3 BERPISAH

"Assalamualaikum." tiba-tiba terdengar suara berat dari seorang laki-laki tampan dengan berpakaian jubah dan memakai surban di kepalanya.

"Waalaikumsallam, Ustadz Ridwan?" ucap Taufik menjawab spontan lebih keras di banding Yusuf dan yang lainnya. Sungguh Taufik tidak percaya dengan kedatangan Ridwan Syakieb sendirian untuk menjemput Yusuf di tempat penginapan yang tidak baik.

Yusuf tersenyum melihat sikap Taufik dan Purna yang terlihat gugup dan salah tingkah.

"Ustadz Ridwan, maafkan aku telah merepotkanmu." ucap Yusuf memeluk sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu.

"Aku yang harus minta maaf, karena aku Ustadz menghadapi masalah seperti ini." ucap Ridwan sambil mengusap bahu Yusuf.

"Bagaimana Ustadz Yusuf, apa masalah di sini belum selesai?" tanya Ridwan menatap Yusuf kemudian beralih pada Taufik dan Purna.

"Tidak ada masalah lagi di sini Ustadz, semua hanya salah paham. Dan Alhamdulillah, Ustadz Yusuf sudah memaafkan kami." ucap Taufik mewakili anak buahnya Purna. Bahkan Purna yang mengambilkan tas koper milik Yusuf.

"Alhamdulillah kalau tidak ada masalah. Apa sekarang aku bisa menjemput sahabatku?" tanya Ridwan dengan ramah tidak pernah merasa dirinya orang penting yang harus di takuti.

"Tentu saja Ustadz, silahkan anda menjemput Ustadz Yusuf." ucap Taufik seraya membungkukkan punggungnya sangat menghormati Ridwan dan Yusuf.

"Terima kasih Pak Taufik, Pak Purna kita harus pergi sekarang." ucap Yusuf menganggukkan kepalanya kemudian bangun dari duduknya.

"Inayah, apa kamu akan duduk terus di sini? ayo... kita harus pulang." ucap Yusuf pada Inayah yang terdiam tak bergerak di tempatnya.

Inayah mengangkat wajah pucatnya menatap Yusuf dengan tatapan rumit.

"Inayah....ayo kita pulang." ucap Yusuf lagi dengan tatapan yang sangat lembut membuat hati Inayah kembali berdebar-debar.

Dengan wajah tertunduk Inayah bangun dari duduknya dan berdiri di samping Yusuf.

Ridwan mengkerutkan keningnya saat Yusuf berbicara dengan wanita yang tidak di kenalnya.

"Ustadz Yusuf, siapa dia? apa Ustadz tidak mengenalkannya padaku?" ucap Ridwan dengan tersenyum, sedikit penasaran melihat penampilan Inayah dengan berpakaian rok pendek namun memakai kerudung dari syal berwarna biru milik Yusuf.

"Sebaiknya kita pulang sekarang Ustadz. Aku belum tidur sama sekali." ucap Yusuf dengan tersenyum namun pandangan matanya membuat Ridwan mengerti.

"Baiklah, kita pulang sekarang." ucap Ridwan memberi salam pada Taufik dan Purna.

Yusuf berjalan di samping Ridwan dan Inayah berjalan di belakang Yusuf.

"Inayah, kenapa kamu berjalan di belakangku?" tanya Yusuf dengan suara pelan.

"Bukankah Ustadz, memintaku berjalan di belakang Ustadz?" ucap Inayah dengan gugup.

"Saat kamu dalam bahaya, kamu harus di belakangku. Tapi sekarang sudah aman, kamu bisa berjalan di sampingku." ucap Yusuf dengan tersenyum.

Wajah Inayah bersemburat merah mendengar ucapan Yusuf yang sanggup membawa hatinya terbang jauh ke langit tingkat ke tujuh.

"Ustadz, apa sekarang aku bisa tahu siapa wanita yang bersamamu?" tanya Ridwan menoleh ke arah Yusuf setelah berada di dalam mobil.

"Dia bernama Inayah, aku sudah lama mengenalnya namun baru hari ini aku bertemu dengannya." ucap Yusuf dengan tersenyum penuh arti.

"Nama yang indah." ucap Ridwan menjalankan mobilnya dengan pelan.

"Inayah di mana rumahmu? aku harus mengantarmu pulang." ucap Yusuf sedikit memutar kepalanya agar bisa melihat Inayah yang sedari tadi menundukkan kepalanya tanpa bicara.

Inayah mengangkat wajahnya sambil meremas jari-jarinya.

"Aku tinggal di rumah kontrakan di belakang rumah sakit Mutiara Medika Ustadz." ucap Inayah dengan suara gemetar.

