1 Prolog

Saat ini Theo sedang mengantar Reina untuk melihat persiapan pernikahan mereka yang akan di laksanakan seminggu lagi. Lareina Zeline, wanita yang kini menjadi calon istri dari seorang pria bernama Theobald Nicholas atau yang lebih di kenal sebagai Theo.

Jika boleh jujur, sebenarnya mereka baru mengenal tiga minggu yang lalu, namun tepat pertemuan mereka yang ke sebulan, mereka akan sah menjadi sepasang suami istri. Itu karena dengan tiba-tiba ayahnya menjodohkan Reina dengan Theo.

Siapa yang tidak kenal dengan pria bernama Theobald Nicholas, seluruh warga korea selatan pasti tau jika Theo adalah pengusaha muda terkaya nomor satu di negara ginseng ini.

Menyadari realita, Reina awalnya sangat terkejut, bagaimana bisa seorang konglomerat mau menjadikannya seorang pendamping, terlebih lagi Reina adalah orang menengah, yang tentu saja hartanya tidak akan ada tandingan dengan harta milik Theo.

Theo mempunyai perusahaan besar bernama TBN CORP, selain itu banyak anak perusahaan lain yang berada di bawah kekuasaannya. Tak hanya di korea atau negara asia, Theo melebarkan perusahaannya sampai ke negara eropa. Jadi tak heran, mengapa Theo bisa mendapatkan penghasilan satu hari sampai ratusan milyar, bahkan mungkin lebih.

"Bagaimana, apa kamu suka konsepnya?" Tanya Theo begitu mereka selesai melihat-lihat gedung persiapan pernikahan mereka.

"Aku suka sekali, konsepnya sangat mewah, apa ini tidak terlalu berlebihan?" Reina menatap Theo segan, semua persiapan yang Theo siapkan sangat mewah, ini berlebihan bagi Reina.

"Justru ini kurang, seharusnya kita membuat konsep dengan sangat mewah lagi."

Reina menatap Theo dalam diam, padahal Reina ingin pernikahan mereka di lakukan dengan sewajarnya. Tidak menghamburkan uang dan Reina sendiri tidak mempermasalahkan jika pernikahannya sederhana, namun berbeda dengan keinginan Theo, Theo ingin acara pernikahannya mewah dan meriah, apa kata dunia jika pria kaya sepertinya menikah dengan modal pas-pasan, itu bukan dirinya.

Selesai melihat gedung yang akan menjadi tempat pernikahan mereka, Theo membawa Reina untuk melihat persiapan yang lain. Begitu di rasa persiapannya sudah sangat matang, Theo pun mengajak Reina untuk pergi makan malam, mereka sedari tadi sibuk melihat persiapan sampai lupa jika makan malam telah tiba.

Theo mengajak Reina pergi menuju restauran terdekat, begitu sampai di tujuan, mereka keluar dan di sambut hangat oleh para penjaga dan pelayan restauran.

"Reina duduklah." Theo mempersilahkan Reina untuk duduk lebih dulu.

"Terima kasih Kak Theo." Theo tersenyum sebagai jawaban, lalu Theo duduk di hadapan Reina.

Theo memesan beberapa makanan untuk mereka berdua, lalu tak lama, makanan yang mereka pesan datang, dari mulai appetizer, main course dan yang terakhir dessert.

Selama mereka berdua makan, mereka pasti selalu jadi pusat perhatian, terutama Theo.

Theo sangat di gilai para wanita di korea, bagaimana tidak, Theo itu tampan, kaya, pengusaha muda, dan jangan lupakan tubuhnya yang atletis. Rata-rata perempuan yang di tanya tentang kriteria pria idaman, mereka akan menyebutkan nama Theobald Nicholas, tanpa ditanya lagi sudah bisa kalian simpulkan kenapa.

Setiap pergi keluar, pasti saja Theo banyak yang memperhatikan, entah itu saat bicara atau hanya diam. Bahkan tak jarang banyak yang tiba-tiba berprofesi sebagai paparazi, mereka akan memotret setiap gerakan Theo dan foto tersebut akan trending di tweet juga medsos yang lain.

Reina tidak terbiasa dengan hal semacam ini, bagaimana tidak, ini sangat jauh dari kehidupannya. Reina mungkin terbilang tidak begitu aktif di medsos, meskipun Reina punya akun, hanya saja Reina tidak sering bermain medsos. Bagi Reina bermain medsos hanya untuk sesekali, bukan untuk sehari-hari.

"Angkat wajahmu." Perintah Theo karena Reina sedari tadi hanya menundukkan pandangannya.

Perlahan Reina mengangkat wajahnya, pandangan mata mereka berdua pun bertemu. Para netizen langsung heboh, ada yang fokus memotret, ada juga yang fokus membicarakan mereka terutama Reina.

"Siapa wanita itu?"

