webnovel

Mobil Kesayangan

"Jadi bagaimana? Jadi menginap di rumahku?" tanya Jessca.

Felicia mengangguk, tak ada tempat lain untuknya berteduh. Siapa bilang? Masih ada hotel. Tapi Felicia pasti akan menjerit histeris dan depresi saat ia bengong seorang diri. Ia tak mau menghabiskan waktu senggangnya dengan melamun dan menangis seperti orang gila.

"Oke! Bayaran menginap di sini tentu saja beres-beres!" Jessca terlihat happy, akhirnya ia punya asisten rumah tangga yang bisa membantunya mengurus apartemen mungilnya.

"Payah!" gerutu Felicia tak bisa mengelak.

"Ya udah, gue mandi dulu. Gue mau ke kampus. Nyelesaiin kuliah yang enggak kelar-kelar." Jessca merenggangkan tubuhnya sembari berjalan menuju ke kamar mandi.

"Dasar mahasiswi abadi. Mending elo cari ijabsah aja dari pada ijasah!" Goda Felicia.

"Huft ... Kalau bukan karena permintaan terakhir papa lihat gue wisuda, gue juga males kali, Cia, lanjutin kuliah." Jessca melucuti satu persatu pakaiannya di sepanjang perjalanan ke kamar mandi.

"Jorok! Ga punya malu!" Keritik Felicia.

"Napa? Dari kecil juga kita udah sering mandi bareng. Gue juga dulu suka pegang punya lo pas kita SMA." Jessca ngakak.

"Ck, heran gue kok bisa betah sahabatan sama elo?! Bobrok banget."

"Yang bobrok tu mobil elo kali, Cia, bukan moral gue." Jessca mulai mengguyur tubuhnya dengan air dan mulai mandi.

"Hlah, gue jadi inget, mobil gue hari ini keluar dari bengkel. Gue ikut lo jalan sekalian ke kampus ya? Ntar turunin gue di bengkel." Felicia berdiri di bingkai pintu kamar mandi, tangannya masih memeluk semua pakaian kotor Jessca.

"Oke, siap, Bun!!" Jessca membentuk O dengan jemarinya.

Felicia bergeleng dan mulai membereskan seisi apartemen mungil Jessca. Hanya aprtemen studio, tidak besar, jadi tak perlu waktu lama untuk membereskannya. Hanya saja, semua perlengkapan dan sabun habis.

"Detergen habis, sabun cuci piring habis, pembersih kaca habis, terus gue bersih-bersih pakai apa, Bossque?"

"Hehehe ... sory, sory, gue belum sempat belanja bulanan. Maklum job dance gue akhir-akhir ini padat banget." Jessca menjawab sembari mematut diri di depan kaca. Seperti biasa, gadis itu mesti terlihat cetar membahana badai ulala. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki haruslah serasi, wig, pakaian, sepatu, dan tas terlihat senada.

Felicia mengamati sahabatnya itu, meski baginya terlihat norak karena warna-warna cerah yang dipakai Jessca, tetap saja Felicia harus mengakui kalau Jessca begitu pandai bersolek. Make upnya sempurna, caranya menata rambut dan juga merawat tubuh pun tidak sembarangan.

Felicia membandingan penampilannya dengan Jessca, benar-benar bagaikan bumi dan langit.

"Kok gue nggak pernah sadar ya kalau elo itu pinter dandan?" Felicia mendengus, harusnya dari dulu ia minta Jessca mengajarinya berdandan jadi Reyhan tak menganggapnya itik buruk rupa yang tak bisa mengurus diri.

"Yaiyalah, gue dancer gitu hlo. Nggak dandan ga ada yang nyawer! Lagian elo temenan dari orok juga masa baru nyadar sekarang kalau gue suka banget dandan?" Jessca mencibir ucapan Felicia sembari mengoleskan lip gloss dan meratakannya dengan ujung jari manis. "Elo kebanyakan baca buku sih, di otak elo cuma ada gimana caranya menjadi dokter yang kompeten. Kutu buku sejati yang pernah gue temui. Teman paling membosankan."

"Sialan, trus ngapain temenan ama gue?!"

"Karena cuma elo yang nggak pernah bohong atau pun manis di depan tapi di belakang nusuk gue, Cia. Dari orok elo begitu, gue suka sikap jujur lo." Jessca memakai sepatunya.

"Cih," decih Felicia sembari tersenyum senang. Jessca juga sama, meski centil ia tak suka mencampuri urusan orang lain. Sikapnya yang selalu optimis, ceria, ringan tangan, dan rame bikin Felicia betah sahabatan sama si lucknut ini sejak dari orok. Detik ini pun, berkat kecerewetan dan sikapnya yang bobrok, Felicia berhasil melupakan sejenak masalahnya dengan Reyhan dan juga Kaisar.

