12 SEORANG SAHABAT

"Ustadz... Ustadz Yusuf, jangan pergi." tiba-tiba Shafiyah di kejutkan suara lirih Inayah yang memanggil nama Ustadz Yusuf.

Segera Shafiyah mendekati Inayah.

"Inayah, sadarlah." ucap Shafiyah sambil mengusap punggung tangan Inayah.

Perlahan kedua mata Inayah terbuka menatap Sahfiyah dengan kening mengkerut kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar.

"Di mana aku? kamu siapa?" tanya Inayah dengan tatapan bingung dan tubuh yang masih lemas.

"Tenanglah Inayah, kamu aman di sini. Aku Shafiyah." ucap Shafiyah dengan ramah.

"Shafiyah? tapi...aku tidak mengenalmu? kenapa aku bisa ada di sini?" ucap Inayah berusaha bangun dari tidurnya untuk duduk bersandar.

"Tenanglah Inayah... sebaiknya kamu berbaring saja. Mulai sekarang aku sahabat kamu, yang akan menjagamu. Ada dua orang yang membawamu ke sini dan memintaku untuk menjagamu." ucap Shafiyah seraya mengambil tisu basah untuk membersihkan darah kering di kening Inayah.

"Siapa mereka?" tanya Inayah berusaha mengingat kejadian yang menimpanya. Inayah memejamkan matanya sesaat mulai mengingat ada dua orang preman datang dan salah satunya mau menyewanya dengan harga mahal. Tapi saat laki-laki itu mendekatinya, dia melihat ada tatapan mata Yusuf di kedua mata preman itu. Kemudian dia merasakan semuanya menjadi gelap.

"Mereka dua preman yang menolongmu Inayah." ucap Shafiyah dengan tersenyum.

"Apa kamu mengenal mereka?" tanya Inayah masih bingung dengan apa yang terjadi.

"Aku tidak begitu mengenalnya, mereka datang dan memintaku untuk menjagamu itu saja." ucap Shafiyah tidak terlalu banyak bicara tentang Ridwan dan Yusuf.

"Tapi...aku merasa, aku mengenal salah satu dari mereka berdua. Tatapan mata itu, sama persis dengan tatapan mata Ustadz Yusuf." ucap Inayah dengan kedua matanya berkaca-kaca.

Setiap kali mengingat Yusuf, hati Inayah selalu sedih karena rindu hatinya pada Yusuf.

"Ustadz Yusuf? apa kamu mengenal Ustadz Yusuf?" tanya Shafiyah menegakkan punggungnya merasa penasaran dengan Inayah tentang Yusuf.

Inayah menundukkan kepalanya merasa malu setiap membayangkan Yusuf sangat dekat dengan hatinya.

"Aku tidak terlalu mengenal Ustadz Yusuf, tapi entahlah...ada sesuatu perasaan yang begitu sangat kuat setiap kali aku mengingatnya." ucap Inayah seraya mengusap airmatanya.

"Hei... kenapa kamu menangis Inayah? jangan menangis. Ceritakan semua padaku, apa yang membuatmu menjadi sedih dan menangis seperti ini?" ucap Shafiyah sambil mengusap airmata Inayah.

"Aku adalah wanita yang tidak baik-baik. Aku menjadi wanita panggilan sejak satu tahun yang lalu di kota ini." ucap Inayah menangis tersedu-sedu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Astaghfirullah, bagaimana itu bisa terjadi Inayah?" ucap Shafiyah sangat terkejut, bagaimana bisa Yusuf dan Ridwan mengenal Inayah seorang wanita yang tidak baik-baik.

Dengan airmata mengalir, Inayah menceritakan semua yang terjadi sejak dia tiba di kota M sampai dia menjadi anak semang seorang wanita yang bernama Salimah yang sangat di takuti di kampung hitam, sebuah sebutan semua warga di sekitarnya untuk kampung di mana Salimah dan anak buahnya tinggal.

"Ya Allah... Inayah? kenapa kamu tidak lapor polisi saja?" ucap Shafiyah merasa sedih dan kasihan mendengar cerita hidup Inayah yang begitu kelam.

"Bagaimana bisa aku lapor polisi, pernah aku melihat seorang polisi datang ke tempat Salimah mereka mempunyai hubungan sangat dekat. Aku tidak bisa mempercayai siapapun, selain hanya bisa bertahan." ucap Inayah mengusap kembali airmatanya.

"Lalu, bagaimana kamu bisa mengenal Ustadz Yusuf?" tanya Shafiyah dengan wajah serius.

