13 MENCARI JATI DIRI

"Astaghfirullah, aku hampir lupa memberikan syal dan Al Qur'an kecil pemberian Ustadz Yusuf untuk Inayah." ucap Shafiyah kembali membuka matanya dan melepas pelukan Inayah.

"Inayah, salah satu satu dari preman itu memberikan sesuatu untukmu. Hampir saja aku lupa memberikannya padamu." ucap Shafiyah kemudian bangun dari duduknya dan mengambil syal dan Al Qur'an kecil dari dalam almari.

Inayah hanya menatap Shafiyah dengan tatapan tak mengerti.

"Salah satu preman memberikan sesuatu padaku? apa?" tanya Inayah dengan kening mengkerut.

"Salah satu preman itu meminta padaku untuk memberikan Syal biru dan Al Qur'an kecil ini padamu. Dia tidak mengatakan apapun lagi selain bicara itu saja." ucap Shafiyah sambil memberikan syal dan Al Qur'an milik Yusuf pada Inayah.

Inayah menerima syal biru dan Al Qur'an kecil itu dengan tangan gemetar. Kedua mata Inayah tiba-tiba berkaca-kaca sambil menatap syal dan Al Qur'an kecil yang ada di tangannya.

"Syal biru ini... dan Al Qur'an ini dari preman itu? aroma bau ini...aku sangat mengenalnya. Apakah preman itu Ustadz Yusuf? apa Ustadz Yusuf menyamar menjadi preman untuk menolongku?" tanya Inayah dengan suara sangat lirih.

"Bagaimana mungkin preman itu Ustadz Yusuf, Inayah? wajahnya berbeda?" ucap Shafiyah merasa tidak percaya Inayah sangat yakin bisa mengenali Yusuf dengan aroma yang ada pada syal milik Yusuf.

"Untuk sesaat saat aku melihatnya, memang dia terlihat seperti preman. Tapi, saat aku melihat tatapan kedua mata preman itu...aku menemukan tatapan yang tajam tapi teduh dan itu hanya Ustadz Yusuf." ucap Inayah sambil memeluk erat syal biru milik Yusuf.

"Apa kamu yakin preman itu Ustadz Yusuf?" tanya Shafiyah lagi memastikan suara hati Inayah.

"Aku sangat yakin Shafiyah, preman itu pasti Ustadz Yusuf. Ustadz lebih suka memakai syal atau sorban di lehernya dari pada memakai di kepalanya. Dan aroma ini aku sangat menyukainya, sama persis dengan aroma tubuh Ustadz Yusuf." ucap Inayah memejamkan matanya dengan tersenyum sambil memeluk syal biru milik Yusuf.

Shafiyah menelan salivanya, melihat Inayah membayangkan sesuatu.

"Inayah, kamu membayangkan apa? kamu tidak membayangkan hal yang kotor kan?" tanya Shafiyah dengan tatapan penuh.

Inayah menggelengkan kepalanya kemudian membuka matanya secara perlahan.

"Tidak pernah sedikitpun Shafiyah. Ustadz Yusuf adalah seorang yang suci yang harus aku hormati. Aku hanya mengingat semua mimpiku Shafiyah. Mungkinkah itu suatu pertanda dari Tuhan untukku agar aku bertobat?" ucap Inayah dengan tatapan serius.

Shafiyah menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Aku yakin begitu Inayah, apalagi setelah kamu bermimpi Ustadz Yusuf bertemu denganmu dan menolongmu. Mungkin Ustadz Yusuf benar-benar dengan ucapannya itu Inayah. Kalau kamu adalah calon istrinya." ucap Shafiyah dengan perasaan tak percaya, apakah Ustadz Yusuf akan benar-benar dengan ucapannya kalau Inayah adalah calon istrinya.

"Itu tidak mungkin Shafiyah, bagaimana bisa Ustadz Yusuf benar-benar serius dengan ucapannya. Dia seorang Ustadz besar dan keluarganya pasti keluarga terhormat, bagaimana bisa Ustadz Yusuf memilihku menjadi calon istri? sedangkan di sekeliling Ustadz Yusuf pasti banyak Ustadzah cantik yang menunggu cintanya." ucap Inayah dengan tatapan sedih.

"Apa kamu bersedih karena hal itu?" tanya Shafiyah ikut merasa sedih.

"Tidak Shafiyah, aku menyadari siapa aku. Aku sudah sangat bersyukur bisa mengenal Ustadz Yusuf. Aku berjanji, aku akan mengikuti semua ajaran Ustadz Yusuf. Aku ingin menjadi muridnya Shafiyah. Apa itu mungkin?" tanya Inayah dengan bersungguh-sungguh.

