1 Kambing Kurban Perasaan

Pagi ini aku izin keluar sebentar untuk mengambil kambing yang ku beli untuk ku jual kembali.

Setelah itu ku ikat di taman belakang rumah, kanjeng ibu pun memanggilku dan aku pun lupa mengikat kambing yang ku beli tadi hingga akhirnya dan Asep mengejarnya. 

Di rumah pak Irfandi 

Di taman belakang rumah.. 

"Hayuk sini, nah gitu dong.., nurut ya, kan aku gak ada niat nyembelih kamu, cuma mau jual doang, entar kan kalau laku aku kasih kamu dua persen, lumayan buat chating an, sudah kamu di sini ya..", kata Paijo yang sedang mengobrol dengan kambing yang di bawanya. 

"Joya..", kanjeng ibu memanggil Paijo yang sedang mengikat kambing di taman belakang rumah. 

"Haduh kungfu panda lagi tuh manggil, tenang gak usah pucat, dia kerjaannya cuma begitu, teriak kalau gak ngeden ya sudah", keluh Paijo ketika Paijo di panggil oleh kanjeng ibu. 

"Joya..", kanjeng ibu memanggil Paijo lagi yang sedang mengikat kambing di taman belakang rumah. 

"Haduuh.., iya kanjeng ibu, sebentar..", keluh Paijo lagi ketika Paijo di panggil oleh kanjeng ibu. 

"Sini dong..", pinta kanjeng ibu. 

"Aahhh..", keluh Paijo lagi. 

"Joya..", kanjeng ibu memanggil Paijo lagi yang sedang mengikat kambing di taman belakang rumah. 

"Iya, iya.., waduh kambingnya lepas lagi lupa belum di ikat, haduh, sep, sep, tangkap sep..", keluh Paijo lagi yang lupa mengikat kambing di taman belakang rumah. 

"Haa.." 

"Tangkap..", teriak Paijo. 

"Oke.., oke sudah di tangkap..", Asep berlari ke arah Paijo dan kemudian Asep menindihi Paijo. 

"Haduh Zulkifli, Zulkifli, kamu ngapain di situ ?", tanya Paijo. 

"Lah katanya suruh tangkap", jawab Asep. 

"Ngapain kamu tangkap aku, itu tuh..", keluh Paijo lagi. 

"Oh itu ya, oh iya, iya..", kata Asep yang lari meninggalkan Paijo dan berlari mengejar kambing yang lupa di ikat oleh Paijo. 

"Sudah buruan.., yah lepas lagi, hayuk cepatan, cepatan..", keluh Paijo lagi yang menyuruh Asep mengejar kambing yang ingin dia ikat di taman belakang rumah. 

"Kenapa pak ?", tanya Asep. 

"Itu kesitu..", jawab Paijo sambil mengeluh. 

"Oh iya, iya..", seru Asep. 

Di ruang tengah.. 

"Joya, Joya..", kanjeng ibu memanggil Paijo lagi sambil bersiul di ruang tengah. 

"Yes dapat..", kata Asep yang menangkap kanjeng ibu karena Asep mengira kanjeng ibu adalah kambing.  

"Eeh..", keluh kanjeng ibu. 

"Jo ketangkap, Jo ketangkap..", seru Asep. 

"Ini apa sih ?", tanya kanjeng ibu. 

"Jo..", seru Asep lagi. 

"Atakiwir..", Paijo kaget melihat Asep sedang memeluk kanjeng ibu. 

"Eeh, Iih..", keluh kanjeng ibu lagi. 

"Zulkifli, Zulkifli, hadeh.., bukan ini yang kamu tangkap, tapi kambing tau..", keluh Paijo lagi. 

"Oh, lah ini apa ?", tanya Asep dan kemudian berbalik ke arah kanjeng ibu, tenyata kanjeng ibu yang Asep tangkap bukan kambing. 

"Kamu itu sep..", kata kanjeng ibu yang kesal karena ulah dari Asep. 

"Oh iya, iya ampun kanjeng ibu, ampun..", Asep meminta maaf pada kanjeng ibu. 

"Kamu fikir saya kambing, haa.., kamu fikir saya kambing, haa..", kata kanjeng ibu lagi yang masih kesal karena ulah dari Asep. 

"Enggak..", Asep pun menangis. 

Dan di ruang tv paklik Purwanto sedang mencari slop yang dia pakai hari ini, lalu kemudian datanglah Asih, Asih pun membantu paklik Purwanto untuk mencari slopnya.

Ketika sedang serius mencari slop, paklik Purwanto mencium bau kambing, begitu juga dengan Asih yang mencium bau kambing di ruang tv, lalu kemudian keduanya pun melihat ke belakang, ternyata itu adalah kambing yang sedang saya cari karena kabur dan lupa ku ikat di taman belakang rumah. 

