27 Make Over, Yuk!

Felicia kembali ke apartemen Jessca. Dengan kesal ia membanting tubuhnya ke atas ranjang empuk tempat di mana ia biasa menghabiskan malam selama menumpang bak parasit di apartemen mungil itu.

"Napa? Galau lagi?" Jessca yang masih sibuk berdandan melirik sekilas ke arah sahabatnya.

"Hoo, gue galau, ketemu Reyhan di jalan sama Fiona, terus gue malah nangis sesunggukkan kayak orang bodoh. Gue kira gue bakalan kuat, bakalan setrong kayak tiang listrik. Puft ... nyatanya hati gue masih belum siap, Jess." Felicia melihat langit-langit ruangan, melihat lampu yang sudah berpendar meski hari masih siang, mungkin karena di luar mendung. Tak ada sinar yang masuk ke dalam jendela apartemen.

"Yah, mungkin elo mesti ngemil semen dulu biar kuat." Jessca tertawa terbahak-bahak dengan candaannya. Tapi Felicia hanya menyengir sumbang seakan tak ada keinginan untuk bercanda lagi.

"Sorry, Beb. Candaan gue kebablasan, ya?" Jessca berhenti memasang anting dan mendekati Felicia.

"Enggak kok. Candaan lo meski basi juga gue nggak akan marah. Gue hanya lagi mikirin sesuatu." Felicia memutar tubuhnya ke samping kanan dan berhadapan dengan Jessca.

"Heung?"

"Kaisar yang nolongin gue tadi," tukas Felicia, ia melihat kompres dingin di pergelangan tangannya yang tadinya memerah.

"What? Again?" Jessca mendelik tak percaya, "Wah, sumpah!! Kalian emang jodoh!" Jessca bergeleng setengah tak percaya dengan apa yang ia dengar, kebetulan sampai tiga kali. Berturut-turut lagi.

"Jodoh apaan? Gue malah takut kalau Kaisar ternyata penguntit. Gimana ya kalau ternyata dia nguntiti gue?" Felicia berandai.

"Mana mungkin!! Gue yakin banget ada jutaan cewek yang rela tidur sukarela dengan Kaisar. Jadi dia nggak akan mungkin nguntitin elo, Cia. Ih, kok elo jadi negatif thinking gitu sih?" cela Jessca, nggak kayak Felicia yang biasanya.

"Huft ... semenjak Reyhan berkhianat, gue jadi malas menilai orang dan menganggap mereka sama-sama tukang bohong kayak Reyhan. Gue kayak gak bisa percaya gitu aja sama orang kayak dulu lagi. Apa gue mulai kena penyakit jiwa, ya?" tutur Felicia, tatapannya kembali kosong ke langit-langit.

"Yah emang sih, namanya juga dikhianati. Mungkin elo butuh healing. Sana traveling, kali aja kali ini dapat jodoh yang nggak ghosting elo lagi." Jessca bangkit berdiri sembari cekikikan, entah kenapa dia bisa merangkai kata-kata dengan akiran -ing.

TING!! TING!! TING!!

Belum sempat Felicia menyahut ucapan sahabatnya, ponselnya sudah berdering. Menandakan banyaknya pesan masuk. Dari siapa? Tentu saja dari atasanya di rumah sakit.

[Cia! Kapan kamu masuk?]

[Belum jadi pegawai tetap, jangan kebanyakan cuti!]

[UGD kayak pasar, Dok. Kapan dokter masuk? Dokter yang lain pada ngomel.]

[Kalau besok kamu nggak masuk, saya cari ganti dokter lain!]

[Bla … bla … bla!]

Felicia melemparkan ponselnya malas menanggapi banyaknya pesan masuk. Felicia terlalu gila kerja sehingga banyak rekan sejawatnya yang bergantung pada Felicia. Felicia juga terus menerima begitu saja saat mereka minta gantian shift karena ingin libur di akir pekan. Kini, saat Felicia cuti dua hari saja mereka sudah ngomel tak karu-karuan. Kalau tahu begini, Felicia tak sudi melakukannya lagi. Apalagi setelah semua yang ia lakukan, Felicia justru kehilangan hal yang paling berharga dalam hidupnya.

"Berengsek! Dasar sampah!! Gue sumpahin kalian kena panu di sekujur tubuh bahkan sampai ke tit*t," umpat Felicia, Jessca melongo saat mendengarnya. Biasanya Felicia tak pernah mengumpat dan malah mengingatkan Jessca bila gadis itu keceplosan ngomong kotor. Tumben? Apa memang putus cinta membuat otaknya sedikit miring? Kepribadiannya berubah gitu!

"Cia, stop. Nggak ada gunanya elo marah dan kesal. Semuanya sudah berlalu!! Life must go on, Cia!! Emang dengan elo sumpah serapah semuanya akan balik lagi? Sekarang akui saja elo butuh kerjaan elo kalau emang lo mau cabut dari rumah." Jessca menghela napas panjang.