"Tentu Inayah, kamu mempunyai pemikiran yang bagus. Kamu bisa mengambil hikmah dari semua ini. Kamu bisa memperbaiki diri menjadi wanita yang solehah." ucap Shafiyah menangkup wajah Inayah yang cantik.

Inayah menganggukkan kepalanya dengan perasaan bahagia.

"Sekarang apa yang akan kamu lakukan Inayah?" tanya Shafiyah ingin tahu langkah selanjutnya Inayah.

"Aku harus memastikan lebih dulu apa tempat ini akan aman untukku atau tidak Shafiyah. Aku sudah beberapa kali berusaha melarikan diri, tapi selalu tertangkap. Anak buah Salimah ada di mana-mana." ucap Inayah dengan wajah takut.

Shafiyah mengangkat wajahnya kemudian memegang kedua bahu Inayah.

"Aku yakin rumahku akan aman untukmu. Tapi untuk sementara kamu jangan kemana-mana." ucap Shafiyah dengan serius.

Inayah menganggukkan kepalanya sangat percaya pada Shafiyah.

"Shafiyah, apa kamu tahu di mana Ustadz Yusuf tinggal?" tanya Inayah dengan tatapan penuh.

"Kenapa kamu menanyakan hal itu?" tanya Shafiyah penasaran.

"Aku ingin bertemu Ustadz dan mengabdi padanya. Aku ingin menjadi muridnya." ucap Inayah dengan sungguh-sungguh.

"Aku juga tidak tahu di mana Ustadz Yusuf tinggal Inayah. Bukankah Ustadz Yusuf tidak pernah menetap di suatu tempat? apa kamu ingin mencarinya? kita bisa mencarinya." tanya Shafiyah menatap dalam-dalam wajah Inayah.

"Aku ingin mencarinya di mana Ustadz Yusuf berada. Apa kamu tahu pondok pesantren Ustadz Ridwan, Shafiyah? kemarin Ustadz Yusuf sempat bilang akan menginap beberapa hari di pondok pesantren milik Ustadz Ridwan." ucap Inayah setelah mengingat sesuatu.

"Aku akan membantumu Inayah, kamu jangan kuatir. Sekarang bersihkan badanmu lebih dulu. Setelah itu kita shalat Dhuhur." ucap Shafiyah berniat membantu Inayah mencari jati dirinya di jalan yang benar. Apalagi mengingat usia Inayah lebih muda darinya, membuat hatinya tergerak untuk menjadikan Inayah sebagai adiknya.

"Shalat Dhuhur? aku sudah lama tidak pernah Shalat Shafiyah. Apa kamu mau membantuku?" ucap Inayah dengan tatapan memohon.

"Aku akan membantumu Inayah, sekarang mandilah. Kamar mandinya ada di belakang di samping dapur." ucap Shafiyah dengan tersenyum seraya mengusap wajah cantik Inayah.

Inayah menganggukkan kepalanya, kemudian berjalan keluar kamar.

Shafiyah menghela nafas panjang, merasa kehidupannya akan berubah dengan adanya Inayah tinggal bersamanya.

"Drrrt...Drrrt...Drrrt"

Shafiyah melihat ke arah ponselnya yang berbunyi berulang-ulang.

Wajah Shafiyah berubah seketika saat melihat nama Ustadz Ridwan ada di layar ponselnya.

"Assalamualaikum Ustadz." sapa Sahfiyah setelah menerima panggilan Ridwan.

"Waalaikumsallam Shafiyah, maaf...aku bukan Ustadz Ridwan. Aku meminjam ponsel Ustadz Ridwan untuk menanyakan keadaan Inayah. Apa Inayah sudah sadar? apa Inayah baik-baik saja?" tanya Yusuf dengan perasaan cemas. Sejak meninggalkan Inayah di rumah Shafiyah pikiran dan hatinya hanya tertuju pada Inayah.

Shafiyah sedikit terkejut saat tahu yang menghubunginya adalah Yusuf.

"Inayah sudah sadar Ustadz dan keadaanya sudah membaik. Sekarang Inayah membersihkan badannya, aku mau mengajaknya shalat Dhuhur bersama." ucap Shafiyah dengan suara pelan.

"Alhamdulillah, seperti kata Ustadz Ridwan. Inayah akan aman bersamamu untuk saat ini. Aku mohon jagalah Inayah sampai Inayah menemukan jalan kepadaku." ucap Yusuf dengan sungguh-sungguh.

"Iya Ustadz, aku akan berusaha yang terbaik untuk Inayah." ucap Shafiyah dengan pasti.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak Shafiyah kamu sudah sangat membantuku. Shafiyah, apa Inayah sudah menerima apa yang ku berikan padanya?" tanya Yusuf dengan hati berdebar-debar. Ingin tahu apa yang dilakukan Inayah dengan syal dan Al Qur'an pemberiannya.

avataravatar
Next chapter