Di ruang tv.. 

"Mana sih..", kata paklik Purwanto yang mencari slopnya. 

"Paklik cari apa ?", tanya Asih. 

"Slop ku yang kiri gak ada sih..", jawab paklik Purwanto. 

"Oh, biar saya bantu cari deh paklik", kata Asih yang akan membantu paklik Purwanto. 

"Ya sudah, hayuk bantu carikan slop ku", sambung paklik Purwanto. 

"Di kolong sini juga gak ada paklik", kata Asih yang mulai mencari slop milik paklik Purwanto. 

"Lah iya..", seru paklik Purwanto. 

"Atau paklik salah pakai kali, yang kiri di pakai kaki kanan", kata Asih sambil mencari slop milik paklik Purwanto. 

"Salah gimana, kalau sekarang slop yang ku di pakai di kaki kiri ini, terus slop ku yang kanan itu kemana ?", tanya paklik Purwanto. 

"Lah itu yang kanan..", jawab Asih. 

"Slopnya Asih, slopnya, bukan kakinya tau..", keluh paklik Purwanto. 

"Oh slop..", seru Asih. 

"Loh tadi emangnya aku ngomong apa ?", tanya paklik Purwanto lagi. 

"Oh ya slop ya, hehe..", jawab Asih lagi sambil tertawa. 

"Hayuk bantu cariin lagi..", pinta paklik Purwanto. 

"Iya, iya..", Asih melaksanakan perintah dari paklik Purwanto. 

"Hayuk bantu cari dimana, ada gak ?", tanya paklik Purwanto lagi. 

"Emm.., paklik..", Asih mencium bau kambing di ruang tv. 

"Apa sih ?", tanya paklik Purwanto lagi. 

"Paklik kok bau kambing ya, paklik belum mandi ya ?", tanya Asih juga. 

"Enak saja, badanmu itu yang bau kambing", jawab paklik Purwanto. 

"Masa sih paklik ?", tanya Asih lagi. 

"Emm oh iya ya paklik..", Asih mencium bajunya. 

"Emm oh iya ya, aku juga sih..", paklik Purwanto mencium bajunya juga. 

"Kok bisa ya ?", tanya Asih lagi. 

"Emm iya ya, aku juga..", jawab paklik Purwanto. 

"Haa.., kambing, kambing, kambing..", paklik Purwanto dan Asih ketakutan saat melihat kambing di belakangnya. 

Aku masih di ruang tengah untuk menghadap kanjeng ibu, kanjeng ibu juga menanyakan soal sanggulnya yang ku simpan di gudang. 

Dan kemudian kanjeng ibu menyuruh ku untuk merapihkan sanggulnya ke salon yang di gigiti tikus di gudang. 

Di ruang tengah lagi.. 

"Kan sudah simpan rapih kanjeng ibu", kata Paijo yang beralasan pada kanjeng ibu. 

"Di simpan rapih gimana, nih lihat nih.., kamu hanya bungkus dengan kantong plastik terus kamu taruh di atas lemari gudang, ya dimakan tikus dong, nih lihat nih.., rusak kan rusak.. ?", tanya kanjeng ibu dengan kesal. 

"Kalau soal itu bukan salah saya kanjeng ibu, itu salah tikusnya, konde dimakan, lagian kanjeng ibu juga salah..", jawab Paijo. 

"Loh..", kata kanjeng ibu yang di potong perkataannya oleh Paijo. 

"Kondenya bau terasi ya dimakan tikus..", sela Paijo. 

"Hei, hei, hei.., jangan ngawur kamu ya", kata kanjeng ibu yang mulai kesal pada Paijo. 

"Emang kenyataan nya begitu, ya kan sep ?", Paijo bertanya pada Asep. 

"Gak tau..", jawab Asep. 

"Eh Joya dengar ya, kamu sekarang bawa konde ini ke salon, suruh orang salon itu benerin, saya mau pakai untuk nanti lebaran haji, hanya konde ini yang pantas untuk di pakai..", kata kanjeng ibu yang masih kesal pada Paijo. 

"Kok cuma konde ini yang pantas kanjeng ibu ?", Paijo bertanya pada kanjeng ibu. 

"Loh ya iya..", jawab kanjeng ibu dengan singkat. 

"Jangan-jangan ini konde bau kambing ya ?", tanya Paijo lagi. 

"Hemm.., mau bau kambing, mau bau domba, itu bukan urusan kamu, paham !!??, Sekarang bawa ke salon", tanya kanjeng ibu juga. 

"Salonnya, salon Suharjo atau salon Suhartini, kanjeng ibu?, Kalau salon Suharjo itu buka, kalau salon Suhartini itu gak tutup, mau yang mana?", tanya Paijo lagi. 

"Ah.., salon Suharjo saja, kan buka", jawab kanjeng ibu. 

