8 IKATAN BATIN YUSUF

Tiba-tiba Yusuf merasakan rasa sakit di dadanya. Rasa sesak yang membuatnya kesulitan untuk bernapas.

"Ustadz...Ustadz ada apa denganmu?" Tanya Ridwan saat mendengarkan Yusuf mengaji dengan tenang tiba-tiba di kejutkan dengan Yusuf yang merintih kesakitan sambil menahan dadanya.

"Faruk!! tolong ambilkan segelas air putih!" ucap Ridwan sambil mengusap punggung Yusuf.

"Aku tidak apa-apa Ustadz, aku hanya merasakan sedih yang sangat dalam. Mungkin terjadi sesuatu pada Inayah." ucap Yusuf sambil berdoa dalam hati agar apa yang dia cemaskan tidak akan terjadi pada Inayah.

"Apa yang Ustadz lihat? apa Ustadz melihat Inayah mengalami sesuatu?" tanya Ridwan sambil memberikan segelas air putih pada Yusuf.

"Mungkin Inayah mengalami kesedihan yang luar biasa Ustadz, rasa sakit yang sangat dalam yang di rasakan Inayah melukai hatiku juga Ustadz." ucap Yusuf merasakan dadanya tertusuk pisau yang paling dalam.

Ridwan terdiam tidak bisa berkata apa-apa tentang kelebihan yang di alami Yusuf.

"Lalu kita harus berbuat apa Ustadz? bukankah Ustadz tidak akan menemui Inayah sebelum Inayah yang mencari Ustadz?" ucap Ridwan menatap wajah Yusuf yang terlihat pucat.

"Aku akan menyamar untuk melihat keadaan Inayah. Saat ini hidup Inayah dalam keputusasaan yang bisa membuat Inayah mengambil jalan pintas." ucap Yusuf dengan perasaan sedih bisa melihat jelas kedua mata Inayah yang menatapnya penuh kesedihan dan rasa putus asa yang dalam.

"Apa Inayah akan melakukan bunuh diri Ustadz?" tanya Ridwan ikut merasa cemas.

Yusuf menganggukkan kepalanya dengan lemas.

"Lalu... kapan Ustadz akan ke sana? aku akan mengantarmu." ucap Ridwan merasa bertanggung jawab pada semua manusia yang membutuhkan pertolongan.

"Aku memerlukan kumis palsu, sebuah anting, dan gelang dari rantai. Juga celana jeans yang robek-robek. Apa Ustadz bisa menyiapkan hal itu sekarang?" tanya Yusuf dengan tatapan memohon.

"Tenanglah, aku meminta santriku untuk mencarikan semua yang di perlukan Ustadz. Sekarang Ustadz istirahat saja di kamar." ucap Ridwan kemudian memanggil tiga santrinya untuk keluar pondok membeli keperluan yang dibutuhkan Yusuf.

Setelah memberi tugas pada santri kepercayaannya Ridwan membawa Yusuf ke dalam kamarnya.

"Bagaimana Ustadz, apa Ustadz masih merasakan sakit itu?" tanya Ridwan masih melihat Yusuf memegang dadanya.

Yusuf menganggukkan kepalanya, berusaha duduk di atas tempat tidur untuk berdzikir memohon keselamatan untuk Inayah.

Kembali Ridwan hanya bisa menatap Yusuf tanpa bisa berbuat apa-apa.

Dalam waktu yang cukup lama, Ridwan menungggu dengan gelisah kedatangan para santri yang di beri tugas olehnya.

"Tok...Tok...Tok"

"Assalamualaikum Ustadz." ucap salah satu santri yang berdiri di depan pintu.

"Waalaikumsallam." ucap Ridwan segera bangun dari duduknya dan membuka pintu kamar.

"Masuklah, apa kalian bertiga sudah mendapatkan apa yang kita perlukan?" tanya Ridwan dengan wajah serius.

Yusuf mengangkat wajahnya saat mendengar kata kita yang di ucapkan Ridwan pada santrinya.

Ketiga santri itu menganggukkan kepalanya seraya memberikan satu tas plastik besar pada Ridwan.

"Terima kasih banyak, kalian bisa melanjutkan kegiatan kalian." ucap Ridwan dengan tersenyum.

Setelah ketiga santri itu pergi, segera Ridwan membawa tas plastik besar itu di hadapan Yusuf.

"Lihat Ustadz, semua yang kita perlukan sudah ada. Kita tinggal memakainya dan berangkat sekarang juga." ucap Ridwan dengan antusias.

"Kita?? maksud Ustadz, apa Ustadz akan ikut menyamar?" tanya Yusuf dengan tatapan tak percaya kalau Ridwan akan melibatkan diri dalam masalahnya.

"Tentu Ustadz, aku juga harus menyamar kalau ikut denganmu kan?" ucap Ridwan dengan sebuah senyuman.

