webnovel

Foto Keramat

Tahun ini, seperti tahun kemarin sebelum idul adha kami sekeluarga berpuasa sembilan hari. 

Dan malam ini saya dan Betta begadang sambil bermain catur di ruang tengah. 

Di rumah pak Irfandi 

Di ruang tengah.. 

"Irfandi.." 

"Iya kanjeng ibu, ada apa kanjeng ibu ?", tanya Irfandi. 

"Saya minta kertas sama pulpen", jawab kanjeng ibu. 

"Untuk apa ya kanjeng ibu ?", tanya Irfandi lagi. 

"Untuk mencatat, awas nanya lagi, hayo cepat ambil kertas dan pulpen nya", jawab kanjeng ibu lagi. 

"I.., i.., i.., iya.., kanjeng ibu..", seru Irfandi yang ketakutan di ancam oleh kanjeng ibu. 

Di dapur.. 

"Mas jo cari apa ?", tanya Asih. 

"Saya cari daftar belanjaan, kanjeng ibu atau tuan mami sudah kasih daftar belanjaan untuk besok belum sih ?", tanya Paijo juga. 

"Belum tuh kayanya mas, eh tapi tunggu dulu deh, lah ini kali ya mas jo ?", tanya Asih. 

"Iya kali ya..", jawab Paijo. 

"Ya kali ya juga, nih mas..", kata Asih yang memberikan daftar belanjaan kemarin. 

"Emm, eh Asih.., ini mah daftar belanjaan kemarin", sambung Paijo yang melihat tanggal daftar belanjaan yang di berikan oleh Asih. 

"Jo.." 

"Iya, eh kanjeng ibu, ada apa ?", tanya Paijo. 

"Kamu lagi ngapain sekarang ?", tanya kanjeng ibu juga. 

"Lagi cari..", jawab Paijo yang terpotong oleh kanjeng ibu. 

"Ini yang kamu cari kan jo ?", tanya kanjeng ibu lagi. 

"Itu apa kanjeng ibu ?", tanya Paijo juga. 

"Daftar belanjaan hari ini Joya..", jawab kanjeng ibu. 

"Nah benar, iya itu yang saya cari kanjeng ibu..", kata Paijo lagi. 

"Ya sudah yuk..", sambung kanjeng ibu. 

"Kemana kanjeng ibu ?", tanya Paijo lagi. 

"Kita pasar, belanja untuk puasa besok dan selama delapan hari ke depan Joya..", jawab kanjeng ibu lagi. 

"Ya kanjeng ibu saya siap-siap dulu", kata Paijo lagi. 

"Emm ya sudah saya tunggu di depan ya", sambung kanjeng ibu lagi. 

"Laksanakan kanjeng ibu..", kata Paijo lagi. 

Di ruang tv.. 

"Kalian bertiga disini", kata Titah. 

"Iya mi, kenapa ?", tanya Silvy. 

"Gak apa-apa, oh ya papi kalian mana ?", tanya Titah juga. 

"Papi di teras samping rumah mi, lagi main catur sama pakde Arfan, mi..", jawab Kamil. 

"Oh gitu, ya sudah ini susu dan cemilan untuk kalian bertiga, yang anteng ya nonton tv nya jangan rusuh..", kata Titah lagi. 

"Oksi mi..", seru Silvy, Kamil, dan Citra. 

Di dapur lagi.. 

"Asih.." 

"Inggih bu Irfandi" 

(Iya bu Irfandi) 

"Tolong buatkan minuman dan cemilan untuk suami saya ya, saya tunggu, cepat..", kata Titah lagi. 

"Nggih bu Irfandi" 

(Ya bu Irfandi) 

"Oh iya saya lupa, Asih..", kata Titah yang kelupaan sesuatu. 

"Iya bu Irfandi, ada lagi yang bisa saya bantu ?", tanya Asih. 

"Saya kelupaan sesuatu Asih, kamu buatkan sekalian kakak ipar saya ya", jawab Titah. 

"Siap bu Irfandi, oh iya bu Irfandi, saya ingin bertanya teh hijaunya mau di buatkan sekarang atau nanti saja bu Irfandi ?", tanya Asih lagi. 

"Boleh, sekarang saja Asih, kamu yang antar saja deh ke teras samping rumah", jawab Titah lagi. 