"Kalau salon Suharjo yang tau Asep, kanjeng ibu, jadi yang berangkat Asep..", kata Paijo yang beralasan pada kanjeng ibu.  

"Loh kok Asep sih.. ?", tanya kanjeng ibu lagi. 

"Ya sudah kalau begitu salon Suhartini saja", kata kanjeng ibu yang mengubah salonnya untuk merapihkan sanggulnya. 

"Emm kalau salon Suhartini kebetulan sudah ganti nama kanjeng ibu", Paijo beralasan lagi. 

"Ganti nama jadi apa ?", tanya kanjeng ibu lagi. 

"Salon Suharjo, jadi Asep yang pergi", jawab Paijo lagi. 

"Hayuk sep, cepat sep, ke salon..", kata Paijo yang menyuruh Asep untuk pergi ke salon merapihkan sanggulnya kanjeng ibu. 

"Gak mau..", Asep menolak permintaan Paijo. 

"Kamu gak ngerti banget ya, ah.., aku tuh mau kejar harta kekayaan kita", kata Paijo yang berbicara dengan berbisik-bisik. 

"Ya tapi aku gak mau jo..", kata Asep yang menolak permintaan dari Paijo dengan berbisik-bisik. 

"Eh itu, tuh, sep, sep..", kata Paijo yang berteriak karena melihat kambing di sebelah kanjeng ibu. 

Aku yang melihat kambing di sebelah kanjeng ibu langsung menangkap talinya dan meminta Asep untuk membantuku menangkap kambing dan kambing itu lepas lagi karena aku kesakitan di pukuli kanjeng ibu yang ku dorong-dorong ketika aku menarik tali agar kambing itu bisa di tangkap oleh Asep. 

Sedangkan di depan rumah pak RT datang dan membicarakan sesuatu pada tuan papi (pak Irfandi), yaitu ide untuk berjualan kambing kurban. 

Di depan rumah.. 

"Saya ngapain ya ke rumahnya pak Irfandi ?", kata pak RT yang bertanya-tanya sendiri. 

"Abdul Latif tolong masukin ke garasi ya mobilnya, Betta tutup gerbang..", pinta Irfandi. 

"Siap pak Irfandi", Betta dan Abdul Latif melaksanakan perintah dari Irfandi. 

"Mi, pi, Kamil, Silvy, dan Citra masuk kedalam duluan ya", kata Kamil yang pamit untuk masuk ke dalam rumah duluan kepada ayah dan ibunya. 

"Betta, Betta tunggu dulu, jangan ditutup dulu gerbangnya, pak Irfandi ada ?", tanya pak RT. 

"Ada pak RT", jawab Betta. 

"Saya mau masuk kedalam, ada yang ingin saya bicarakan dengan pak Irfandi", kata pak RT yang ingin masuk kedalam rumah pak Irfandi. 

"Oh ya silahkan pak RT", Betta membukakan pintu pagar dan mempersilahkan pak RT masuk ke rumah pak Irfandi. 

"Oke terimakasih ya Betta", pak RT mengucapkan terimakasih pada Betta. 

"Sama-sama pak RT", sambung Betta. 

"Mi.." 

"Iya pi, kenapa ?", tanya Titah. 

"File papi mana ya mi ?", tanya Irfandi juga. 

"Ini pi..", jawab Titah yang memberikan file yang di minta Irfandi. 

"Oke, makasih sayang, yuk masuk kedalam rumah", ajak Irfandi. 

"Yuk pi..", sambung Titah. 

"Pak Irfandi, pak Irfandi, pak Irfandi, tunggu..", pak RT memanggil Irfandi dan menghentikan langkah Irfandi ke dalam rumah. 

"Iya pak RT, ada apa ?", tanya Irfandi. 

"Ada yang ingin saya bicarakan pada pak Irfandi sebentar, boleh ?", tanya pak RT juga. 

"Oh boleh, silahkan duduk pak RT", jawab Irfandi. 

"Ya sudah pi, kalau gitu mami masuk kedalam duluan ya pi..", kata Titah. 

"Iya mi, eeh mi, papi lupa, ini file papi tolong taruh di ruang kerja papi ya", pinta Irfandi. 

"Iya pi..", kata Titah yang melaksanakan perintah dari suaminya. 

Di teras depan rumah.. 

"Yuk pak RT, silahkan duduk", Irfandi mempersilahkan pak RT untuk duduk. 

"Iya pak Irfandi", sambung pak RT.

"Oh iya pak RT katanya tadi ada yang ingin pak RT bicarakan dengan saya, bicarakan soal apa ?", tanya Irfandi. 

"Jadi seperti ini pak Irfandi, saya baru ketemu sama warga katanya mau beli kurban, lalu saya teringat dengan pak Irfandi", jawab pak RT. 

