1 BAB 1

Dipandanginya wajah wanita yang masih terlelap di tempat tidur. Satu persatu napasnya keluar masuk dengan teratur. Terdengar sangat menenangkan bagi Azka melihat sang istri tidur dengan lelap.

"Kamu masih secantik saat pertama aku melihat kamu." Azka mengelus rambut Ayudia perlahan dan sangat lembut. Lelaki itu sangat bersyukur cinta yang sedari dulu sangat dia inginkan di dalam hidup, kini menjadi istrinya.

Azka merapatkan tubuhnya ke atas tubuh Ayudia yang sedang tidur dengan posisi tengkurap. Diciuminya setiap inci wajah istrinya. "Aku mencintaimu, aku cinta banget sama kamu. Cuma kamu cintaku satu-satunya. Cuma kamu cinta sejatiku." Azka terus menerus menghujani wajah Ayudia dengan kecupan yang tiada henti.

Ayudia tersenyum bahagia. Di pagi hari, sebelum dia membuka mata, suaminya telah menghujani dirinya dengan ekspresi cinta yang menggembirakan. Dia pun menyusupkan tangan ke belakang kepala Azka dan membelainya dengan lembut. Meskipun ia belum membuka mata, tetapi dia seakan telah melihat raut wajah suaminya yang selalu melihat dirinya dengan tatapan penuh cinta.

"Sayang, kamu sayang juga gak sama aku? Kamu cinta juga gak sama aku?" Azka menyusuri punggung Ayudia dengan bibirnya, kecupan demi kecupan.

"Iya dooong. Aku juga cinta banget sama kamu." Ayudia menggigit pelan bibirnya. Kecupan demi kecupan dari bibir Azka di punggungnya terasa sangat 'menyenangkan' baginya. Sesekali desahan pelan dan lirih penuh rasa nikmat lolos dari bibirnya. Dia mencengkeram kuat bantal di bawah kepalanya, menikmati rasa.

Azka tersenyum melihat bagaimana tubuh Ayudia bereaksi. Azka meraba lengan sang istri. Dia dapat merasakan seluruh rambut halus di tubuh istrinya meremang.

"Sayang, udah selesai belum?" Azka berbisik pelan seraya memberikan kecupan lembut di tengguk Ayudia.

"Aahhh," desahnya pelan, dia tak sanggup menahan bibirnya untuk berhenti mendesah nikmat. "Belum, Sayang. Kamu harus bersabar, ya. Ini kan baru satu bulan." Napas Ayudia menderu.

"Sampai kapan? Sudah lama sekali." Tangan Azka menyusup ke bawah tubuh Ayudia. Dia memeluk istrinya sangat erat.

"Biasanyakan nifas empat puluh hari. Malahan bisa lebih." Ayudia memejamkan matanya lebih rapat.

"Lama banget! Aku gak percaya. Sini, aku mau liat. Mungkin aja kamu bohong sama aku. Mau menghindar." Tangan Azka perlahan menuruni perut Ayudia dan terus bergerak ke bawah.

Dengan sigap Ayudia segera menahan tangan Azka. Ayudia membalikkan tubuhnya hingga kini wajah mereka saling berhadapan, sangat dekat, tidak ada jarak. Azka pun menindih tubuh sang istri.

"Jangan, Sayang. Belum selesai. Aku gak bohong sama kamu. Aku juga pengen banget." Ayudia memberikan kecupan ringan di bibir Azka.

"Kalo gitu, pakai cara lain lah, Yang. Aku udah gak sanggup nih." Azka menjelajahi leher dan dada Ayudia dengan bibirnya.

"Stop, Sayang! Aaaah! Nikmat banget. Okey ... okey, aku pakai cara lain, tapi jangan ... hmmm." Ayudia menggumam nikmat, sang suami tidak berhenti mencumbunya. "Ka! Kamu nyiksa aku. Berenti, Yang!" Bibir Ayudia memerintahkan sang suami untuk berhenti, tetapi tubuhnya justu menginginkan lebih.

"Kamu gak berhak melarang aku!" Azka semakin melancarkan aksinya.

Ayudia mengenggam erat sprei di bawah telapak tangannya. "Sayang!" desahnya dengan suara yang keras penuh rasa nikmat ketika sang suami mengecup lembut bangian dadanya. Dia menyentuh kepala Azka penuh kelembutan.