"Laksanakan bu Irfandi..", seru Asih. 

"Ya sudah..", sambung Titah. 

Di depan rumah.. 

"Duh ini si Joya mana sih, kok lama sekali, Jo.. ya..", kata kanjeng ibu yang lama menunggu Paijo. 

"Jagi kanjeng ibu"  

(Siap kanjeng ibu), sambung Paijo. 

"Ya sudah yuk jalan..", pinta kanjeng ibu. 

"Silahkan kanjeng ibu", Paijo membukakan pintu mobil untuk kanjeng ibu. 

"Ya..", seru kanjeng ibu. 

Di teras samping rumah.. 

"Bojomu pundi Fandi ?" 

(Istrimu mana Fandi ?), tanya Arfan. 

"Ana nang njero"  

(Ada di dalam), jawab Irfandi. 

"Assalamu'alaikum", Titah memberikan salam pada Irfandi dan Arfan. 

"Wa'alaikumussalam", Irfandi dan Arfan menjawab salam dari Titah. 

"Eh Arfan aja urik" 

(Eh Arfan jangan curang), kata Irfandi. 

"Sapa sing urik ta Arfan, inyong durung dalan"  

(Siapa yang curang sih Arfan, aku belum jalan), sambung Arfan. 

"Oh nggih, nggih.."  

(Oh ya, ya..), seru Irfandi. 

"Hemm tah, tah..", keluh Arfan. 

"Kenapa mas Arfan ?", tanya Titah. 

"Bojomu.."  

(Suamimu..), jawab Arfan yang terpotong karena Asih datang untuk mengantar minuman dan cemilan ke teras samping rumah. 

"Assalamu'alaikum", Asih memberikan salam pada Titah, Irfandi, dan Arfan. 

"Wa'alaikumussalam", Titah, Irfandi, dan Arfan menjawab salam dari Asih. 

"Ini pak, bu, minuman dan cemilan nya", kata Asih yang menghidangkan minuman dan cemilan untuk Titah, Irfandi, dan Arfan di teras samping rumah. 

"Oh ya tah, kanjeng ibu mana, kok seharian ini mas Arfan tidak melihat kanjeng ibu ?", tanya Arfan. 

"Oh iya, sama mas Arfan, saya juga belum melihat kanjeng ibu dari tadi pagi, pi..", jawab Titah. 

"Iya mi, kenapa ?", tanya Irfandi. 

"Papi tau atau lihat kanjeng ibu gak tadi pagi ?", tanya Titah juga. 

"Tadi pagi sih sama papi, mi.., minta pulpen dan kertas untuk membuat daftar belanjaan besok sampai delapan hari ke depan selama puasa, idul adha mi..", jawab Irfandi. 

"Oh gitu..", seru Titah. 

"Sekarang dimana ?", tanya Arfan. 

"Mboten mangertos Arfan.."  

(Tidak mengerti Arfan..), jawab Irfandi lagi. 

"Kalau kamu tau gak Asih kemana kanjeng ibu ?", tanya Arfan juga. 

"Kanjeng ibu dan mas jo ke pasar pak Arfan, untuk membeli keperluan puasa besok sampai delapan hari ke depan", jawab Asih. 

"Oh gitu..", seru Irfandi, Titah, dan Arfan. 

"Inggih, nggih sampun kula wangsul dhateng pawon iseh kersa mangsak konjuk tedha siyang dinten niki"  

(Iya, ya sudah saya kembali ke dapur lagi mau masak untuk makan siang hari ini), kata Asih yang pamit ke dapur untuk memasak. 

Di ruang tengah lagi.. 

"Pokoknya semuanya harus ditata yang rapih di dapur, paham ?", tanya kanjeng ibu. 

"Paham kanjeng ibu..", jawab Paijo. 

"Ya sudah sana, cepat laksanakan", pinta kanjeng ibu. 

"Laksanakan kanjeng ibu", Paijo melaksanakan perintah dari kanjeng ibu. 

Dan malam hari pun tiba, seperti yang bilang tadi, aku akan begadang bersama Betta di ruang tengah sambil bermain catur. 

Aku dan Betta membuat keributan saat bermain catur di ruang tengah sehingga membuat kanjeng ibu marah dan menyuruh aku dan Betta kembali ke kamar masing-masing. 