"Aku tidak tahu, bagaimana ini bisa terjadi. Tiga bulan yang lalu hampir setiap hari aku bermimpi tentang hal yang sama tentang Ustadz Yusuf. Di dalam mimpiku...aku tidak tahu siapa dia, selain dia tersenyum lembut dan merentangkan tangannya padaku. Aku ingin mendekatinya tapi ada kabut putih yang menutupinya. Sampai saat ini aku masih tidak percaya, ternyata dalam kehidupan nyata laki-laki yang ada di dalam mimpiku bernama Yusuf dan seorang Ustadz. Aku baru bertemu kemarin malam di sebuah Hotel." ucap Inayah menatap Shafiyah dengan wajah sembab.

"Bertemu di sebuah Hotel? Hotel mana?" tanya Shafiyah merasa merinding mendengar semua cerita Inayah yang tidak masuk akal.

"Di Hotel Melati tidak jauh dari stasiun kereta api. Aku bekerja di sana." ucap Inayah kemudian menundukkan wajahnya merasa malu pada Shafiyah.

"Astaghfirullahaladzim, Ustadz Yusuf ada di sana? bukankah Hotel itu tempat yang tidak baik?" tanya Shafiyah dengan tatapan tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Terasa kulit tubuhnya tiba-tiba dingin dan tulang-tulangnya gemetaran.

"Ustadz baru datang di kota ini kemarin malam saat hujan badai. Hanya Hotel Melati satu-satunya tempat yang ada di sana dan Ustadz Yusuf tidak mengetahui kalau Hotel itu tempat yang tidak baik. Aku datang ke kamar Ustadz karena Ustadz Yusuf memilih kamar yang istimewa. Dan malam itu kami terkena razia." ucap Inayah dengan tatapan berkabut.

"Astaghfirullah, kamu dan Ustadz Yusuf tidak melakukan hal yang tidak baik kan?" tanya Shafiyah merasa seperti orang bodoh bertanya tentang hal itu.

"Tentu saja tidak, Ustadz Yusuf melindungiku dari sebuah dosa. Ustadz memberiku syal untuk menutupi wajahku, bahkan Ustadz Yusuf mengatakan pada petugas razia kalau aku adalah calon istrinya karena aku tidak punya Kartu identitas apapun." ucap Inayah dengan wajah memerah saat menyebut kata calon istrinya.

"Ustadz Yusuf bilang seperti itukah? lalu apa yang terjadi setelah itu?" tanya Shafiyah semakin penasaran dengan Ustadz Yusuf dan juga ingin tahu keterlibatan Ustadz Ridwan.

"Ustadz Ridwan datang menjemput Ustadz Yusuf. Dan, Ustadz Yusuf mengantarku pulang sampai ke rumah." ucap Inayah tiba-tiba merasa sedih kembali.

"Apa Ustadz Yusuf tidak mengatakan apa-apa saat mengantarmu pulang?" tanya Shafiyah merasakan kesedihan Inayah.

Inayah menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Hanya sampai di situ pertemuanku dengan Ustadz Yusuf. Sampai saat ini aku tidak bertemu lagi dengannya. Dan aku juga tidak tahu apa aku bisa bertemu dengannya lagi atau tidak." ucap Inayah dengan kedua matanya berkaca-kaca.

"Jangan menangis lagi Inayah kamu harus bersabar. Aku yakin, kalau kamu bermimpi seperti itu dan Ustadz Yusuf juga sudah menolongmu pasti ini jalan Allah yang di berikan padamu untuk bertemu dengan Ustadz Yusuf." ucap Shafiyah menenangkan hati Inayah.

"Kamu sangat baik Shafiyah, kita baru bertemu dan sekarang kamu sudah tahu siapa aku sebenarnya. Tapi kamu tetap baik padaku, aku ingin menangis karena kebaikanmu ini." ucap Inayah menangis dan memeluk Sahfiyah dengan erat. Hatinya begitu tenang saat memeluk Shafiyah.

"Sudah Inayah berhentilah menangis, aku jadi sedih melihatmu seperti ini. Sekarang kamu aman bersamaku, kamu jangan merasa sendiri lagi." ucap Shafiyah seraya mengusap lembut punggung Inayah.

Shafiyah memejamkan matanya, mengingat permintaan Yusuf padanya untuk selalu menjaga Inayah.

"Astaghfirullah, aku hampir lupa memberikan syal dan Al Qur'an kecil pemberian Ustadz Yusuf untuk Inayah." ucap Shafiyah kembali membuka matanya dan melepas pelukannya.

avataravatar
Next chapter