7 PUTUS ASA

Inayah masih berbaring di tempat tidurnya dengan kedua matanya menatap langit-langit kamarnya.

Semalaman kedua matanya tidak bisa terpejam. Hati dan pikirannya di penuhi banyak pertanyaan dan bayangan Yusuf Hanafi.

Sambil mengusap syal Yusuf yang masih di pakainya, Inayah mengingat jelas semua kejadian saat awal pertemuannya dengan Yusuf hingga sampai pertemuan terakhirnya di rumah.

"Aku tidak mengerti dengan semua ini, bagaimana bisa Ustadz Yusuf begitu mudahnya mengatakan di hadapan petugas razia kalau aku adalah calon istrinya? kenapa Ustadz Yusuf tidak mengatakan aku saudaranya atau yang lainnya? Kenapa harus mengatakan calon istri?" tanya Inayah dalam hati mengurai kembali setiap kata yang di ucapkan Yusuf.

Dengan perasaan gelisah Inayah bangun dari tidurnya dan berjalan ke meja rias.

Di amatinya bentuk tubuhnya yang tinggi dan kurus namun berisi. Wajah yang putih pucat dengan bibir berwarna merah menyala sesuai dengan gaun pendeknya yang berwarna merah darah.

Perlahan tapi pasti Inayah duduk di kursi meja riasnya kemudian mengambil tisu basah di mejanya. Di hapusnya pelan warna merah di bibirnya sampai hilang tak tersisa.

"Wajahku terlihat pucat dan tidak menarik tanpa memakai riasan apapun." ucap Inayah seraya membetulkan syal milik Yusuf yang menutupi kepalanya dengan sangat hati-hati.

Ujung syal yang menjuntai di bahunya di ciumannya dengan penuh perasaan.

Bau aroma mint masih melekat di syal milik Yusuf membuat hati Inayah semakin bersedih menahan kerinduannya.

Inayah menangis dalam diam mengingat semua tentang Yusuf di tiap mimpi malamnya.

"Aku tidak mengerti Ustadz, aku sama sekali tidak mengerti dengan semua kejadian ini. Bagaimana aku bisa selama tiga bulan terakhir ini selalu bermimpi tentangmu yang aku pikir itu hanya khayalanku yang tidak akan menjadi kenyataan. Tapi sekarang? aku benar-benar bertemu denganmu Ustadz?" ucap Inayah tidak kuat lagi menahan tangisnya hingga menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya.

"Ya Allah, apa aku masih pantas untuk menyebut namaMu? apa aku masih pantas mempunyai sebuah impian untuk memiliki pendamping hidup yang baik seperti Ustadz Yusuf?" ucap Inayah menenggelamkan kepalanya pada kedua lengannya dan menangis keras.

"Hampir tiga bulan sudah aku bermimpi hal yang sama tentang laki-laki yang tidak aku kenal. Dia hanya tersenyum menatapku penuh kelembutan dan merentangkan kedua tangannya. Aku berusaha mendekatinya namun ada kabut putih yang selalu menghalangi jalanku. Dan sekarang aku telah bertemu dengan laki-laki itu, dia ternyata seorang Ustadz. Bagaimana ini bisa terjadi? apa arti semua ini Ya Allah?" tanya Inayah sambil meremas ujung syal milik Yusuf.

"Ustadz...Ustadz Yusuf, apa yang harus aku lakukan sekarang? kenapa Ustadz tidak mengatakan apa-apa lagi padaku? aku harus berbuat apa Ustadz?" tanya Inayah menangis meraung dalam tangis kesedihannya.

"Tok...Tok...Tok"

Terdengar suara pintu terketuk dengan sangat keras membuat Inayah tersadar dengan apa yang baru saja dia lakukan.

"Inayah!! buka pintunya!! cepat buka Inayah!!" teriak Salimah induk semangnya dari luar.

Segera Inayah mengusap air matanya dan melepas syal milik Yusuf yang menutupi kepalanya.

Namun gerakannya terhenti, seolah-olah ada sesuatu dalam hatinya yang melarangnya melepas syal itu.

Inayah terngiang-ngiang ucapan Yusuf yang tidak bisa dia lupakan tengah syal biru itu.

"Simpan saja untukmu dan jangan lepaskan, Kamu terlihat anggun memakai kerudung syalku itu"

Inayah seketika terhenyak dari lamunannya.