"Haa.., kok saya sih, memangnya ada hubungan apa saya dengan kambing kurban pak RT ?", tanya Irfandi lagi. 

"Katanya pak Irfandi jualan kambing kurban ya ?", tanya pak RT juga. 

"Oh itu, bukan saya yang jual kambing kurban pak RT, tapi Paijo dan Asep, mereka itu patungan beli kambing kurban untuk di jual lagi biar dapat untung", jawab Irfandi. 

"Oh begitu ya pak Irfandi", seru pak RT. 

"Iya pak RT" sambung Irfandi. 

"Emm aha..!!", kata pak RT yang mempunyai ide. 

"Kenapa pak RT ?", tanya Irfandi lagi. 

"Saya punya ide pak Irfandi", jawab pak RT lagi. 

"Ide apa itu pak rt ?", tanya Irfandi lagi. 

"Ide saya, bagaimana pak Irfandi juga jual kambing kurban, padahal ini teh momen yang tepat, momen di hari raya kurban, pak Irfandi beli kambingnya teh di kampung saya, murah-murah pak Irfandi, dan di jual disini teh sangat menguntungkan", jawab pak RT sambil menjelaskannya pada Irfandi. 

"Oh gitu, oh iya ya, kenapa gak kepikiran ya pak RT", kata Irfandi. 

"Permisi pak RT, pak Irfandi, ini minumnya", kata Asih yang mengantarkan minum untuk pak RT dan Irfandi. 

"Iya sih..", sambung Irfandi dan pak RT.  

"Nah sekarang kepikiran kan pak Irfandi ?", tanya pak RT lagi. 

"Iya pak RT, ya sudah kalau begitu sekarang kita temui kanjeng ibu", jawab Irfandi lagi yang mengajak pak RT untuk menemui kanjeng ibu. 

"Astaghfirullahalhazim pak Irfandi, gak, gak, gak, saya mau pulang saja", kata pak RT yang ketakutan. 

"Pak RT, pak RT, mau kemana ?", tanya Irfandi lagi. 

"Gak, gak, gak..", jawab pak RT yang ketakutan. 

"Kenapa ?", tanya Irfandi lagi. 

"Itu kanjeng ibu mau di jadikan kurban", jawab pak RT yang masih ketakutan. 

"Haduh, hemm, hemm..", Irfandi kesal pada pak RT dan mendorong pak RT. 

Aku yang masih mencari kambing yang ku beli tadi bertemu dengan Astuti, tukang jamu langganan keluarga pak Irfandi. 

Kemudian aku bertanya padanya yang ku fikir pada waktu itu Astuti melihat kambing yang sedang ku cari. 

Di depan rumah lagi.. 

"Duuhh.. mana lagi tuh kambing, aahh.. jangan-jangan pulang lagi tuh kambing ke terminal, duuhh..", keluh Paijo yang mencari kambing yang di belinya tadi pagi. 

"Assalamu'alaikum mas jo..", Astuti memberikan salam pada Paijo. 

"Wa'alaikumussalam Tut..", Paijo menjawab salam dari Astuti. 

"Panjenengan mencari kula nggih jene jo ?" 

(Kamu mencari saya ya mas jo ?), tanya Astuti. 

"Mboten kula iseh pados menda, panjenengan ningal mboten ?" 

(Enggak, saya lagi cari kambing, kamu lihat gak ?), tanya Paijo juga. 

"Oh ciri-ciri nya gimana ?" 

(Oh ciri-ciri nya bagaimana ?), tanya Astuti lagi. 

"Ciri-ciri nya itu dia tinggi, kekar, terus ada bulunya terus kalau dia tersenyum itu ada lesung pipitnya di bokongnya", jawab Paijo.

"Warnanya, warnanya ?", tanya Astuti lagi. 

"Emm warnanya kalau gak salah hitam putih metalik, kaki-kaki nya racing", jawab Paijo lagi. 

"Yeh.. itu kambing apa mobil sewaan ?", tanya Astuti dengan mengeluh. 

"Ya kamu nanya nya begitu, kaya polisi bagian curanmor saja sih kamu", jawab Paijo juga sambil mengeluh. 

"Oh menawi menda kados punika kula ningal jene jo, talinya panjang" 

(Oh kalau kambing seperti itu saya lihat mas jo, talinya panjang), Astuti memberitahu Paijo. 

"Nah inggih, punika leres, panjenengan ningal dimana ?" 

(Nah iya, itu benar, kamu lihat dimana ?), tanya Paijo lagi. 

"Punika disana, iseh tedha rumputnya tiyang" 

(Itu disana, lagi makan rumputnya orang), jawab Astuti lagi. 

"Waduh.., itu kambing cari perkara saja sih, ya sudah saya susul, saya pinjam sepedanya ya..", kata Paijo yang meminjam sepeda Astuti. 