"Ah!" Azka mendesah frustrasi. "Suara kamu kekencengan, Yu," protes Azka, dia terpaksa menghentikan aksinya karena suara sang istri membangunkan bayi mereka.

Ayudia menolehkan wajahnya ke arah bayi kembar yang berbaring di sisinya. Salah satu dari mereka terbangun meminta susu.

Ayudia tersenyum. "Sana! Aku mau menyusui!" perintahnya sembari menyurungkan dadanya yang telah terbuka kepada bayi mereka. Dia kembali memejamkan kedua matanya kembali, mencari kenyamanan saat memberikan ASI kepada Amar.

"Gak ah! Aku gak mau ke mana-mana. Aku di sini aja." Azka kembali berbaring di sisi Ayudia.

"Eh! Sana keluar, sebentar lagi pagi. Nanti Zen masuk ke sini." Ayudia sedikit berbisik. Dia tidak ingin membangunkan Amar dan Amir yang sedang terlelap.

"Yu, biarkan mereka tidur di dalam box bayi. Sampai kapan kita tidur terpisah seperti ini?" Azka menggerutu.

"Sampai mereka berdua berhenti minum ASI." Ayudia menjawab Azka pelan dan lirih.

"A-pa? Jadi dua tahun kita tidurnya misah?! Aku gak mau!" Azka terus bersungut-sungut. Protes pada keputusan sang istri.

"Yu, ayo sekarang! Bukannya kamu udah janji mau memakai cara lain?"

"Yu!" panggil Azka lagi, ruangan itu hening tidak ada suara. Sang istri kembali tertidur lelap.

"Uhm ... kamu memang sengaja mau menghindar, kan?" Azka tersenyum. "Kali ini aku gak akan kasih ampun." Azka bergumam. Dia kembali menjelajahi punggung Ayudia yang membelakanginya. Dan dari bibir sang isrti kembali terdengar nada nikmat yang khas.

"Pelankan suara kamu, Sayang!" Azka berbisik pelan.

Ayudia membalikkan tubuhnya menghadap suaminya. Dia memeluk Azka dengan erat. Tubuhnya gemetar menahan hasrat yang menggebu-gebu. Dia pun menjelajahi leher dan dada suaminya dengan kecupan lebut berselimut gairah yang membara.

Keduanya saling memeluk, mengecup dan mengecap. Sesekali mengigit pelan. Saling memberikan sentuhan hingga mereka berdua terpuaskan.

***

Ayudia melambaikan tangannya kepada suaminya dan Zein yang menjauh menaiki mobil. Azka pergi mengantarkan putra tertuanya ke sekolah. Sedangkan dirinya kembali berkutat dengan kesibukannya, mengurus Amar dan Amir. Bayi kembar mereka kini telah berusia sebulan. Kedua bayi itu sangat tampan dan tentu saja mereka memiliki rambut yang sama dengan kedua orang tuanya.

Sebenarnya Ayudia teramat ingin kembali bekerja di RGS, namun bayi mereka masih terlalu kecil. Ayudia memilih mengurus mereka seorang diri. Azka telah menawarkan babysitter untuk membantu Ayudia, namun dia menolaknya. Dia beralasan, dirinya masih mampu mengurus mereka berdua saat ini.

Sejak Ayudia melahirkan, dia memilih tidur secara terpisah dari Azka. Wanita itu tidur bersama kedua bayinya, dan Azka telah menolak permintaan itu mentah-mentah. Namun, Ayudia berkata, akan sangat melelahkan baginya jika tidur secara terpisah dari anak mereka, karena dia harus bangun dari tempat tidur untuk mengangkat mereka ketika kedua bayi mungil itu meminta susu.

Ketika Amar dan Amir kembali terlelap di pagi hari setelah mereka dimandikan dan diberi ASI, Ayudia kembali tidur sekejap untuk menawar rasa lelah dan kantuk akibat dari tidur malamnya yang kurang nyenyak. Bayi mereka sering terbangun dan terjaga saat malam hari.

Ayudia masih terlena dalam lelapnya. Dia tersenyum simpul saat merasakan ada sesuatu yang hangat menyentuh tubuhnya. Tentu saja Ayudia tahu itu adalah suaminya. Dia membuka kedua mata perlahan dan melihat Azka sedang mengecup kedua pahanya. "Mau lagi Sayang?" Ayudia mengelus kepala Azka dengan lembut, penuh cinta. Suaminya itu masih sibuk memberikan kecupan di sana sini.