"Elo bener, Jess. Gue terlalu sensi belakangan ini. Ngeselin, minggu depan gue mens, mungkin gue lagi PMS, jadi emosi gue meledak-ledak! Apa lagi hidup gue udah hancur di tangan Reyhan dan Fiona." Felicia mengusap kasar wajahnya sampai ke belakang rambut. Jessca hanya bisa menatap sahabatnya dengan iba. No joke untuk menghibur Felicia, yang dibutuhin gadis itu saat ini mungkin hanya didengarkan.

"Gue mau ke mall, shopping cari assesoris buat perform dance gue besok. Elo mau ikut? Healing singkat biar lo nggak terlalu tegang kek gini." Tawaran Jessca langsung di sambut anggukan setuju oleh Felicia. Pasalnya kalau memang harus bekerja lagi, Felicia butuh kaca mata baru. Yang ini sudah pecah. Mungkin gara-gara jatuh pas Reyhan menendangnya dulu. Kalau ingat buat hati Felicia kesel.

"Gue ikut, mau ganti kaca mata."

"Buang aja kaca mata tebel elo, Cia. Pake soft lens. Gue ajari cara pakenya." Jessca tersenyum dan menyahut tas dari atas meja, ia langsung menarik tangan Felicia agar lekas bangkit.

"Gue nggak nyaman pake soft lens." Felicia mendengus.

"Awalnya doang! Lo bilang pengen cantik! Pengen belajar dandan! Ntar gue ajarin. Biar lo bisa balas dendam sama Reyhan dan bangkit supaya bisa menggaet pria lain yang jauh lebih kaya raya dan husbandable dari Reyhan. So?!" Jessca mengangkat bahu menunggu jawaban Felicia.

"Oke, I'll try," jawab Felicia setelah berpikir sesaat. Tak ada salahnya. Penampilan Felicia memang harus berubah, yup, untuk membuktikan pada Reyhan kalau dia berharga, maka dia harus memulainya dari menghargai dirinya sendiri.

"Good Girl!! Lets go!! We hunt make up and dress!!" Jessca merangkul punggung Felicia.

Keduanya mengarah ke mall untuk berbelanja. Make up, pakaian, sepatu, tas, dan bahkan assesoris. Time to be pretty, girl!

Felicia mencoba satu persatu pakaian yang disodorkan oleh Jessca. Bergaya di depan Jessca. Sesekali Jessca mengangguk dan memberikan jempol, namun sesekali ia memberikan gelengan kepala tanda tidak setuju. Dibandingkan gaya centil nan manja milik Jessca, sepertinya Felicia lebih cocok menggunakan gaya casual nan elegant. Mungkin karena rambutnya yang panjang dan ikal membuatnya terlihat anggun. Apalagi tubuh Felicia berisi di bagian dada dan bokong, mirip jam pasir, jadi terlihat cocok bila menggunakan dress atau rok ketat yang menonjolkan lekukan tubuhnya.

"Cukup!! Duit gue habis!! Tabungan gue bisa ludes kalau begini caranya!" Felicia sudah menenteng lebih dari dua puluh pepper bag dengan beragam warna dan ukuran.

"Habis ini elo buang lagi jauh-jauh kaos-kaos buntut elo dan juga sepatu kumal ini." Felicia menatap sepatunya begitu Jessca selesai bicara, Reyhan juga bilang sepatunya itu kumal dan sudah selayaknya dibuang ke tong sampah.

"Oke! Gue buang!" Felicia melemparkan sepatunya ke tong sampah dan menggantinya dengan sepatu yang baru saja ia beli. Jessca tersenyum puas dan menarik tangan sahabatnya itu.

"Hahaha, yuk kita nyalon. Potong rambut lo yang kayak tante Kunti itu." Jessca mendorong Felicia masuk ke sebuah salon, seumur-umur, Felicia cuma ke salon buat ngerapiin rambut. Dan modelnya juga cuma itu-itu aja, tak ada yang mengajarkannya cara styling rambut.

"Hair spa, terus styling rambutnya biar cocok di wajahnya yang lonjong, ya, Mas. Jangan lupa, kasih poni lempar ke samping buat nutupin jidatnya yang selebar lapangan bola ini." Jessca terkekeh, para pegawai salon juga ikutan terkekeh.

Waktu terasa begitu cepat mereka habiskan di dalam mall. Felicia selesai memotong rambut. Make over terakhirnya hari ini. Styling mengeblow rambutnya masuk ke dalam sehingga layer demi layer potongannya terlihat melengkapi wajah lonjong Felicia.

"Gimana?" tanya stylist itu.

Felicia menatap dirinya dari pantulan cermin salon. Ia mengusap wajahnya pelan-pelan. Sungguhkan ini dirinya? Sungguhkan ini gadis kolot yang diputuskan oleh kekasihnya karena penampilannya terlalu cupu dan kumal?

"Ngapain elo nangis, Ciaaaaa!!!" gerutu Jessca kesal.

"Gue cantik banget, Jessssscaaaa!!!" jawab Felicia tak kalah panjang.

********

avataravatar
Next chapter