"Jangan..", Astuti tidak memberikan pinjam sepedanya. 

"Sudah saya sewa ya", kata Paijo yang akan menyewa sepedanya Astuti. 

"Yang benar mas jo ?", tanya Astuti lagi. 

"Iya, nih.., uangnya", jawab Paijo lagi. 

"Ini mas jo sepedanya", Astuti pun memberikan sepeda nya pada Paijo. 

"Oke pergi cari kambing dulu ya", kata Paijo. 

"Iya mas jo..", sambung Astuti. 

"Loh Tut, jamunya ?", tanya Abdul Latif. 

"Sepedaku ing sambet jene jene jo, dul, kula tengga ing lebet kamawon deh.." 

(Sepedaku di pinjam mas jo, dul, saya tunggu di dalam saja deh..), jawab Astuti. 

"Ya sudah masuk..", kata Abdul Latif yang membukakan pintu pagar rumah Irfandi. 

Di ruang tengah lagi.. 

"Jadi seperti itu kanjeng ibu, apakah kanjeng ibu setuju dengan ide dari pak RT ?", tanya Irfandi. 

"Saya setuju, Irfandi..", jawab kanjeng ibu. 

"Iya kanjeng ibu, ada apa ?", tanya Irfandi lagi. 

"Kamu urus semuanya ya, oh ya satu lagi, nanti siapa yang mau bantu kamu jual kambing kurban nya ?",tanya kanjeng ibu juga. 

"Kakak saya, kanjeng ibu", jawab Irfandi. 

"Arfan ta Irfandi ?", tanya paklik Purwanto. 

"Iya paklik Purwanto, dibantu para abdi dalem juga paklik Purwanto", jawab Irfandi lagi. 

"Oh gitu..", seru paklik Purwanto. 

"Emm, tunggu sebentar dan jangan kemana-mana ya pak RT", pinta kanjeng ibu yang menyuruh pak RT untuk menunggu. 

"Iya kanjeng ibu..", seru pak RT. 

"Irfandi, kamu ikut saya", pinta kanjeng ibu. 

"Siap kanjeng ibu..", seru Irfandi. 

Aku pun mulai mencari kambing kurban yang baru ku beli tadi pagi di rumah pak Ubaidillah, ayah dari mantan pacarnya tuan mami (Titah). 

Dan ketika aku mau menangkap kambing nya, tiba-tiba saja pak Arfan datang dan mengagetkan aku, aku pun terkejut, kambing kurban yang ingin ku tangkap kabur dan akhirnya pak Arfan membantu ku menangkap kambing kurban nya. 

Setelah berhasil menangkap kambing nya aku dan pak Arfan pulang, di jalan aku bertemu dengan Eva, orang yang aku suka sejak pertama kali aku bekerja di rumah tua papi (Irfandi). 

Dan ketika sampai di rumah tuan papi (Irfandi), aku dan pak Arfan kaget melihat banyak kambing yang ada di taman belakang rumah. 

Ternyata kanjeng ibu dan tuan papi (Irfandi) yang menjual kambing kurban juga.

Di rumah pak Ubaidillah, 

Di depan rumah.. 

"Kata Astuti di sini, mana ya, oh itu dia tuh kambing saya, itu kan rumahnya pak Ubaidillah, ayah den mas Kamil, mantan pacarnya tuan mami, haduh.. ngapain sih itu kambing di situ, makan rumputnya pak Ubaidillah lagi, haduh.. kambing nyusahin saja ya, aah..", keluh Paijo yang melihat kambing yang di carinya sedang memakan rumput di rumah pak Ubaidillah.

"Akhirnya sampai juga, loh itu kan si Paijo, kok bawa sepeda jamunya Astuti, ngapain dia disitu ?", Arfan bertanya-tanya sendiri yang melihat Paijo ada di rumahnya pak Ubaidillah menggunakan sepeda milik Astuti. 

"Ya sudah deh masuk saja ke halaman rumahnya pak Ubaidillah, untuk mengambil kambing saya", kata Paijo yang memarkirkan sepeda jamunya Astuti di depan rumah pak Ubaidillah. 

"Samperin saja deh..", kata Arfan yang akan menghampiri Paijo. 

"Akhirnya ketangkap juga kan, aah kambing nyusahin saja..", kata Paijo yang berhasil menangkap kambing kurbannya di halaman depan rumah pak Ubaidillah. 

"Paijo..", Arfan menghampiri Paijo dan membuat Paijo kaget dan kambing kurbannya lepas kembali. 

"Atakiwir, ampun pak, ampun pak Ubaidillah, saya ke sini cuma mau ambil kambing kurban saya saja yang kebetulan masuk ke halaman depan rumah pak Ubaidillah, sekali lagi saya minta maaf ya pak, ampun ya pak..", Paijo kaget dan ketakutan saat Arfan menghampirinya dan memegang pundaknya. 