"Bukannya dia calon istrinya?" Mereka memperhatikan gerak gerik Reina.

"Ya ampun, cantikan juga model yang waktu itu dekat dengan Theo."

"Apalagi artis yang kemarin yang di rumorkan dekat dengan Theo, mereka terlihat sangat serasi."

"Dan aku dengar, dia itu perempuan menengah."

Mereka mulai membicarakan hal yang tidak baik.

"Modal muka doang kalau gitu."

"Cewek matre."

"Lebih parahnya, itu karena perjodohan."

"Kasian Theo, lebih baik dia memilih wanita lain yang jauh lebih pantas."

Komentar tersebut tentu terdengar jelas di telinga Reina, bagaimana tidak, mereka bergosip dengan nada suara lantang dan tidak di pungkiri Theo juga pasti mendengarnya.

"Tidak perlu dengarkan kata mereka." Ucap Theo tanpa melihat ke arah Reina.

Theo bangkit dari kursinya, "Ayo pulang."

Reina ikut bangkit, lalu mereka berdua berjalan beriringan keluar dari restauran. Theo dan Reina masuk ke dalam mobil, supir pribadi Theo dengan sigap segera bertugas.

"Mansion keluarga Zayn." Perintah Theo.

"Baik Tuan." Sang sopir pun segera melajukan mobilnya menuju kediaman keluarga Zayn.

Di sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali, beginilah Theo, dingin dan acuh. Namun saat mereka hanya berdua, Theo sering memberikan Reina perhatian kecil dan entah kenapa Reina merasa perhatian Theo hanyalah sandiwara semata, Reina harap perasaannya itu salah.

Begitu tiba di mansion keluarga Zayn, mereka berdua di sambut oleh Edwin ayah Reina dan juga Nathan, adik dari Reina.

"Apa kabar calon menantu?"

"Baik."

Edwin membuka pintu mansion lebar, lalu menyuruh Theo untuk masuk, "Ayo mampir dulu."

"Tidak."

"Kak Theo sibuk Ayah," ucap Reina.

"Benar sekali, calon mantuku pasti sibuk."

"Sangat sibuk," jawab Theo.

"Tapi setidaknya Abang Theo masuk dulu sebentar," saran Nathan.

"Tidak." Itulah Theo, hanya menjawab dengan kata yang singkat, padat dan jelas.

"Bagaimana mansion nya?" Tanya Theo dengan wajah dingin tanpa ekspresi.

"Sangat nyaman, terima kasih banyak."

Keluarga Zayn tinggal di mansion yang di sediakan oleh Theo, Theo hanya tidak ingin media tau kalau keluarga dari calon istrinya itu tinggal di rumah yang sangat tidak layak di pakai, menurut Theo. Padahal rumah mereka terbilang besar dan luas di kalangan ekonomi menengah.

"Saya pamit."

"Iya, hati-hati di jalan calon mantu."

Theo lantas pergi dari mansion keluarga Zayn, Reina hanya menatap kepergian Theo dengan senyum tipis, tidak ada perubahan sikap Theo kepada keluarganya.

"Kaku amat kaya robot." Sarkas Nathan.

"Nathan jangan sembarangan bicara." Ucap Edwin.

Nathan menatap ayahnya, "Memang benar, ya kan Kak Reina?" Nathan meminta pembelaan Reina.

"Iya Nathan, sudah ayo kita masuk." Reina memeluk lengan ayahnya.

"Jangan sampai kamu membuat Theo marah." Ucap Edwin kepada Nathan.

"Kenapa sih Ayah?"

"Bisa-bisa pernikahan kakakmu itu gagal."

"Ya berarti bukan jodoh." Edwin memukul kepala Nathan.

Tak!

"Ayah." Nathan mengadu kesakitan, bisa-bisanya dia dapat pukulan, mana Nathan belum persiapan lagi, jadinya kan Nathan tidak bisa menghindar.

"Jangan sembarangan kalau bicara."

"Ayah, Nathan, sudah jangan bertengkar," lerai Reina.

"Kalau tidak ada kakakmu, Ayah pukul kamu."

"Kak Reina." Nathan bersembunyi di belakang Reina, Reina menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Ayah, jangan terlalu keras kepada Nathan."

"Anak ini patut di beri pelajaran Reina."

"Ayah emosi mulu kalau aku ejek Theobald Nicholas."

"Nathan, yang sopan kamu," marah Edwin.

Nathan menghembuskan napasnya pelan, ayahnya selalu saja membela Theo. "Iya Ayah, maksudku Abang Theo."

"Panggil Abang mu dengan benar."

"Emm." jawab Nathan simpel.

"Nathan."

"Ya ampun Ayah, iya aku tau."

Reina tertawa lalu mengajak ayah juga adiknya untuk segera masuk ke dalam, karena malam sudah sangat gelap.

avataravatar
Next chapter