"Mau," ucap Azka sambil terus mengecup kedua paha sang istri. "Tapi yang ini ...."

Ayudia pun tertawa. "Kalau yang itu, maka kamu harus sabar." Ayudia tersenyum.

Azka tersenyum. Dia hanya mengoda istrinya saja. Dia kesepian jika pulang ke rumah dan Ayudia sedang tidur. Namun, dirinya tidak sampai hati jika harus membangunkan istrinya. Maka Azka pun membangunkannya dengan cara seperti itu. Cara yang selalu Azka lakukan, membangunkan istrinya dengan cara yang indah.

Azka merebahkan dirinya di sisi Ayudia, menyentuh wajah sang istri yang terlihat sangat lelah. "Mereka berdua masih sering begadang?" Dia menanyakan tentang si kembar.

"Gak juga. Kalaupun terbangun, waktu kususui mereka tidur lagi. Gak seperti sebelumnya." Ayudia memandangi wajah Azka. Lelaki yang begitu mencintainya. Dirinya sangat bersyukur saat ini dia dikelilingi orang-orang yang sangat mengasihinya.

"Kamu yakin ingin ngurus mereka sendri?"

"Kalau sekarang sih masih mampu, tapi nanti aku pasti butuh bantuan untuk membantu menjaga mereka."

"Hum ... okey." Azka mengangguk. "Yu!" Dia melihat istrinya itu hampir tertidur lagi.

Azka berdecak kesal. "Yang!" Dia mengguncang lengan istrinya.

"Hum ...." Ayudia bergumam malas.

"Jangan tidur lagi, aku kesepian. Cuma kamu obat kebosananku, cuma kamu obat lelahku. Ayolaaaah!" Azka menarik tangan Ayudia, memaksanya beranjak dari tempat tidur.

"Hum ...." Ayudia membuka matanya. "Okey, mari kita membuat kopi." Ayudia beranjak dari tempat tidur.

Mereka berjalan beriringan menuju pantry. Pantry yang sama lebih dari tiga tahun yang lalu, saat Ayudia pertama kali melangkah masuk ke dalam rumah ini.

Sesampainya di pantry, Ayudia membuat dua cangkir kopi panas. Harum aromanya menyeruak ke seluruh ruangan. Azka tersenyum menyambut kopi pemberian sang istri.

"Kamu tau, tiap cangkir kopi yang kunikmati mengingatkanku sama kamu." Azka menyesap kopinya perlahan.

"Masa sih? Kok bisa?" Ayudia duduk di sisi suaminya.

"Kamu ingat waktu kita di pantai? Kita menikmati kopi sore itu di beranda villa, dan kamu tanya, bukannya seharusnya aku bawakan kamu wine. Kamu ingat? Jangan bilang kamu lupa!"

"Yang mana?" Ayudia mengkerutkan keningnya.

"Kamu gak menyimpan kenangan indah kita, ya?" Dada Azka terasa sesak merasa momen indah di antara mereka dilupakan sang istri begitu saja. Sementara dirinya terus mengenang masa-masa itu seperti orang yang kehilangan akal.

"Iya ... aku ingat. Kamu tinggalin aku pas saat tidur." Ayudia tersenyum.

"Iya." Azka mengangguk. "Sejak saat itu, setiap cangkir kopi adalah kamu. Sejak saat itu, setiap aku minum kopi, aku pasti ingat kamu." Azka memandangi Ayudia penuh cinta.

"Oh ya? Selama tiga belas tahun ini?"

"Iya, bahkan saat ini pun masih sama. Padahal sudah jadi istriku. Kopi masih tetap menarikku ke masa itu. Aku cinta banget sama kamu. Gak pernah berubah sedikit pun." Mata Azka memerah. "Jangan pernah tinggalkan aku dan jangan pernah ucapkan kata berpisah. Kamu mengerti?!" Azka meraih Ayudia ke dalam pelukannya.

"Aku juga cinta banget sama kamu." Ayudia mengusap pungung suaminya, serta mengecup pipi dan bibirnya.

avataravatar
Next chapter