"Nggak usah senyam-senyum kayak orang bodoh! Ayo gue anterin ke bengkel." Jessca menyahut tas dan juga kunci mobil. Felicia mengekor di belakang.

"Jangan lupa beliin belajaan bulanan gue ya!" Pinta Felicia saat di dalam mobil.

"Uangnya?"

"Pake duit elo dulu ya, nanti gue tukerin kalau jobnya kelar." Jessca terkikih dan disambut cubitan Felicia pada pinggangnya.

"Dasar pelit."

"Hahaha."

.

.

.

"Bye, Cinta!! Jangan lupa nanti malam kita bobo bareng, ya!" Jessca melambaikan tangan dari jendela mobil pada Felicia saat mereka berhenti di bengkel.

"Heh! Jangan bikin orang lain salah paham!!!" Felicia melotot galak pada sahabatnya. Jessca memang tidak bohong, Felicia memang akan menginap. Tapi nggak perlulah di ucapin dengan nada centil, bikin para montir yang menguping jadi mikir yang enggak-enggak kan tentang mereka.

Sepeninggalan Jessca, Felicia mengambil mobil kesayangannya dari bengkel. Mobil sedan lawas warna putih. Keluaran tiga puluh tahun lalu, umur mobil itu dan Felicia saja jauh lebih tua mobilnya.

"Kenapa nggak ganti mobil saja sih, Neng? Dari pada keluar masuk bengkel terus? Sparepart mobilnya juga sudah nggak ada yang jual. Kalau sampai mogok di tengah jalan lagi bagaimana?" Abang montir menasehati Felicia. Felicia hanya diam. Benar kata si Abang, tapi Felicia sungguh tak rela mobil yang erat hubungannya dengan sang Mama itu menghilang.

"Iya, Bang. Nanti saya pertimbangin. Makasih ya, Bang. Ini bayarannya." Felicia membayar sejumlah uang sesuai dengan nota kesepakatan di awal. Sungguh sebenarnya biaya perawatan mobil ini juga tidak lah murah. Semua orang sudah menyarankan Felicia untuk mengganti mobil, tapi gadis ini kekeuh tak mau meninggalkan mobilnya.

Felicia masuk ke dalam mobil dan memutar kunci. Mesin mobil mulai menderu, gadis ini terlihat kembali sumringah karema mobilnya menyala. "Jangan ngambek lagi, ya." Felicia mengelus-elus setir kendali sebelum menginjak gas untuk menuju ke supermarket terdekat. Belanja kebutuhan harian, beberapa potong baju, dan juga bahan masakan untuk makan malam.

— ***** —

Sementara itu, Kaisar juga baru saja kembali dari dokter hewan karena teman ranjangnya terus menerus muntah. Kaisar panik dan membawa Gadis ke klinik hewan terdekat. Ga mungkin kan si Gadis hamil.

"Anjing juga bisa stress kalau ditinggal terus, mungkin dia kena radang lambung karena stress." Dokter mengelus anjing putih berwajah unyu.

"Akhir-akhir ini saya memang sering meninggalkannya sendiri di rumah, Dok. Maaf, Gadis, aku kurang memperhatikanmu." Kaisar mengelus leher Gadis sampai terlihat keenakan.

"Sementara ini kasih dia makanan yang lembut-lembut dulu. Kalau mau gampang bisa bubur bayi yang tinggal seduh dengan air itu. Kasih makan menggunakan pipet." Dokter menyarankan Kaisar mencari bubur bayi yang banyak di jual di supermarket-supermarket.

"Baik, Dok."

"Gadis bisa tinggal di sini sampai infusnya habis. Setelah itu kamu bisa membawanya pulang." Dokter meninggalkan Kaisar.

"Tunggu di sini, Girl! Aku akan pergi sebentar untuk membelikanmu bubur bayi. Setelah itu aku akan menjemputmu, OK." Kaisar mengelus kepala Gadis manis itu dan bergegas pergi ke supermarket.

Di supermarket yang sama dengan supermarket tempat Felicia mencari bahan makanannya. Felicia mendorong kereta belajaan yang telah penuh terisi oleh sabun-sabun dan juga perlengkapan mandi. Kini saatnya beralih pada bagian bahan makanan.

"Masak apa ya?? Tumis kangkung dan juga udang goreng kayaknya enak? Atau gurame goreng? Atau sayur asam dan ikan pindang, pakai sambal terasi yang pedas? Ya, Tuhan aku ngiler." Felicia bergumam tiap kali ia menggeser trolinya dan menengok ke arah bahan-bahan segar.

Tanpa sadar Felicia menabrak seseorang. "Ma … maaf, nggak sengaja!" Felicia meminta maaf, masih dengan menundukan kepala, ia melihat tatto kalajengking di kaki pria itu.

[Kaisar??] batin Felicia syok!

—*****—

Next chapter