"Haa.. pak Ubaidillah, eh jo ini saya, bukan pak Ubaidillah..", keluh Arfan yang di kira Paijo adalah pak Ubaidillah. 

"Atakiwir.., eh pak Irfandi ta.., bikin jantungan saja nih tuan papi..", Paijo kaget lagi dan mengira kalau Arfan adalah Irfandi. 

"Haa.. Irfandi, salah jo, saya Arfan kakaknya Irfandi..", keluh Arfan lagi. 

"Pak Arfan, ah bohong kali, pak Irfandi kan ?", tanya Paijo. 

"Benar jo, saya Arfan..", jawab Arfan. 

"Kok mirip tuan papi ya ?", tanya Paijo lagi. 

"Kan saya dengan dia kembar jo.., kamu ini gimana sih", jawab Arfan lagi. 

"Oh iya ya..", seru Paijo. 

"Sekarang saya tanya, kamu ngapain di sini ?", tanya Arfan. 

"Saya ke sini mau ambil kambing kurban saya yang baru saya beli tadi pagi pak Arfan", jawab Paijo. 

"Oh gitu, mana kambingnya jo ?",tanya Arfan lagi. 

"Lah ada..", jawab Paijo lagi. 

"Mana ?", tanya Arfan lagi. 

"Ini pak Arfan..", jawab Paijo lagi. 

"Mana gak ada gitu loh jo..", kata Arfan yang melihat kambing kurban nya Paijo tidak ada di belakangnya Paijo. 

"Ini di belakang saya, pak Arfan..", sambung Paijo. 

"Mana, coba lihat kebelakang..", pinta Arfan. 

"Atakiwir.., loh pak Arfan, kambing kurban saya mana ?", tanya Paijo lagi. 

"Gak tau jo, haa.. itu apa..", jawab Arfan lagi yang melihat kambing kurban milik Paijo sedang memakan rumput milik pak Ubaidillah lagi. 

"Ya sudah yuk pak Arfan kita kesana, bantu tangkap kambingnya..", Paijo meminta bantuan Arfan. 

"Ya sudah yuk..", sambung Arfan. 

Satu jam kemudian.. 

"Akhirnya ketangkap juga ya pak Arfan", kata Paijo yang berhasil menangkap kambing kurban miliknya. 

"Iya jo, ya sudah yuk pulang..", Arfan mengajak Paijo untuk pulang. 

"Yuk pak..", sambung Paijo.

Di gang angrek 2.. 

"Itu kan Eva, orang yang saya taksir, samperin ah, pak Arfan titip sepedanya Astuti ya", kata Paijo yang akan menghampiri Eva. 

"Eeh jo, hemm Joya..", keluh Arfan yang di titipkan sepeda Astuti dan kambing kurban milik Paijo. 

"Assalamu'alaikum dik Eva..", Paijo memberikan salam pada Eva. 

"Wa'alaikumussalam mas jo", Eva menjawab salam dari Paijo. 

"Kamu sedang apa di sini ?", tanya Paijo. 

"Saya sedang menunggu ayah, mas jo sendiri ?", tanya Eva juga. 

"Oh sedang menunggu ayah, saya sedang..", jawab Paijo yang terpotong oleh Arfan yang datang menghampiri Paijo dan Eva. 

"Assalamu'alaikum", Arfan memberikan salam pada Paijo dan Eva. 

"Wa'alaikumussalam", Paijo dan Eva menjawab salam dari Arfan. 

"Eh Joya, kamu ini bagaimana sih, kok saya di tinggalin dan di titipkan sepeda dan kambing kurban mu, repot loh aku ini", keluh Arfan lagi yang di titipkan sepeda Astuti dan kambing kurban milik Paijo. 

"Aah.., pak Arfan malah kesini, ganggu orang pdkt saja", keluh Paijo juga, karena pembicaraannya di potong oleh Arfan. 

"Sudah pulang hayuk..", Arfan mengajak Paijo untuk pulang. 

"Nanti dulu ah pak Arfan..", sambung Paijo yang menolak pulang bersama Arfan. 

"Oh gitu ya, sebentar ya, oh ya jo tolong pegang kambing dan sepedanya dulu ya..", kata Arfan yang ingin mengeluarkan hpnya. 

"Oh iya, baik pak Arfan", sambung Paijo. 

"Halo, assalamu'alaikum, tah..", Arfan berpura-pura menelepon Titah. 

"Eeh jangan dong pak Arfan..", Paijo ketakutan saat Arfan berpura-pura menelepon Titah. 

"Loh emangnya kenapa ?", tanya Arfan. 

"Kalau pak Arfan ngadu ke tuan mami gajah makan kawat", jawab Paijo. 