Di ruang tengah lagi.. 

"Hayo cepetan jalan, jangan kebanyakan mikir", kata Betta. 

"Skak..", sambung Paijo. 

"Eh..", Betta kaget mendengar kata skak dari Paijo. 

"Haha..", Paijo hanya tertawa. 

"Eh skak darimana, lah ini kan ke tutupan sama pion ku", keluh Betta. 

"Eh Betta, tadi kan pion gak ada disini, hayo kamu geser ya, kamu curang ya ha.. ?", tanya Paijo.

"Saya tidak menggesernya, loh memang dari tadi sudah ada disitu", jawab Betta. 

"Ah curang kamu, kamu curang, curang..", kata Paijo. 

"Hemm..", kanjeng ibu datang dan langsung memberantaki permainan catur Paijo dan Betta menggunakan sapu lidi. 

"Yah, yah.., eh kanjeng ibu..", kata Paijo yang kaget dengan keberadaan kanjeng ibu di ruang tengah. 

"Apa hah.., apa ?", tanya kanjeng ibu. 

"Enggak kanjeng ibu", jawab Paijo. 

"Jam berapa ini ?", tanya kanjeng ibu lagi. 

"Jam satu kanjeng ibu", jawab Paijo lagi. 

"Kenapa masih teriak-teriak, ganggu orang tidur saja", kata kanjeng ibu yang terganggu tidurnya karena ulah Paijo dan Betta. 

"Ya tapi kan tadi kanjeng ibu..", sambung Betta yang mencari alasan. 

"Haiya.., diam kalian berdua, sekarang kalian berdua masuk ke kamar kalian masing-masing", pinta kanjeng ibu. 

"Laksanakan kanjeng ibu..", Betta dan Paijo melaksanakan perintah dari kanjeng ibu. 

Keesokan harinya.. 

Di ruang keluarga.. 

"Ini tuan papi sepatunya", kata Paijo yang memberikan sepatu pada Irfandi. 

"Eh Joya, kok sepatu saya taruh di paha saya sih, taruh di bawah dong..", sambung Irfandi yang mengeluh pada Paijo.  

"Betta.." 

"Iya sebentar pak Irfandi", kata Betta. 

"Loh kaus kaki nya mana jo ?", tanya Irfandi. 

"Oh iya tunggu sebentar tuan papi", jawab Paijo. 

"Ya sudah sana ambilkan cepat..", pinta Irfandi. 

"Betta bensin masih ada kan ?", tanya Irfandi lagi. 

"Masih ada pak Irfandi", jawab Betta. 

"Ini tuan papi..", kata Paijo lagi. 

"Jangan lupa Betta gerbangnya sudah harus di buka sebelum saya berangkat ke kantor ya", pinta Irfandi lagi. 

"Laksanakan pak Irfandi", Betta melaksanakan perintah dari Irfandi. 

"Loh, ini apa Joya ?", tanya Irfandi lagi. 

"Kaus kaki tuan papi..", jawab Paijo lagi. 

"Kaus kaki darimana ?", tanya Irfandi lagi. 

"Sekarang saya tanya sama tuan papi ini apa namanya ?", tanya Paijo juga. 

"Kaus jo..", jawab Irfandi. 

"Terus kalau yang ini apa namanya ?", tanya Paijo lagi. 

"Kaki jo..", jawab Irfandi lagi. 

"Kalau di gabung ?", tanya Paijo lagi. 

"Kaus kaki jo..", jawab Irfandi lagi. 

"Ya sudah..", seru Paijo. 

"Oh gitu ya, kalau begitu sekarang nih..", sambung Irfandi lagi yang kesal pada Paijo dan Irfandi meletakkan kaus miliknya ke kepala Paijo. 

"Haduh.., tuan papi gelap nih, masa kaus kaki taruh di kepala saya sih tuan papi..", kata Paijo lagi. 

"Kalau disitu bukan kaus kaki namanya jo..", sambung Irfandi lagi. 

"Terus apa dong tuan papi ?", tanya Paijo lagi. 

"Kaus kepala", jawab Irfandi lagi. 

"Aah tuan papi bisa saja nih..", kata Paijo lagi. 

"Iih Joya kamu apa-apaan sih..", sambung Irfandi lagi yang masih kesal pada Paijo. 

