4 BAB 4

"Pap-Pa ...." Amir menangis sambil terbatuk-batuk.

"Hahaha ... jangan muntah ya! Kalau mau muntah Amir naik ke atas. Sudah berenangnya?" Azka tertawa melihat wajah kedua putranya.

Amar dan Amir dengan cepat menggelengkan kepala saat mendengar Azka menawarkan agar mereka berhenti dari kesenangannya. Si kembar bergelayut manja di kedua lengan ayahnya. Sesekali mereka menangis dengan mata yang merah karena tersedak air saat berenang.

Ayudia duduk di pelataran dan tersenyum memperhatikan mereka. Sering kali kedua putranya itu merengek mengajak Ayudia berenang. Namun, dia sering menolaknya. Dia mengatakan kepada Amar dan Amir untuk menunggu Azka. Dirinya merasa takut menjaga dua anak sekaligus. Karena itulah mereka begitu bahagia ketika berenang karena hanya bisa melakukannya ketika bersama sang ayah saja. Kedua putranya tahan berjam-jam berenang tanpa mau diajak berhenti.

"Yu ... ayo sini!" Azka memanggil istrinya dengan suara yang nyaring.

"Gak ah! Kalian aja," tolak Ayudia menggelengkan kepala. Dia pun berjalan mendekati mereka dan berdiri di tepian kolam renang.

"Ayo, bantuin! Aku gak bisa gerak. Mereka berdua kaya kukang." Azka merentangkan kedua tangannya beserta Amar dan Amir yang bergelantungan di sana.

Ayudia tertawa nyaring.

Memang benar mereka seperti kukang. Bergelayut di lengan Azka yang kokoh. Sesekali mereka berpindah posisi. Amar di punggung dan Amir di dalam gendongan Azka.

"Jangan cuma ketawa? Bantuin! Ayo cepat turun!"

"Okey, aku akan ganti baju." Ayudia memasuki rumah.

Ketika Ayudia kembali, dia mengenakan baju renang dengan celana panjang serta baju berlengan panjang berwarna hitam. Ayudia menceburkan dirinya ke dalam air dan mengambil Amir dari Azka.

"Ah, kenapa kamu memakai baju seperti ini?" Raut wajah Azka terlihat kecewa.

"Lho, memangnya kenapa? Apa yang salah sama bajuku?"

"Ditutup semua! Aku kan enggak bisa melihat dan menyentuh kamu," bisik Azka dengan nada menggoda.

"Eh, dasar kamu! Kamu sebenarnya mau minta bantu jaga anak atau mau minta 'bantuan' yang lain sih?"

"Dua-duanya, Sayang." Azka tersenyum dan mengecup pipi Ayudia kemudian mengecup pipi Amar dan Amir.

Mereka kembali berenang dengan riang. Azka dan Ayudia bergantian menjaga Amar Dan Amir. Sesekali Azka mendekati Ayudia dari belakang dan memberikan banyak kecupan sayang.

"Sayang, sepertinya mereka sudah kelelahan. Kamu tidurkan mereka. Aku menunggumu di kamar." Azka menaikkan Amar dan Amir ke tepian kolam renang. Setelahnya, Azka meletakkan kedua telapak tangannya di tepian kolam renang. Dia menaikkan tubuhnya. Terlihatlah kontraksi otot lengan dan punggungnya.

Ayudia tersenyum memperhatikan keindahan tubuh suaminya. Tubuh Azka bukanlah seperti para para atlit binaragawan yang seluruh otot tubuhnya terbentuk sempurna dan besar, tapi dengan hanya sedikit otot yang terbentuk, hal itu justru begitu pas untuknya.

Ayudia memandangi suaminya dari dalam air. Azka tidak memiliki otot perut membentuk enam bagian yang tercetak jelas. Namun enam bagian itu tergambar tipis dan menghiasi perutnya yang rata. Ayudia menelan air liurnya.

Azka mengerti arti tatapan 'liar' yang Ayudia berikan ke seluruh tubuhnya. Dia pun berdiri di tepian kolam renang. Dia mengulurkan tangannya untuk Ayudia. "Sayang, kamu dengar? Aku menunggumu di kamar."

"Iya." Ayudia tersenyum penuh arti. Azka menarik tubuh Ayudia dengan kuat.

Ketika Ayudia telah naik ke tepian. Azka mengecup ringan bibir istrinya dan memeluknya dengan erat. "Aku cinta banget sama kamu, Sayang. Apa pun yang terjadi, aku gak akan pernah melepaskan kamu." Azka tersenyum sambil menatap lekat wajah istrinya. Tentu saja dia tidak akan pernah melepaskan sesuatu yang sangat berharga baginya. Seseorang yang dia nantikan begitu lama.

Ayudia menyentuh pipi suaminya penuh cinta. "Aku juga cinta banget sama kamu."

"Janji ya, kamu gak akan pernah meninggalkanku. Apa pun yang terjadi!" Nada suara Azka begitu sarat makna.

"Aku janji." Ayudia menganggukkan kepala kemudian dia meraih tangan Amar dan Amir, lalu menuntun mereka berdua masuk ke dalam rumah.

Ayudia masuk ke dalam kamar Amar dan Amir lalu memandikan mereka. "Senang Nak berenangnya?" Ayudia tersenyum dan mengecup pipi gembul kedua putranya. Terasa sangat nikmat saat bibirnya menyentuh pipi mereka yang terasa kenyal.

