40 Budak Kooperat

BRUG!!

Reyhan memukul meja kerjanya saat kembali ke kantor. Ucapan Sony membuatnya kesal. Meski pun ia mengaku hanya bercanda tetap saja Reyhan merasa sangat frustasi.

Lantas … Apa yang membuat Reyhan frustasi saat ini??

Felicia yang berubah menjadi cantik jelita bak seorang dewi pasca putus darinya?

Dirinya yang begitu mendamba tubuh indah gadis itu? Masih begitu penasaran dengan rasanya sehingga menjadi kesal tak bisa mendapatkannya?

Atau …

Ucapan Sony menyadarkan Reyhan bahwa ia masih mencintai Felicia?

"Sialan!! Kenapa denganku?!" Reyhan mengendurkan dasinya, hatinya mulai tidak tenang. Bayangan wajah mau pun lekukan tubuh Felicia yang seksi tak mau hilang dari benaknya.

********

.

.

.

Di tempat lain beberapa saat yang lalu.

"Terlambat sepuluh detik!" Hera melipat tangannya di depan dada saat melihat Felicia ngos-ngosan masuk ke dalam ruangannya.

"Hah … hah …" Felicia masih terus terengah, ia kehabisan oksigen, berlari dan juga tercekat di dalam lift membuat oksigen dalam paru-parunya menipis.

"Silahkan diminum." Sekertaris dengan postur tubuh jangkuk dan kaca mata bulat berrambut klimis mirip tokoh villian jahat dalam anime one piece membukakan sebotol air untuk Felicia.

"Te … terima kasih." Felicia mengambil botol dan menenggak isinya sampai habis. Hera masih mengamatinya dengan melipat tangan sebagai gestur tidak sabaran. Sudah satu minggu ia menahan diri untuk tidak bertanya pada Felicia perihal hubungannya dengan sang adik karena Alfendy melarangnya. Tapi ternyata Hera tidak sanggup lagi! Ia sangat penasaran setengah mati sampai hampir gila.

"Jadi apa hubunganmu dengan Kaisar??" tanya Hera begitu Felicia selesai minum.

Felicia hampir saja memuncratkan air yang ia minum saat nama Kaisar disebut.

"Dasar jorok!" Hera memberikan tisu. Felicia mengusap tetesan air yang memang sempat keluar sedikit.

Gluk! Tertelan juga ya Tuhan!! ;3

Setelah menghirup udara sebanyak mungkin dan menghela napasnya sepanjang mungkin. Felicia siap untuk menjawab.

"Tidak ada hubungan apa pun di antara kami, Presdir. Hanya saja dia pernah menjadi kuli bangunan yang bekerja di rumah saya … e … maksudku di rumah milik …" Felicia tak bisa mendeskripsikan hubungannya dengan Kaisar dan Reyhan di depan Hera. Argh!! Sungguh hubungan yang rumit! Bagaimana coba Felicia bisa mengatakan ia terjebak cinta satu malam dengan kuli bangunan setelah diputuskan secara sepihak oleh si pemilik rumah?? Harga diri, My man! Mau ditaruh di mana mukanya yang sudah cantik ini? Pantat? Dih …

"Milik …" Felicia masih tergagap, beruntung Hera menyahut kalimatnya.

"Apa??? Kuli bangunan?? Kaisarku??" Hera terduduk di kursinya.

Felicia menelan ludahnya, wajah Hera tampak sangat tidak bersahabat hanya karena tahu Felicia mempekerjakan Kaisar sebagai kuli bangunan. Gawat!! Kalau hal itu saja bisa membuatnya semarah ini. Apa wanita ini akan serius memecatnya kalau tahu Felicia pernah tidur dengan Kaisar?? Kalau iya. Hilang sudah cita-cita punya apartemen sendiri.

[Tidak, selama gue tutup mulut dia juga tak akan pernah tahu.] batin Felicia dag dig dug.

Jemarinya saling menggenggam erat, ia menggigit bibir bawahnya menahan rasa cemas karena Hera terlihat sangat marah. Bahkan atmosfir di dalam ruangan itu jauh lebih menegangkan dibandingkan saat ia membantu dokter spesialis mengoprasi pasien gawat darurat.

"Kapan terakhir kamu bertemu dengan Kaisar??" tanya Hera.

"Kapan, ya … hemp … ugh!!" Tiba-tiba sebuah serangan rasa mual membuat Felicia menahan mulutnya. Ia membungkam mulutnya dengan telapak tangan.

"Kenapa?" Hera terlihat panik dengan gelagat Felicia. Kulitnya yang memucat dan keringat dingin menandakan bahwa wanita itu tidak sedang bercanda.

Felicia bergeleng sebagai kode ia tidak baik-baik saja! Sungguh, ia sudah hampir muntah. Sudut mata Felicia menangkap toilet di dalam ruang kerja Hera. Ia langsung bergegas berlari masuk ke dalam toilet dan memuntahkan semuanya.