Setelah tuan papi siap untuk berangkat ke kantor barulah aku melanjutkan pekerjaan ku kembali. 

Di saat aku ingin membereskan ruang tengah, aku melihat Betta yang panik karena melihat foto keramat kanjeng ibu tidak ada di dinding, aku pun juga ikut panik. 

Akhirnya aku memutuskan untuk ke dapur bertanya pada Asih, di dapur juga ada kanjeng ibu, aku pun berunding dengan Betta untuk menunggu kanjeng ibu pergi dari dapur dan juga meninggalkan Asih. 

Di ruang tengah lagi.. 

"Akhirnya sebentar lagi selesai juga dari pekerjaan rumah haha..", kata Paijo. 

"Loh kok, haduh gawat ini gawat..", sambung Betta yang panik ketika melihat foto keramat kanjeng ibu hilang. 

"Emm si Betta tuh ngapain ya, samperin saja deh..", kata Paijo lagi yang melihat Betta gelisah. 

"Haduh benar-benar gawat ini..", sambung Betta lagi yang masih panik ketika melihat foto keramat kanjeng ibu hilang. 

"Eh Betta.., ngapain kamu ?", tanya Paijo. 

"Gajah makan kawat mas jo", jawab Betta dengan panik. 

"Emm maksudnya ?", tanya Paijo lagi. 

"Gawat jo, gawat..", jawab Betta lagi. 

"Kamu itu ngomong apa sih, saya tidak mengerti ?", tanya Paijo lagi. 

"Ini loh mas jo, ini.., foto keramat kanjeng ibu hilang..", jawab Betta lagi. 

"Paaah..!!", Paijo kaget ketika mendengar jawaban dari Betta. 

"Hoo, beda lagi ya mas jo..", sambung Betta lagi. 

"Ya sudah kita lapor tuan papi saja hayuk..", kata Paijo lagi yang mengajak Betta untuk memberitahu Irfandi yang akan berangkat ke kantor. 

"Hayuk mas jo..", sambung Betta. 

"Eeh tapi tunggu dulu sebelum kita temui tuan papi, kita ke dapur ketemu Asih dulu", kata Paijo lagi. 

"Ketemu Asih, ngapain mas jo ?", tanya Betta. 

"Ya mungkin saja Asih tau dimana foto keramatnya kanjeng ibu, Soeparno..", jawab Paijo. 

"Oh ya sudah yuk kita ke dapur", kata Betta. 

Di dapur lagi.. 

"Asih, sih, Asih.." 

"Nggih kanjeng ibu, enten menapa ?"  

(Ya kanjeng ibu, ada apa ?), tanya Asih. 

"Saya minta gelas dong, untuk jamu", jawab kanjeng ibu. 

"Loh memangnya kanjeng ibu tidak puasa ya ?", tanya Asih lagi. 

"Saya puasa, dan di minumnya nanti setelah saya buka puasa", jawab kanjeng ibu lagi. 

"Loh kalau basi gimana kanjeng ibu ?", tanya Asih lagi. 

"Kan bisa di masukan ke kulkas Asih, nanti pas waktu nya buka puasa baru saya minum, sudah cepat sana..", jawab kanjeng ibu lagi. 

"Eeh Betta tunggu", kata Paijo yang menghentikan langkah Betta. 

"Kenapa mas jo ?", tanya Betta. 

"Itu tuh kanjeng ibu, kita disini dulu ya", jawab Paijo. 

"Oh oke..", seru Betta. 

Empat puluh lima menit kemudian.. 

Masih di dapur..

"Lama banget ya, kita gak bisa kesana untuk bertanya pada Asih..", kata Paijo lagi. 

"Iya ya, eh tapi bagaimana kalau misalkan Asih gak tau juga gimana mas jo ?", tanya Betta lagi. 

"Ya gampang Betta, kita tanya saja sama kanjeng ibu", jawab Paijo lagi. 

"Lah iya kalau kanjeng ibu tau, kalau enggak gimana juga ?", tanya Betta lagi. 

"Pecat saja Betta..", jawab Paijo lagi. 

"Eeh ngaco kamu, bukan kita yang pecat kanjeng ibu, tapi kanjeng ibu lah yang memecat kita tau..", keluh Betta. 