"Iya." Amar mengangguk dan tersenyum lebar. Terlihat gigi susunya yang tersusun rapi. Meski belum tumbuh semua.

"Amir senang?" Ayudia mengalihkan pandangannya kepada Amir. Amir tersenyum dan mengangguk dengan cepat. lesung pipit terlihat jelas di kedua pipinya.

"Habis mandi tidur dulu ya Nak." Ayudia menyiramkan air ke tubuh mereka berdua.

Amar dan Amir mengangguk pelan. Mata mereka berdua terlihat sayu. Kedua anak itu merasa kelelahan namun mereka sangat bahagia.

"Nak, tolong mintakan Papa untuk mengambilkan Bunda handuk ya." Ayudia berkata kepada Amar setelah dia selesai memakaikan baju kepadanya. Amar lebih pandai bicara dari pada Amir.

Amar mengangguk. Dia berlari menuju kamar Ayudia dan Azka. "Pa ... nduk Nda ...." Matanya mengerjap-ngerjap pada Azka yang baru selesai mandi. Masih terlilit handuk pada pinggangnya.

"Handuk Bunda?" Azka memastikan perkataan putranya.

"Iya." Amar mengangguk. "Nduk Nda." Amar menunjuk handuk yang terlilit di pinggang Azka.

"Oh iya, wah pintarnya anak Papa." Azka menggendong Amar dan menciuminya dengan gemas. Azka mengambil handuk untuk Ayudia, tidak lupa dia mengambilkanya baju dan celana serta pakaian dalam istrinya.

"Sekarang kita antarkan handuk sama baju Bunda." Azka kembali menciumi Amar dengan gemas.

Amar mendorong wajah Azka dengan kuat. Azka memperhatikan raut wajah Amar yang mengkerut. "Sakit Nak?" Azka tertawa.

Amar mengangguk. Misai tipis Azka yang berada di bawah hidung dan rahangnya menggesek kulit Amar yang lembut.

"Maaf, ya ...." Azka mengigit pipi Amar dengan pelan. Amar tersenyum. Dia sangat tampan.

Mereka berdua tiba di dalam kamar. Amar segera turun dari gendongan Azka dan bermain dengan Amir.

"Yu ...." Azka mengetuk pintu kamar mandi.

Ayudia membukanya dan mengulurkan tangan, mengambil pakaian dan handuk yang dibawa Azka.

Sambil menunggu Ayudia selesai mandi, Azka mengajak kedua putranya bermain. Mereka tertawa riang, Amar menaiki pundak Azka, sementara Amir menggantung di pudak ayahnya.

"Nah, Bunda udah selesai mandinya. Sekarang kalian tidur ya ...."

"Iya." Mereka berdua mengangguk dan menjawab secara bersamaan.

"Cium Papa dulu." Azka menyurungkan pipinya kepada mereka berdua. Dia kembali ke kamarnya.

Ayudia berbaring di antara mereka berdua. Tidak seberapa lama, Amar dan Amir terlelap. Ayudia mengecup mereka penuh cinta.

"Jadialah anak-anak yang sholeh Nak." Ayudia membelai kepala mereka berdua dengan lembut.

Ayudia menutup pintu kamar anak-anaknya dengan sangat pelan. Takut membangunkan mereka berdua. Kemudian, dia melangkahkan kaki menuju kamarnya.

Ketika dia tiba di dalam kamar, Ayudia melihat Azka duduk di atas kasur sambil memangku laptop dengan bertelanjang dada. Dia terlihat asik dan fokus pada layar di depannya.

Azka mengangkat wajahnya saat merasakan kasur yang didudukinya bergerak. "Sayang, sini ...." Azka melambaikan tangannya meminta Ayudia mendekat kepada dirinya.

Azka membentangkan tangan. Ayudia pun menyandarkan kepala di dada Azka yang bidang dan terasa begitu hangat. Ayudia menelusuri dada suaminya perlahan menggunakan telapak tangannya. Lukisan yang berada di dada Azka sangat indah. Entah kenapa, menurut Ayudia lukisan itu terlihat begitu menarik akhir-akhir ini. Padahal beberapa tahun terakhir, dia pun melihat lukisan yang sama.

"Kamu sedang sibuk?" Ayudia melihat Azka memperhatikan dokumen dengan deretan angka yang sangat banyak di layar laptop.

"Enggak, cuma ngecek laporan keuangan yang baru dikirim dari beberapa SPBU punya kita."

"Gimana hasilnya? Bagus?"

"Ya, tetap stabil, syukurlah. Kita tetap bisa menafkahi tiga ribu anak yatim itu."

"Syukurlah. Semoga Istana Yatim menjadi istana kita di surga." Ayudia melingkarkan tangannya ke atas perut suaminya.

"Aamiin. Mudah-mudahan." Azka menutup laptop dan menaruhnya ke atas meja nakas di sisi ranjang.

Azka menarik dagu Ayudia. Melumat bibirnya dengan lembut yang lama kelamaan berubah menjadi liar. Desahan pelan penuh gairah pun lolos dengan mudah dari bibir keduanya.

Ayudia menarik kepala Azka, semakin memperdalam tautan bibir mereka.

avataravatar
Next chapter