"Hoek!! Hoek!!" Suaranya masih terdengar dari luar meski Felicia sudah mengunci pintunya.

Alis Hera menyatu, pikirannya mulai melalang buana. Pikiranya semakin kacau saat melihat Felicia keluar dengan wajah penuh keringat dingin dan juga bibir yang pucat. Sepertinya lipstik warna rosy pink nya terhapus saat membersihkan mulut tadi.

"Sebenarnya sudah sejauh mana hubunganmu dengan Kaisarku??" tanya Hera.

Gluk!

Sejauh mana?

Nggak jauh-jauh amat kok Kakak!! Cuma pernah tidur bersama dan merengguh kenikmatan bersama entah berapa puluh kali dalam semalam. Tapi … bukan itu yang keluar dari bibir Felicia melainkan …

"Sumpah, saya nggak ada hubungan apa pun dengan kekasih, Anda. Kemarin cuma nggak sengaja bertemu dan dia mengantar saya kemari."

[Eh … kekasih?? Oh!! Jadi dokter ini menganggap aku kekasih Si Konyil! Ahahaha … lucu juga gadis ini.] Hera tertawa dalam hatinya.

"Terus kenapa muntah?" (Reaksi umum wanita hamil.)

"Anda menyuruh saya berlari dari Gedung sayap Kiri ke sayap kanan! Saya pasti terlalu lelah sampai eneg dan ingin muntah!" Felicia menduga bahwa rasa mualnya adalah akibat rasa lelah dan meminum banyak air setelah berlari, membuat lambung kaget dan menolak air sebagai bentuk reaksi protes.

"Ah, benar juga." Hera mengangguk.

"Ya sudah balik sana! Kerja lagi." Hera mengusir Felicia.

"Begitu saja, Presdir? Anda meminta saya datang dalam waktu lima menit hanya untuk bertanya tentang Kaisar??"

"Memangnya kenapa? Mau protes?"

"E … enggak sih! Tapikan permintaan Anda ini cukup keterlaluan."

"Benarkah? Apa benar, Mor? Apa perbuatanku keterlaluan?" tanya Hera pada sekertarisnya Morgan.

"Tidak, Presdir. Anda selalu benar," jawab Morgan.

"Nah lo!!" Hera mengedipkan sebelah matanya pada Felicia.

"What?" Felicia langsung melirik galak ke arah sekertaris Hera. Dasar!! Budak kooperat!

"Peraturan pertama: Atasan selalu benar! Peraturan ke dua: kalau sampai atasan salah, kembali ke peraturan pertama." Morgan menjelaskan peraturan bekerja dengan Hera. Felicia melongo.

[Atasan sinting! Sabar, Cia!! Sabar!! Lo butuh duit!!] Felicia mengelus dadanya berusaha tidak emosi. Namanya juga budak kooperat! Hera ibarat Ratu di rumah sakit itu, segala titahnya adalah absolut!

"Sana pergi! Pekerjaanku banyak, kamu membuang-buang waktuku saja!" Hera mengusir Felicia. Ya ampun, tadi siapa yang suru dia datang sampai pakai pengumuman segala?? Siapa juga yang mau membuang waktunya?? Hih gemesh!

Felicia geregetan gemas begitu pintu ruang presiden direktur tertutup.

"Wanita gila! Apa dia sengaja mengerjaiku?" Felicia mendengus sebelum kembali bekerja di UGD.

.

.

.

"Kok lemes, Dok?" Perawat di bagian UGD bertanya pada Felicia begitu gadis itu masuk ke dalam. Ia memakai snelli putihnya sembari berjalan menuju ke jajaran meja dokter. Ada dua dokter yang berjaga, yang satu berkeliling memeriksa pasien.

"Iya, Nih! Capek! Nyebelin banget! Masa cuma gara-gara urusan nggak penting dia memintaku ke ruangannya dalam waktu lima menit." Felicia mengeluh. Sembari mengeluh ia mencomot deretan kudapan manis di atas meja kerja yang sengaja ia siapkan karena sering ngemil. Entah kenapa akhir-akhir ini Felicia begitu menyukai makanan manis, craving sekali dengan rasanya yang membuat perasaan menjadi nyaman.

Well, Felicia menganggapnya sebagai wujud stress! Benar, pasti karena stress pasca putus dengan Reyhan dan kembali ke rumah keluarganya yang menyesakkan maka Felicia mengalami penumpukan hormon kortisol alias stress. Rasa manis membuat Felicia bisa mendekan hatinya yang galau.

"Nyam … manisnya." Felicia menggigit cookies rasa red velvet. "Hmm … enaknya…"

"Dok … dok!! Seperti orang nyidam saja." Seorang perawat menyeletuk saat melihat tingkah Felicia yang menganggungkan makanan manis padahal dulunya sama sekali tidak menyukainya.

"Uhuk … uhuk!!" Ucapan spontan sang perawat membuat Felicia tersedak.

Nyidam??????

Eh …. Masa sih??!

*********

avataravatar
Next chapter