"Ustadz Yusuf sudah sangat jelas mengatakan padaku untuk menyimpan dan tidak melepas syal ini, bagaimana aku bisa mengindahkan pesan dari seorang Ustadz?" ucap Inayah dalam hati kemudian memakai syal itu untuk menutupi kepalanya.

"Inayaaaaahhh!! cepat buka pintunya!! atau aku harus menyuruh Darno untuk mendobrak pintu ini!!" teriak Salimah tidak peduli walau hari masih pagi.

"Ya Tante!!! tunggu sebentar!" sahut Inayah tidak ingin Salimah membuat keributan di pagi hari hanya karena dirinya.

Dengan cepat Inayah keluar kamar dan membuka pintu rumah dengan wajah ketakutan.

"Ceklek"

Pintu rumah terbuka, Salimah berdiri tepat di hadapan Inayah.

Kening Salimah mengkerut melihat Inayah memakai kerudung di kepalanya.

"Ada apa denganmu? apa kamu sudah gila! sejak kapan kamu pakai kerudung dengan pakaian seperti itu? Ayo lepas!! jangan seperti orang gila!" tanya Salimah dengan tatapan penuh kemarahan.

Inayah menatap Salimah dengan wajah ketakutan. Bagaimana dia berani membantah ucapan Salimah sebagai induk semangnya yang sudah menguasainya.

Namun Inayah juga tidak bisa mengindahkan pesan Yusuf laki-laki yang dia cintai dan sangat dia rindukan.

"Kenapa kamu diam saja!! apa kamu sudah berani melawan perintahku!" teriak Salimah sambil menarik syal Inayah, namun tangan Inayah menahannya dengan sangat kuat.

"Jangan Tante, jangan lakukan ini! aku mohon!" ucap Inayah tanpa bisa memberi alasan yang tepat pada Salimah.

"Kurang ajar!! berani kamu melawanku! apa kamu kira aku tidak tahu apa yang kamu perbuat semalam! kamu pulang sebelum waktunya dan kamu membiarkan saja laki-laki itu memakaikan kerudung itu padamu!" teriak Salimah berusaha menarik syal itu dari kepala Inayah.

"Darno cepat pegang tangan Inayah! anak ini harus di beri pelajaran!" ucap Salimah sambil menarik kasar syal Inayah setelah Darno memegang kuat kedua tangan Inayah.

Inayah menangis dengan tatapan memohon agar syal milik Yusuf di kembalikan padanya.

"Tante tolong berikan syal itu padaku! aku mohon Tante, berikan padaku." ucap Inayah meratap di bawah kaki Salimah, dengan keras Salimah mendorong kedua bahu Inayah hingga Inayah terjengkang kebelakang.

"Dengar Inayah!! takdir kamu itu sudah hitam kelam! sudah terlambat kamu memakai ini untuk kerudung!" memang ada laki-laki terhormat yang mau menikahi wanita penghibur seperti kamu!!" ucap Salimah dengan kedua matanya melotot penuh hinaan.

"Tante bisa mengatakan apapun padaku! aku menerimanya, tapi tolong berikan syal itu padaku Tante. Aku mohon..." ucap Inayah menangis dengan perasaan sedih. Semua yang di katakan Salimah benar adanya. Laki-laki terhormat siapa yang mau menikahi seorang wanita penghibur. Apalagi seorang Ustadz tampan seperti Yusuf Hanafi.

"Baiklah, akan aku berikan padamu syal ini!" ucap Salimah mengangkat tinggi syal biru milik Yusuf kemudian merobeknya dengan sekuat tenaga menjadi dua bagian dan di lemparkannya ke lantai tepat di hadapan Inayah.

"Tante!! kenapa Tante melakukan hal ini? apa salah syal ini?" ucap Inayah dengan airmata berderai mengambil syal milik Yusuf yang sudah terbagi menjadi dua bagian.

"Itulah akibat dari orang sepertimu yang sudah berani melanggar peraturannku!! ingat nanti malam kamu harus lembur hingga siang hari!" ucap Salimah sambil mendorong punggung Inayah kemudian pergi meninggalkan Inayah sendirian yang menangis sambil memeluk syal milik Yusuf.

"Ustadz... maafkan aku, aku tidak bisa menjaga syal Ustadz dengan baik. Aku telah mengecewakan hati Ustadz." ucap Inayah dengan suara lirih di sela-sela isak tangisnya.

avataravatar
Next chapter