Sungguh Inayah masih tidak percaya dengan apa yang di alaminya. Semuanya seperti mimpi yang sering dia alami sejak tiga bulan terakhir.

Sejak satu tahun yang lalu Inayah pindah ke kota M untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya.

Inayah terpaksa meninggalkan Desanya dan pergi kota M karena Bibinya sudah tidak sanggup hidup bersama dengannya.

Di kota M, Inayah bertemu dengan Salimah seorang wanita dewasa yang membantunya mendapatkan rumah kontrakan dan pekerjaan.

Di Penginapan itulah Inayah mulai bekerja atas dasar paksaan dan ancaman Salimah yang membuatnya tak berdaya.

"Kamu melamun Inayah? Kita sudah sampai di depan rumah sakit Mutiara Medika." ucap Yusuf membuyarkan lamunan Inayah.

"Tidak Ustadz, aku tidak melamun. Terima kasih sudah membantuku. Berkat Ustadz aku tidak mendapat masalah di sana." ucap Inayah dengan wajah tertunduk.

"Kamu tidak perlu berterima kasih Inayah. Sudah sewajarnya aku membantu kaum wanita yang lemah." ucap Yusuf dengan tersenyum.

Inayah menganggukkan kepalanya kemudian menatap Ridwan dan Yusuf seraya bergantian.

"Assalamualaikum, Ustadz Ridwan... Ustadz Yusuf." ucap Inayah merasa ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya saat akan meninggalkan Yusuf. Apalagi Yusuf tidak ada penjelasan tentang ucapannya yang menyebut dirinya sebagai calon istri.

"Ya Tuhan!! apa yang ku pikirkan ini? mana mungkin Ustadz menikahi wanita seperti aku? wanita panggilan yang di hargai dengan sejumlah uang." ucap Inayah dalam hati sambil menepuk jidatnya dengan keras.

"Inayah kamu melamun lagi? apa kamu baik-baik saja? sebaiknya aku mengantarmu sampai ke rumah. Akan berbahaya kalau kamu pulang sendiri dalam keadaan seperti ini." ucap Yusuf menatap penuh wajah Inayah yang masih duduk mematung di dalam mobil.

"Ustadz Ridwan, apa bisa menungguku sebentar? aku akan mengantar Inayah sampai ke rumahnya." ucap Yusuf pada Ridwan yang menatapnya dengan sebuah senyuman.

"Ayo... Inayah." ucap Yusuf keluar dari mobil setelah Ridwan menganggukkan kepalanya.

Bergegas Inayah keluar dari mobil tidak ingin Yusuf menunggu lama.

Tanpa bicara Inayah berjalan menyusuri jalan sempit di ikuti Yusuf yang berjalan di sampingnya.

"Apa kamu tinggal bersama orang tuamu Inayah?" tanya Yusuf mengusir kesunyian.

"Aku tinggal sendiri di sini Ustadz, orang tuaku sudah lama meninggal. Sejak SMP aku tinggal dengan Bibi dan baru satu tahun yang lalu aku tinggal di kota ini." ucap Inayah dengan jujur.

Yusuf mendengar dengan seksama tanpa menyela atau memberi pendapat bahkan Yusuf tidak ada pertanyaan lagi sampai Inayah berhenti di rumah kecil yang sederhana.

"Kita sudah sampai Ustadz, terima kasih sudah mengantarku sampai ke rumah. Dan ini syal milik Ustadz terima kasih banyak." ucap Inayah sambil memberikan syal milik Yusuf.

"Simpan saja untukmu dan jangan lepaskan, Kamu terlihat anggun memakai kerudung syalku itu." ucap Yusuf dengan tersenyum seraya memakaikan syal itu di kepala Inayah.

Wajah Inayah bersemburat merah mendengar ucapan Yusuf dan sikap manis Yusuf padanya.

"Sekarang masuklah dan istirahat. Assalamualaikum." ucap Yusuf dengan tenang menunggu Inayah masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsallam, Ustadz." ucap Inayah dengan berat hati masuk ke dalam rumah. Hatinya begitu sedih karena harus berpisah dengan Yusuf. Apalagi tidak ada kata-kata lagi dari Yusuf tentang apa yang telah di ucapkannya saat di penginapan.

"Apakah yang di ucapkan Ustadz Yusuf hanya untuk membantuku saja? dengan menyebut diriku sebagai calon istrinya, tentu saja diriku terhindar dari masalah karena aku tidak punya kartu identitas apapun." ucap Inayah bersandar di balik pintu dengan kedua matanya terpejam.

avataravatar
Next chapter