"Oh iya ya, terus kalau kita yang di pecat kanjeng ibu, kanjeng ibu siapa yang pecat Betta ?", tanya Paijo. 

"Yang maha kuasa..", jawab Betta. 

"Oh iya, ya..", seru Paijo. 

"Eh mas jo, mas Betta, ngapain kalian berdua disitu ?", tanya Asih yang melihat Paijo dan Betta sedang berunding. 

"Emm, emm, emm ini sih kita lagi cari kancing baju saya", jawab Paijo lagi yang mencari alasan pada Asih. 

"Haa kancing baju, benar Betta, Paijo sedang cari kancing baju ?", tanya kanjeng ibu. 

"Iya benar kanjeng ibu, iya kan Betta kamu sedang membantu saya mencari kancing baju saya, emm.. ?", tanya Paijo yang menginjak kaki Betta. 

"Iya itu.., benar..", jawab Betta yang menahan rasa sakit karena di injak kakinya oleh Paijo. 

"Tuh benarkan kanjeng ibu, oh iya ini dia kanjeng ibu kancing bajunya, saya dan Betta permisi kanjeng ibu", kata Paijo lagi. 

"Iya..", sambung kanjeng ibu. 

"Assalamu'alaikum", Paijo dan Betta memberikan salam pada kanjeng ibu dan Asih. 

"Wa'alaikumussalam", kanjeng ibu dan Asih menjawab salam dari Paijo dan Betta. 

Di depan rumah lagi.. 

"Sep sudah siap belum mobilnya ?", tanya Irfandi. 

"Sudah pak Irfandi, berangkat sekarang ?", tanya Asep juga. 

"Iya dong sep..", jawab Irfandi. 

"Tuan papi tunggu, tunggu tuan papi..", Paijo menghentikan langkah Irfandi yang akan masuk ke dalam mobil. 

"Hadeh.., Joya lagi.., ada apa jo ?", tanya Irfandi lagi. 

"Ada yang ingin kami kasih tau, ini soal..", jawab Betta. 

"Soal apa ?", tanya Irfandi lagi. 

"Tuan papi pinjam kupingnya sebentar dong", jawab Paijo. 

"Kuping saya, untuk apa jo ?", tanya Irfandi lagi. 

"Sudah mana kupingnya tuan papi, nanti tuan papi juga tau", jawab Paijo lagi. 

"Aah.., ya sudah nih..", keluh Irfandi. 

"Jadi gini tuan papi, foto keramatnya kanjeng ibu hilang", kata Paijo yang membisiki Irfandi. 

"Haa.., foto keramat kanjeng ibu hilang jo..", sambung Irfandi yang kaget saat Paijo memberitahu nya kalau foto keramat kanjeng ibu hilang. 

"Haduh lebay banget sih kagetnya pak Irfandi", keluh Asep. 

"Bukan gitu sep, kalau foto keramat kanjeng ibu yang besar itu hilang bisa di pecat saya sebagai menantu di rumah ini, sementara itu saya tidak mau kehilangan Titah dan saya bisa di coret dari daftar warisannya kanjeng romo, sep..", sambung Irfandi. 

"Ya sudah yuk kita ke ruang tengah tuan papi", ajak Paijo. 

"Ya sudah hayuk..", sambung Irfandi lagi. 

Di ruang tengah lagi.. 

"Tuh benar kan tuan papi foto keramatnya kanjeng ibu gak ada alias hilang..", kata Paijo memberitahu Irfandi kalau foto keramatnya kanjeng ibu hilang. 

"Wah iya benar jo, terus kita harus ngapain.. ?", tanya Irfandi. 

"Aha..!!", sorak Paijo yang mempunyai ide. 

"Itu ada yang ngomong aha pak, barusan..", jawab Betta. 

"Oh iya benar kamu, Betta, jo kamu punya ide ya ?", tanya Irfandi lagi. 

"Ada dong tuan papi, jadi gini tuan papi..", jawab Paijo yang memberikan ide pada Irfandi. 

Dan keesokan harinya, kami baru mengetahui kalau ternyata foto keramatnya kanjeng ibu sebenarnya tidak hilang, melainkan fotonya di pindahkan ke kamarnya. 

Keesokan harinya.. 

Di ruang tv lagi.. 