"Apaan tuh ?", tanya Arfan lagi. 

"Gawat..", jawab Paijo lagi. 

"Gawat kenapa ?", tanya Arfan lagi. 

"Gawat sama bahasanya, kalau pak Irfandi atau kanjeng ibu yang memberikan hukuman mah masih mending, bahasa masih saya ngerti, lah kalau tuan mami, hu.. boro-boro, ngerti juga enggak", jawab Paijo lagi. 

"Oh iya ya..", seru Arfan. 

"Nah makannya itu, tadi ngajak saya pulang kan ?", tanya Paijo. 

"Iya jo..", jawab Arfan. 

"Ya sudah hayuk pulang, tunggu sebentar pak Arfan..", kata Paijo yang meminta Arfan untuk menunggu. 

"Apa lagi sih jo ?", tanya Arfan lagi. 

"Pamit dulu..", jawab Paijo. 

"Hadeh.., ya sudah cepat..", keluh Arfan lagi yang menunggu Paijo pamit pada Eva. 

"Dik Eva, saya pulang dulu ya, assalamu'alaikum", Paijo pamit pada Eva dan memberikan salam pada Eva. 

"Iya, wa'alaikumussalam", Eva menjawab salam dari Paijo. 

"Yuk pak Arfan", ajak Paijo. 

"Nih bawa sepeda dan kambingnya sendiri", Arfan memberikan kambing dan sepeda pada Paijo. 

Di rumah pak Irfandi, 

Di depan rumah.. 

"Assalamu'alaikum", Arfan dan Paijo memberikan salam pada Astuti. 

"Wa'alaikumussalam", Astuti menjawab salam dari Arfan dan Paijo. 

"Sudah mas jo ?", tanya Astuti. 

"Sudah Tut, makasih ya", jawab Paijo. 

"Iya sama-sama", kata Astuti. 

"Oh ya pak Arfan..", Paijo teringat sesuatu. 

"Apa lagi jo ?", tanya Arfan. 

"Nanti tolong bawa kambingnya ke taman belakang ya", jawab Paijo. 

"Loh memangnya kamu mau kemana jo ?", tanya Arfan lagi. 

"Mau bawa barang-barang pak Arfan masuk ke dalam kamar, nanti bawa kambingnya sama saya, sekalian saya mau cari makanannya di taman belakang rumah", jawab Paijo. 

"Oh iya, Tut..", seru Arfan. 

"Inggih pak Arfan" 

(Iya pak Arfan) 

"Buatkan kula jampi nggih, ingkang biyasa nggih" 

(Buatkan saya jamu ya, yang biasa ya), pinta Arfan. 

"Inggih pak Arfan" 

(Iya pak Arfan) 

Di teras depan rumah lagi.. 

"Mbak Tut.., loh pakde Arfan", kata Citra yang ingin memesan jamu dan terpotong karena Citra melihat Arfan yang sedang duduk di teras depan rumah dan mencium tangan Arfan. 

"Iya, eh Citra", sambung Arfan. 

"Kapan nyampe pakde ?", tanya Citra. 

"Baru Citra", jawab Arfan. 

"Oh gitu, mbak Tut, saya minta jamu yang tadi saya pesan ya, untuk mas Kamil", pinta Citra. 

"Oh nggih mbak Citra" 

(Oh ya mbak Citra), sambung Astuti. 

"Pakde, Citra duluan ya ke dalam ya", kata Citra yang pamit ke dalam pada Arfan. 

"Iya Citra, Tut mana jamu saya ?", tanya Arfan. 

"Ini pak Arfan..", jawab Astuti yang memberikan jamu yang di pesan Arfan. 

"Pak Arfan, yuk..", Paijo mengajak Arfan ke taman belakang rumah. 

"Iya jo, nanti dulu saya sedang minum jamu, Tut, yang manisnya dong", pinta Arfan. 

"Inggih pak.." 

(Iya pak..), seru Astuti. 

Di taman belakang rumah lagi.. 

"Jo yang lepas cuma satu ya kambingnya ?", tanya Arfan. 

"Maksudnya, pak Arfan ?", tanya Paijo juga. 

"Itu di belakangmu banyak kambing", jawab Arfan. 

"Di belakang saya, tunggu pak Arfan, saya punya kambing kurban cuma satu dan itu juga patungan belinya sama Asep, dan kambing kurban saya ini saja, gak ada yang lain..", kata Paijo heran. 

"Itu tuh..", Arfan menunjuk ke arah belakang Paijo karena melihat kambing yang banyak di taman belakang rumah. 

"Itu tuh, atakiwir..", Paijo heran dan kaget melihat kambing yang ada di belakangnya. 

"Kenapa jo ?", tanya Arfan lagi. 

"Kok banyak sekali ya pak Arfan kambingnya", jawab Paijo. 