"Ustadz, ini tidak seperti yang Ustadz bayangkan. Kita akan pergi ke tempat yang berbahaya, aku tidak mau terjadi sesuatu pada Ustadz. Apalagi Ustadz akan menikah dalam waktu dekat." ucap Yusuf dengan jujur.

"Apa Ustadz? aku akan menikah dalam waktu dekat?? tidak! itu tidak mungkin aku masih belum berpikir ke arah sana." ucap Ridwan merasa yakin ucapan Yusuf kali ini tidak benar.

"Tapi hal itu akan terjadi Ustadz, hanya menunggu beberapa kejadian hingga pernikahan Ustadz itu terjadi." ucap Yusuf tanpa tersenyum.

"Untuk kali ini aku tidak bisa percaya padamu Ustadz, bagaimana aku bisa menikah kalau aku masih belum memastikan hatiku untuk siapa? dan aku juga belum punya keinginan untuk menikah." ucap Ridwan dengan pasti.

"Baiklah, mungkin aku salah. Mungkin aku terlalu banyak berpikir tentang Inayah. Sebaiknya kita segera berganti pakaian sebelum semuanya terlambat." ucap Yusuf sambil membuka tas plastik yang berisi beberapa barang yang di butuhkannya.

"Semua yang ada di sini, jumlahnya ada dua semua. Apa Ustadz yakin mau berpakaian seperti ini?" tanya Yusuf seraya mengeluarkan dua celana jeans robek-robek, dan dua kaos press body dan juga dua buah kumis palsu, anting dan gelang dari rantai.

"Kita akan menjadi saudara kembar kalau seperti ini Ustadz?" ucap Yusuf ingin tertawa namun kondisinya tidak memungkinkan untuk tertawa selain tersenyum lemah.

"Ustadz jangan kuatir ada dua lagi yang aku pesan khusus untukku yaitu sebuah jambang dan rambut palsu." ucap Ridwan dengan wajah polosnya mencari rambut dan jambang palsunya.

"Astaghfirullah, Ustadz benar-benar menyamar menjadi laki-laki jalanan?" ucap Yusuf tidak bisa menahan senyumnya. Sungguh Ridwan telah menghiburnya walau di suasana hatinya yang sedih.

"Penyamaran kita harus berbeda Ustadz, aku akan menjadi kaki tanganmu." ucap Ridwan sambil mengangkat lengannya.

Memang badan Ridwan lebih kekar di banding badan Yusuf yang lebih mirip seorang peragawan dan Ridwan lebih mirip seorang binaragawan.

"Ayo... Ustadz, tunggu apalagi? kita harus memakainya dan segera berangkat atau Ustadz akan merasakan rasa sakit itu." ucap Ridwan sangat bersemangat.

Yusuf menganggukkan kepalanya kemudian berganti pakaian dan memakai semua pernik untuk penyamarannya. Begitu juga Ridwan berganti pakaian seperti laki-laki jalanan dengan rambut, kumis dan jambang palsunya.

Setelah mereka berdua selesai memakai semua barang penyamarannya Ridwan dan Yusuf berdiri saling berhadapan.

Ridwan tertawa tertahan melihat penampilan Yusuf, sebaliknya juga Yusuf hanya bisa tersenyum melihat Ridwan seperti bodyguard sungguhan.

"Ustadz terlihat sangat macho dan dewasa dengan penampilan seperti itu. Inayah pasti tidak akan mengenali kita." ucap Ridwan dengan sangat yakin.

"Ustadz juga, sangat persis dengan seorang bodyguard." ucap Yusuf dengan tersenyum kemudian mengambil sesuatu dari dalam almari dan memasukkan sesuatu itu di balik jaket yang di pakainya.

"Apa itu tadi Ustadz?" tanya Ridwan penasaran.

"Sesuatu isyarat untuk Inayah." ucap Yusuf dengan tenang.

"Em... baiklah Ustadz, kita pergi sekarang?" tanya Ridwan sangat yakin sesuatu yang akan di berikan Yusuf itu pasti sangat membantu Inayah untuk menemukan jalannya.

Yusuf menganggukkan kepalanya kemudian keluar dari kamarnya di ikuti Ridwan.

"Ustadz, tunggu di sini. Aku akan mengambil kendaraan kita." ucap Ridwan dengan tersenyum penuh arti.

Yusuf menganggukkan kepalanya lagi, pasrah dengan keinginan Ridwan yang lebih bersemangat daripada dirinya yang merasa cemas dan was-was.

Tidak lama kemudian terdengar suara motor dengan Ridwan yang duduk di atasnya.

"Ustadz?" ucap Yusuf tidak bisa berkata apa-apa dengan penyamaran Ridwan yang sangat sempurna.

"Ini helm Ustadz. Ayo....cepat di pakai Ustadz!" ucap Ridwan sambil memberikan helm teropong pada Yusuf.

avataravatar
Next chapter