"Iya bu sudah semuanya, pokoknya kamar ibu sudah rapih, iya bu, assalamu'alaikum", kata Titah yang sedang menelepon kanjeng ibu. 

"Tah.." 

"Inggih mas Arfan, enten menapa ?"  

(Iya mas Arfan, ada apa ?), tanya Titah. 

"Kuwe bojomu punapa ?" 

(Itu suamimu kenapa ?), tanya Arfan juga. 

"Mboten ngertos mas Arfan, nanging kula cobi tanyakan, papi.."  

(Tidak ngerti mas Arfan, tapi saya coba tanyakan, papi..), jawab Titah. 

"Inggih, eh mami, enten menapa mi ?"  

(Iya, eh mami, ada apa mi ?), tanya Irfandi. 

"Papi kenapa, kok dari tadi uring-uringan terus dan juga kemarin tidurnya tidak nyenyak, ada masalah apa pi ?", tanya Titah juga. 

"Oh itu mi, itu..", jawab Irfandi. 

"Kuwe apa Fandi ?"  

(Itu apa Fandi ?), tanya Arfan. 

"Kuwe, foto keramatnya kanjeng ibu sing ana nang dinding, ical"  

(Itu, foto keramatnya kanjeng ibu yang ada di dinding, hilang), jawab Irfandi lagi. 

"Hadeh papi, foto keramatnya kanjeng ibu bukannya hilang tapi di pindahkan ke kamarnya kanjeng ibu..", kata Titah. 

"Apa mi, jadi foto keramatnya kanjeng ibu gak hilang ?", tanya Irfandi lagi. 

"Evet, kocam kayıp değil, kayınvalidenizin odasında, başka sorunuz var mı ?"

(Iya suamiku tidak hilang, ada di kamar mertuamu, ada pertanyaan lagi ?), tanya Titah lagi yang menggunakan bahasa Turki. 

"Hadeh Irfandi..", keluh Arfan saat mendengar Titah bertanya pada Irfandi menggunakan bahasa Turki. 

"Punapa panjenengan, fan ?"  

(Kenapa kamu, fan ?), tanya Irfandi lagi. 

"Ya itu dengar gak bahasanya, saya tidak mengerti bahasanya", jawab Arfan. 

"Oh..", seru Irfandi. 

"Memangnya kamu ngerti Fandi ?", tanya Arfan lagi. 

"Sama enggak juga fan..", jawab Irfandi lagi. 

"Haduh sudah.., sekarang mas Irfandi lihat saja ke kamarnya kanjeng ibu kalau tidak percaya, mami pusing, mau minum jamunya Astuti saja..", kata Titah lagi. 

"Nah ini dia disini ternyata, hayuk tuan papi", kata Paijo yang mencari Irfandi. 

"Kemana jo ?", tanya Irfandi lagi. 

"Itu, masa lupa sih tuan papi, yang kemarin", jawab Paijo. 

"Maksudnya ?", tanya Irfandi lagi. 

"Foto, foto, kan foto keramatnya kanjeng ibu hilang, masa tuan papi lupa sih..", jawab Paijo lagi. 

"Oh masalah foto, kamu tenang saja jo, foto keramatnya tidak jadi hilang", kata Irfandi. 

"Kok bisa tuan papi ?", tanya Paijo. 

"Iya kata istri saya ternyata foto keramat itu bukan hilang melainkan di pindahkan kanjeng ibu ke kamarnya", jawab Irfandi lagi. 

"Ah masa sih tuan papi, saya gak percaya", kata Paijo lagi. 

"Sama jo, saya juga gak percaya, tapi kita lihat langsung saja yuk..", sambung Irfandi. 

"Kemana tuan papi ?", tanya Paijo lagi. 

"Ke kamarnya kanjeng ibu untuk lihat foto keramatnya kanjeng ibu", jawab Irfandi lagi. 

"Oh gitu ya sudah hayuk..", kata Paijo lagi. 

Ternyata benar apa yang di katakan oleh tuan mami (Titah), kalau ternyata foto keramatnya kanjeng ibu tidak hilang dan di pindahkan ke kamarnya kanjeng ibu. 

Sekarang kami bisa merasa senang dan tidak perlu khawatir lagi dengan foto keramatnya kanjeng ibu, kami juga bis melanjutkan pekerjaan kami dengan tenang.

Next chapter