"Mana saya tau..", seru Arfan. 

"Eh Joya sudah pulang, jo..", kata Irfandi yang melihat Paijo sudah pulang. 

"Inggih tuan papi" 

(Iya tuan papi) 

"Kamu bantu urus kambing kurbannya, nanti ada bonus untuk kamu, oh ya saya lupa bilang saya jualan kambing kurban juga, dan nanti ada yang mau datang ke rumah untuk membeli kambing kurban", pinta Irfandi. 

"Inggih tuan papi" 

(Iya tuan papi) 

Setelah tuan papi (Irfandi) masuk kedalam rumah, datanglah Eva dan suaminya. 

Aku yang mengetahui Eva sudah mempunyai suami, menangis dan merelakan Eva, dan mengorbankan serta mengubur perasaan ku dalam-dalam. 

Masih di taman belakang rumah.. 

"Pak Arfan.." 

"Apa jo, kenapa ?", tanya Arfan. 

"Itu ada yang datang pak Arfan", jawab Paijo. 

"Kamu layani saja dulu, saya mau panggil Irfandi untuk harga kambing nya berapa, nanti kalau saya yang kasih harga takut salah", pinta Arfan. 

"Oh iya, pak Arfan..", seru Paijo. 

"Assalamu'alaikum", Eva memberikan salam pada Paijo. 

"Wa'alaikumussalam", Paijo menjawab salam dari Eva. 

"Eva kesini pasti sama ayah ya ?", tanya Paijo. 

"Iya mas jo", jawab Eva. 

"Pasti mau beli kambing kan ?", tanya Paijo lagi. 

"Iya mas jo", jawab Eva lagi. 

"Silahkan pak Bagas pilih dulu kambingnya, oh ya pak Bagas sama siapa kemari ?", tanya Irfandi. 

"Saya kesini bersama istri saya, pak Irfandi", jawab Bagas. 

"Oh sama istri..", seru Irfandi. 

"Iya pak Irfandi", sambung Bagas. 

"Itu istri saya, mah, mama..", Bagas memanggil istrinya. 

"Haa.. mama ?", tanya Paijo heran. 

"Iya mas jo, itu ayah, suami saya", jawab Eva. 

"Atakiwir.., ternyata perempuan yang saya taksir selama ini sudah memiliki suami", Paijo kaget mendengar Eva yang sudah mempunyai suami. 

Aku pun pergi ke dalam rumah untuk menangis, dan ketika saya menangis, den Kamil, mbak Silvy, dan mbak Citra yang melihat ku sedang menangis langsung mengejek ku setelah menceritakan semuanya pada para Raden. 

Di dapur.. 

"Ternyata seperti ini rasanya patah hati.., kenapa sih saya harus mengalami patah hati, cukup hewan kambing, sapi, dan lain-lain yang di kurban kan, jangan perasaan saya yang di kurban kan juga", kata Paijo yang menangis di dapur. 

"Mas Kamil..", Citra memanggil Kamil yang akan bertanya pada Kamil. 

"Iya dik, ada apa ?", tanya Kamil. 

"Mas Kamil dengar suara tidak ?", tanya Citra. 

"Iya mas, tuh ada suara orang nangis, dengar gak ?", tanya Silvy juga. 

"Iya ya, suaranya dari sini nih dik Citra, dik Silvy..", jawab Kamil. 

"Mas, mbak, tunggu..", kata Citra yang ketakutan mendengar Paijo menangis. 

"Emm lik jo..", keluh Kamil, Silvy, dan Citra ketika melihat Paijo menangis. 

"Apa den mas Kamil, mbak Silvy, mbak Citra ?", tanya Paijo sambil menangis. 

"Ngapain disini, ih masa sudah gede nangis sih.. ?", tanya Kamil juga. 

"Jadi gini ceritanya..", jawab Paijo menceritakannya pada Kamil, Citra, dan Silvy. 

Empat puluh lima menit kemudian.. 

Masih di dapur.. 

"Oh gitu ceritanya", seru Silvy. 

"Iya..", sambung Paijo sambil menangis. 

"Oh gara-gara patah hati juga ta..", seru Citra juga. 

"Iya..", sambung Paijo lagi yang masih menangis. 

"Lik jo, gini ya kalau saran Kamil sih lebih baik lik jo ikhlas kan saja dan mengorbankan perasaan yang selama ini lik jo pendam..", Kamil memberikan saran pada Paijo. 

"Tapi kan den..", kata Paijo masih menangis. 

"Yeh malah semakin kenceng nangisnya..", keluh Kamil. 

"Tau dasar cengeng..", Citra meledek Paijo. 

"Cengeng, cengeng, hu.., cengeng, cengeng..", Kamil, Citra dan Silvy mengejek Paijo.

avataravatar
Next chapter