi …" Kaisar mengambil jeda napas panjang sebelum mendekatkan wajahnya ke wajah Felicia. Gadis itu sontak mundur ke belakang. Ia tak berani menatap bola mata Kaisar yang hitam dan indah itu.

"A … apa?" tanya Felicia gelagapan.

Jantung Felicia berdebar-debar tak karuan. Ia merasa sekujur tubuhnya panas dingin saat hembusan napas Kaisar tak sengaja menerpa dahinya. Wajah Felicia merona bak buah delima, merah sekali. Sepersekian menit yang penuh ketegangan bagi Felicia sampai ia kesusahan menelan ludahnya.

Tapi ternyata, Kaisar cuma mau ngomong …

"Kayaknya kaca mata elo pecah deh!" Kaisar mengamati kaca mata Felicia dan menujuk sisi yang retak, Felicia tercekat, ternyata …

[argh!!! Sialan, ternyata cuma lihatin kaca mata!! Padahal jantung gue udah hampir meloncat dari tempatnya.] Eh, memangnya Felicia berharap apa ya?? Dicium sama Abang Kaisar? Hehe …

—******—

avataravatar
Next chapter